PADANG, METRO–Di bawah kepemimpinan Gubernur Sumatra Barat (Sumbar), Mahyeldi Asharullah dan Wakil Gubernur (Wagub) Audy Joinaldy, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar). Memberikan dukungan dan perhatian yang cukup besar terhadap pendaftaran tanah ulayat di Sumbar.
Atas dukungan tersebut, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mendapat apresiasi berupa penghargaan nasional dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono, diterima oleh Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sumbar, Rifda Suriani mewakili Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah pada acara “International Meeting on Best Practice of Ulayat Land Registration in Indonesia and Asean Countries” di Bandung, Kamis, (5/9).
“Alhamdulillah, penghargaan ini menjadi motivasi bagi kita untuk terus menjaga dan menghormati hak tanah ulayat di Sumatera Barat,” sebut Mahyeldi, Minggu (8/9) dihubungi dari Padang.
Mahyeldi menegaskan, dengan adanya penghargaan ini artinya pemerintah memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat. Termasuk hak ulayat, keberadaanya dijamin dalam konstitusi negara Republik Indonesia (RI). Kemudian diamanahkan dalam Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pengakuan tersebut juga jadi perhatian dan komitmen global yang tertuang dalam berbagai konvensi internasional. Seperti, The United Nations Charter 1945, dan Interanational Labor Organitation Convention 169 di Geneva Tahun 1989, yang mendeklarasikan Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries.
“Jadi tanah ulayat itu tidak hanya diakui oleh negara, secara internasional diakui keberadaannya dan dihormati kepemilikannya,” ulas Mahyeldi.
Tanah hak ulayat masyarakat hukum adat di Sumbar pada umumnya adalah tanah ulayat masyarakat adat Minangkabau dengan sistem kekerabatan matrilineal. Suatu sistem kekerabatan unik yang masih eksis di dunia. Wilayahnya meliputi 18 kabupaten/kota di Sumbar Dengan adanya pengakuan negara ini, maka tanah ulayat mendapat mempunyai kepastian hukum dalam penguasaan dan pemanfaatannya.
Kepastian hukum tersebut berlaku bagi kesatuan dan kelompok anggota masyarakat hukum adat, maupun bagi pihak luar yang akan memanfaatkan tanah ulayat. Kepasian hukum itu diberikan melalui pendaftaran tanah ulayat. Diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Eksistensi tanah ulayat masyarakat hukum adat masih banyak tersebar di berbagai daerah kabupaten/kota di Sumbar. Memiliki peran sentral bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Bahkan, tanah ulayat menjadi salah satu penopang ketahanan nasional ketika terjadi krisis, karena masyarakat masih memiliki tanah milik bersama sebagai sumber penghasilan dan penghidupan mereka. Di sisi lain, tanah ulayat juga identitas bagi masyarakat adat yang berdimensi sosial, politik, budaya, dan agama, yang harus dipertahankan karena sebagai penentu eksistensinya.
Hanya saja selama ini tanah ulayat secara adat tidak dikenal adanya pencatatan tertulis. Batas-batas tanah ulayat secara adat ditentukan dengan tanda-tanda alam saja. Ini tentu saja mudah sekali berubah, dan belum dapat memberi kapastian.
“Untuk itu pemerintah daerah kita sangat mendukung penuh kebijakan pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat, yang telah secara resmi dicanangkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN pada tanggal 29 Februari 2024. Apalagi setahun sebelumnya kita ditetapkan menjadi salah satu provinsi pilot project kebijakan ini,”katanya.
Melalui kebijakan tersebut, maka tanah ulayat di Sumbar dapat dicatat dan disertifikatkan. Untuk tanah ulayat nagari dapat diberikan dalam bentuk sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) dengan pemegang hak atas nama Kerapatan Adat Nagari (KAN). Terhadap tanah ulayat kaum/suku dapat dicatat, dan diberikan sertifikat Hak Milik (HM) atas nama kaum/suku, karena kewenangnnya bersifat keperdataan.
Adanya kepastian hukum tanah ulayat ini dapat meminimalisir sengketa dan konflik tanah ulayat. Selain itu, juga membuka peluang dan potensi besar bagi tanah ulayat untuk dikembangkan serta dikerjasamakan bagi kepentingan investasi.
Sejak ditetapkan menjadi pilot project, hingga kini di Sumbar telah berhasil diterbitkan sembilan bidang tanah ulayat nagari dengan Sertifikat HPL atas nama KAN. Dengan total lahan seluas 242,04 hektar, yaitu tiga di masing-masing Nagari Sungai Sungayang dan Nagari Tanjung Bonai Kabupaten Tanah Datar. Kemudian dua di Nagari Tanjung Haro Sikabukabu Padang Panjang dan 1 di Nagari Sungai Kumayang Kabupaten Limapuluh Kota.
“Kita berharap dengan pendaftaran tanah ulayat ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kita. Karena tanah ulayat dapat dikerjasamakan untuk sektor pariwisata, pendidikan, kebudayaan, pertanian, dan pertambangan. Apalagi kita dikenal memiliki tanah yang subur, pesona alam yang indah, kebudayaan yang religius, serta sumber daya alam yang berlimpah,” pungkasnya. (AD.ADPSB)