PADANG, METRO–Penyelidikan kasus kematian pelajar SMP bernama Afif Maulana (13) yang jenazahnya ditemukan mengambang di bawah jembatan Kuranji, Jalan By Pass KM 09, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, telah ditutup oleh Polda Sumbar.
Pasalnya, Polisi menyimpulkan penyebab kematian almarhum Afif Maulana bukan karena dianiaya. Melainkan karena melompat atau jatuh dari atas jembatan Kuranji yang mengakibatkan patah tulang iga atau tulang rusuk yang merobek paru-paru korban.
Hal itu disampaikan Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono saat konferensi pers perkembangan kasus penemuan mayat di jembatan Kuranji yang dihadiri Wakapolda Sumbar, Brigjen Pol Gupuh dan jajaran para pejabat utama Polda Sumbar, Minggu (30/6).
“Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim ahli yaitu dokter forensik, dinyatakan penyebab kematian almarhum Afif Maulana karena patah tulang iga yang merobek paru-paru. Jadi, korban Afif ini tidak ada mendapatkan penganiayaan atau penyiksaan dari anggota yang melakukan pengamanan atau pencegahan aksi tawuran pada malam itu,” tegas Irjen Pol Suharyono.
Menurut Irjen Pol Suharyono, patah tulang yang dialami Afif Maulana diduga oleh pihaknya karena jatuh ke sungai dengan berbenturan benda keras. Sementara terkait adanya luka lebam, dia menjelaskan hal itu diduga akibat korban sudah menjadi mayat.
“Keterangan dokter forensik itu lebam mayat akibat telah meninggal beberapa jam sebelumnya. Keterangan yang sampaikan saat ini adalah fakta hukum, berdasar hasil pemeriksaan para saksi, bukan asumsi atau tudingan-tudingan belaka.,” jelas Suharyono.
Namun, dia mengungkapkan belum ada saksi yang melihat Afif terjun dari jembatan atau terpeleset ke sungai. Hanya saja, menurut keterangan dari saksi kunci yaitu rekan korban berinisial A, Afif disebut sudah menyatakan niat mau terjun ke sungai untuk menghindari kedatangan polisi.
“Berdasarkan keterangan saksi Adit, korban Afif berniat terjun dan mengajak saksi Adit terjun. Tapi, saksi kunci Adit menolak ajakan korban untuk melompat dari jembatan dan lebih memilih untuk menyerahkan diri ke Polisi. Ini sesuai dengan keterangan saksi Adit,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, saksi Adit juga tercatat dua kali menyampaikan kepada anggota yang mengamankannya pada malam itu, bahwa korban Afif melompat dari jembatan yang tingginya mencapai 12 meter. Pertama hal itu disampaikan saksi Adit saat ditangkap oleh Personel Sabhara di atas Jembatan Kuranji. Kedua, saksi Adit kembali menyampaikan temanya melompat dari jembatan saat dibawa ke Kantor Polsek Kuranji.
“Namun, anggota ketika itu tidak menggubrisnya karena tidak yakin ada yang mau terjun. Sebab ketinggiannya mencapai belasan meter lebih. Sehingga, dari keterangan saksi Adit itu telah membantah narasi yang berkembangan bahwa Afif tewas karena dianiaya oleh Polisi kemudian dibuang ke bawah jembatan Kuranji, itu tidak benar,” jelasnya.
Di sisi lain, Irjen Pol Suharyono menjelaskan, ketika anggota mengamankan 18 orang terduga tawuran dan salah satunya adalah saksi kunci sekaligus rekan korban, dipastikan tidak ada nama Afif Maulana dari 18 orang terduga tawuran yang dibawa ke Polsek Kuranji.
“Dari data dan keterangan Adit itu, dapat disimpulkan AM tidak ada di Polsek Kuranji dan tidak masuk dalam 18 orang yang diamankan. Hal itu diperkuat saat di Polsek, anggota mendokumentasikan 18 terduga pelaku tawuran yang diamankan. Dan memang tidak ada korban Afif Maulana dibawa ke Polsek,” kata Irjen Suharyono.
Sehingga, dari fakta-fakta yang telah diuraikan di atas, tegas Irjen Pol Suharyono, pihaknya menarik kesimpulan bahwa korban meninggal dunia setelah melompat sendiri dari jembatan demi menghindari kejaran Polisi, sehingga tidak ada unsur tindak pidana di sana.
“Itu kesimpulan sementara dari hasil penyelidikan kami, jika memang nanti ada pihak yang mengajukan bukti serta bukti baru akan kami tampung dan penyelidikan dibuka kembali. Apa yang saya sampaikan adalah fakta hukum, berdasar hasil pemeriksaan para saksi, bukan asumsi atau tudingan-tudingan belaka,” katanya.
Bantah Anggota Lakukan Penyiksaan
Selain itu, Irjen Pol Suharyono menegaskan tidak ada terjadi penyiksaan terhadap 18 remaja terduga pelaku tawuran di Mapolsek Kuranji, Kota Padang pada 9 Juni 2024. Para kelompok remaja ini sebelumnya diamankan setelah kedapatan akan melakukan aksi tawuran.
Meskipun begitu, Suharyono tak menampik 17 anggotanya kini diperiksa Bidpropam. Pemeriksaan ini berkaitan pelanggaran disiplin yang dilakukan belasan anggota tersebut saat mengamankan para terduga pelaku tawuran.
“Saya luruskan, pelanggaran disiplin. Bukan penyiksaan. 17 anggota yang diperiksa Bidpropam ini bukan melakukan kekerasan secara habis-habisan kepada remaja terduga pelaku tawuran. Pemukulan memang terjadi, tapi tidak disiksa,” kata dia.
“Bukan kemudian dihajar habis-habisan. Kalau satu orang dipukul di perutnya, artinya terjadi pemukulan di perut. Jadi bukan perutnya dipukuli atau disiksa. Walaupun itu sudah di luar keharusannya (anggota) melakukan itu. Tetapi bagaimana melakukan kelompok ini adalah calon pelaku kejahatan. Membawa senjata tajam untuk melukai, merusak atau membunuh orang. Jadi ada upaya untuk menghabisi lawan dengan alat senjata tajam sepanjang ini. Jadi ada rencana menghabisi lawannya,” sambungnya.
Irjen Suharyono juga mengakui anggota melakukan penyetruman. Tapi ia tak ingin diasumsikan penyetruman dilakukan dengan tegangan tinggi. Anggotanya hanya mengunakan elektrik gun yang memang dipergunakan oleh Sabhara dan untuk memberikan efek kejut.
“Sampai di polsek ada anggota diduga menganiaya, diduga menyiksa, itu sementara ini saya nyatakan satu per satu antara objek dan subjek tidak terbukti penyiksaan. Kalau menyetrum, jangan diasumsikan pakai kawat yang disetrum tinggi, kemudian disetrum, tidak. Tapi yang digunakan adalah elektrik gun. Nah, inilah yang diekspos disetrum,” imbuhnya.
Sedangkan terkait sudut rokok, lanjut Irjen Pol Suharyono, ia membenarkan juga. Tapi ia sekali lagi tidak terima memakai kata disiksa.