JAKARTA, METRO–Penyandang tunanetra di Indonesia mencapai 4 juta atau 1,5 persen dari total jumlah keseluruhan penduduk berdasarkan penelitian Australia – Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) pada 2023.
Namun, hanya 1 persen dari total keseluruhan penyandang disabilitas di Indonesia yang bekerja di sektor formal. Situasi tersebut lantas mendorong adanya penelitian kolaboratif tiga negara yakni Filipina, Indonesia, dan Vietnam.
Lembaga Mitra Netra (Indonesia), Resources of the Blind (Filipina), dan Sao Mai Center (Vietnam) bergabung untuk meneliti faktor kesuksesan penyandang tunanetra yang berhasil bekerja di sektor formal. Didukung The Nippon Foundation, ketiga lembaga tersebut pun merilis penelitian bertajuk Faktor Kunci Kesuksesan Tunanetra Bekerja di Sektor Formal.
“The Nippon Foundation mendukung penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang menghambat penyandang disabilitas visual dalam mendapatkan kesempatan kerja,” kata Direktur Program The Nippon Foundation, Yosuke Ishikawa di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Penelitian yang berlangsung selama kurang lebih enam bulan tersebut melibatkan 196 responden tunanetra dari tiga negara. Ditemukan 73 persen responden adalah individu yang telah berhasil mendapatkan pekerjaan.
Semetara itu, 27 persen responden dinyatakan belum bekerja, atau pernah bekerja sebelumnya. Hasil temuan tersebut menunjukkan 50 persen pekerja tunanetra berada pada kelompok usia 26–35 tahun.
Latar belakang responden yang sudah bekerja didominasi bidang pendidikan 28 persen (pengajar), isu sosial 16 persen, administrasi 16 persen, keterampilan memijat serta fisioterapi 15 persen, teknologi informasi 8 persen, dan keuangan 3 persen. Penelitian ini juga menemukan fakta bahwa lembaga pendidikan saat ini telah menyediakan fasilitas pendidikan inklusi yang makin baik.
Di Indonesia, 76 persen tunanetra berhasil mengenyam gelar Strata Satu, 22 persen berkuliah hingga Master, dan 2 persen lainnya berstatus Doktor. Latar belakang pendidikan dinilai sangat mempengaruhi bidang pekerjaan yang mampu didapatkan oleh para pekerja tunanetra. Sebanyak 29 persen dari 144 orang tunanetra yang dipekerjakan, memiliki profesi yang berkaitan dengan mengajar. Tingginya minat menjadi pengajar ini diduga karena banyak tunanetra menganggap profesi tersebut yang paling potensial untuk mereka.
Berkaca pada hal tersebut, Mitra Netra selaku lembaga yang menaungi tunanetra di Indonesia menyarankan agar para penyandang disabilitas bisa melihat potensi di bidang lain, seperti teknologi. Perkembangan industri teknologi yang masif dinilai dapat menyerap cukup besar tenaga kerja tunanetra di Indonesia.
Masuknya tunanetra pada industri teknologi juga akan mendapatkan dukungan kuat dari perkembangan perangkat teknologi. Mitra Netra berharap hasil penelitian ini dapat membuka peluang lpenyediaan lapangan kerja bagi tunanetra lebih luas.
“Kami berharap, baik pemerintah pusat dan daerah, serta pemberi kerja dari sektor BUMN, BUMD, dan swasta dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai landasan untuk merumuskan kebijakan dan program yang lebih efektif,” tutur Aria Indrawati selaku Kabag. Humas & Divisi Ketenagakerjaan Yayasan Mitra Netra.
“Mendorong praktik inklusif di tempat kerja, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang potensi tunanetra,” imbuhnya. (jpg)