“Perbuatan bejat pelaku yang bekerja sebagai nelayan ini, bermula dengan memberikan ancaman pada korban. Pelaku S mengancam dan menakuti korban kalau tidak menuruti kemauannya untuk memuskan nafsu bejatnya, akan diusir dari rumah,” ujar AKBP Andreanaldo Ademi saat konferensi pers, Rabu (28/2).
Dijelaskan, AKBP Andreanaldo Ademi, setelah Korban yang masih belia itu, menuruti permintaan ayahnya, korban mendapat uang sebesar Rp50 ribu. Bahkan, ancaman yang sangat menakutkan bagi korban itu, membuat korban saat duduk di bangku SMA, memilih untuk pergi meninggalkan rumahnya.
“Korban melanjutkan pendidikan di Medan, tempat saudaranya. Belum selesai sekolah, korban kembali ke Pariaman tinggal bersama orang tuanya. Saat korban kembali ini, S kembali mencabuli korban. Kali ini terang-terangan meminta jatah pada anaknya sendiri,” ujar AKBP Andreanaldo Ademi.
AKBP Andreanaldo Ademi menuturkan, korban yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara itu tidak bisa mengelak dan menuruti permintaan ayahnya karena takut. Sampai akhirnya kurang lebih lima tahun, korban yang merupakan anak perempuan satu-satunya pelaku, buka suara.
“Korban berani buka suara saat berusia 19 tahun. Korban awalnya menceritakan semua kejadian pada pamannya. Semua cerita ini berani disampaikan korban setelah ibunya meninggal dunia 2 tahun lalu,” ungkap AKBP Andreanaldo Ademi.
Mendengar semua cerita keponakannya, kata AKBP Andreanaldo Ademi, paman korban langsung melaporkan S ke Polres. Mendapat laporan itu, Tim Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti sekaligus melakukan visum terhadap korban.
“Setelah cukup bukti, tim melakukan penangkapan terhadap pelaku. Pelaku S terancam hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun. Ditambah denda sebanyak Rp5 M atau ditambah pidana sepertiga kurungan. Tambahan hukuman ini terjadi karena S merupakan ayah kandung korban, memiliki hubungan darah,” tutupnya. (ozi)