PADANG, METRO–Ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Sumatera Barat (BEM-SB) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar Selasa, (24/9). Aksi itu bertepatan dengan momen peringatan Hari Tani Nasional.
Aksi yang diikuti mahasiswa dari berbagai universitas di Sumbar ini dilangsungkan menjelang masa cuti Gubernur Sumbar Mahyeldi untuk Pilkada. Mereka melayangkan 14 tuntutan yang terkait dengan kondisi kesejahteraan petani Sumbar hari ini.
Koordinator aksi, Ade Putra Paringotan, mengatakan bahwa tuntutan ini merupakan bagian dari evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pemerintah provinsi di bidang pertanian. Menurutnya, hingga saat ini gubernur belum pernah menemui mahasiswa secara langsung selama aksi-aksi yang telah mereka gelar.
“Kami sudah melakukan evaluasi sejak tahun pertama, kedua, hingga ketiga, namun gubernur tak pernah turun langsung untuk menemui kami. Sebelum masa jabatannya habis, kami berharap beliau bisa mendengar aspirasi kami dan menjawab kebutuhan para petani di Sumbar,” ujar Ade.
Ade juga menyoroti kondisi petani yang kian sulit di Sumbar. Harga pupuk yang terus melonjak dan anjloknya harga jual hasil pertanian menjadi sorotan utama dalam tuntutan mereka.
Ia menilai janji kampanye gubernur yang ingin menjadikan Sumbar sebagai lumbung padi dan jagung belum terealisasi.
“Ini tidak sesuai dengan janji kampanye gubernur dulu yang menjanjikan Sumbar sebagai lumbung padi dan jagung. Namun, hingga detik ini janji tersebut masih jauh dari kenyataan,” ujarnya.
Mahasiswa menilai bahwa kinerja gubernur terkait sektor pertanian baru mencapai 50 persen, sehingga diperlukan tindakan konkret sebelum masa jabatannya berakhir.
14 tuntutan mahasiswa di antaranya, menuntut Pemprov Sumbar menstabilkan harga pakan ternak, pakan ikan, dan komoditas lainnya, memastikan perusahaan integrator menyelesaikan rantai dingin sesuai ketentuan Permentan No. 32 Tahun 2017.
Mahasiswa juga mendesak pemerintah untuk menciptakan program yang menjamin regenerasi petani demi keberlangsungan sektor pertanian di masa depan, mendorong kemandirian bibit bagi peternak rakyat melalui koperasi serta melibatkan akademisi dan kementerian terkait.
Selain itu, mahasiswa juga menuntut agar pemerintah mengawasi distribusi dan penggunaan Kartu Tani secara merata serta mengoptimalkan fungsinya bagi petani, dan mempercepat pembangunan dan perbaikan lahan serta irigasi di daerah terdampak erupsi Gunung Merapi.
Mereka juga mendesak dilakukannya reforma agraria untuk memaksimalkan pemanfaatan tanah ulayat sebagai sumber pangan. Menolak kebijakan bank tanah dan intervensi lembaga internasional seperti IMF dan World Bank yang dinilai merugikan petani.
Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk memastikan keadilan dalam pemasaran antara peternak industri dan peternak tradisional/rakyat, dan mengaktifkan peran penyuluh lapangan untuk memberikan edukasi dan pendampingan yang intensif kepada petani.
Serta, pemerintah dituntut untuk memastikan kebijakan subsidi pupuk benar-benar memberikan manfaat bagi petani kecil, terutama mereka yang memiliki lahan kurang dari 2 hektar, dan mendorong perbaikan infrastruktur seperti jalan usaha tani dan irigasi pertanian untuk meningkatkan hasil produksi.
Dalam tuntutan yang mereka bawa, mahasiswa juga menuntut pemerintah untuk engatasi masalah kelangkaan pupuk bersubsidi serta mempertahankan kebijakan subsidi pupuk untuk petani berpenghasilan rendah, serta meminta Pemprov Sumbar membentuk tim khusus untuk mengawasi alih fungsi lahan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan lahan pertanian. (brm)