Partai Gelora Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Sekjen Partai Gelora, Mahfuz Sidik

JAKARTA, METRO–Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora, Mahfuz Sidik menegaskan pihaknya menolak jika PKS bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).  Pasalnya, Narasi kritis yang diangkat oleh koalisi partai politik pengusung pasangan Anies Baswe­dan-Muhaimin Iskandar atau Koalisi Peru­bahan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 lalu hanya sekedar gimik untuk meraup suara.

Mahfuz menilai, setelah rangkaian Pilpres 2024 selesai, Koalisi Perubahan yang diusung oleh Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, langsung dinyatakan bubar. Bahkan, kata dia, dua anggotanya, Partai Nasdem dan PKB terang-terangan menunjukkan sinyal mendekat ke presiden-wakil presiden (wapres) terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka selaku peme­nang Pilpres 2024.

“Sementara PKS masih bersikap ‘malu-malu kucing’, namun membuka wa­cana dan peluang untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran agar masuk dalam kabinet dan mendapatkan jatah menteri di Koalisi Indonesia Maju (KIM),” kata Mahfuz dalam keterangannya, Ming­gu, (28/4).

Mahfuz, juga menanggapi wacana PKS yang mem­buka pintu kerjasama mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, apabila PKS menjadi bagian dari Koalisi Indonesia Maju, maka akan menjadi sinyal pembelahan antara PKS dengan massa ideologisnya.

“Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya,” ujarnya.

Selama masa kampa­nye Pilpres 2024, Mahfuz menilai PKS melakukan serangan negatif secara ma­sif kepada Prabowo-Gibran, terutama kepada Gibran Rakabuming Raka, Wa­liKota Solo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran,” katanya.

Ia mengingatkan publik dengan narasi yang menurutnya muncul dari kalangan PKS. Narasi itu adalah menganalogikan bahwa Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun, karena dahulu Anies Baswedan diusung menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2017 oleh Partai Gerindra.

Mahfuz juga mengung­kapkan bahwa PKS selama ini kerap memunculkan narasi yang mengadu dom­ba dan membelah ma­syarakat. Salah satu contohnya, menurut dia, adalah cap peng­khia­nat kepada Prabowo karena bergabung dalam Kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wap­res KH Ma’ruf Amin pada 2019, yang menurutnya muncul dari PKS.

Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai peng­khianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS,” ujarnya.

Dirinya menegaskan bahwa selama ini Jokowi dan Prabowo telah me­ngingatkan untuk tidak menarasikan membelah politik dan ideologi.

“Narasi-narasi yang beresiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan cap­res Prabowo,” kata Mahfuz. (*)

Exit mobile version