SIJUNJUNG, METRO – “Bialah ambo baok sajo anak ambo pulang lai. Ndak tau jo apo ka ambo bayia barubek di siko. Ndak sanggup ambo mambayianyo do pak,” tutur Ranti sambil berurai tangis di ruangan HCU RSUD Sijunjung.
Ternyata benar, akhirnya ibu tersebut harus menggendong bayinya pulang. Tapi bukan untuk berkumpul, melainkan untuk dimakamkan. Suara tangisan pun pecah bersama raungan seorang ibu yang melepas kepergian anaknya setelah pihak rumah sakit menyatakan bayi tiga bulan tersebut tidak tertolong.
Hanya tiga bulan bayi bernama Arkan Aderal itu berjumpa dan bisa bersama ibu dan keluarganya. Setelah dikandung sembilan bulan lamanya di dalam rahim sang ibu, kini ia telah pergi untuk selamanya.
Ia nelangsa. Bagaimana tidak, sembilan bulan mengandung dalam keadaan letih, kemudian melahirkan dengan penuh perjuangan, meregang nyawa. Dengan harapan untuk bisa melihat anaknya tumbuh menjadi dewasa. Memang, persoalan maut adalah urusan Sang Pencipta dan tidak ada yang bisa menyesali ketetapan-Nya itu. Namun, apakah semuanya datang dan pergi kemudian berlalu begitu saja? Bukanlah takdir atau ketetapan tuhan yang dibicarakan, namun penyebab dan dinamikanya yang perlu dipetik sebagai pelajaran.
Arkan Aderal, lahir 29 September 2017. Dia divonis dokter mengalami infeksi bakteri berat, hingga terdampak gizi buruk. Dia kini telah tiada. Ia merupakan anak keenam dari pasangan Masri (57) dan Ranti (40), warga Nagari Bukit Bual, Kecamatan Koto VII. mereka berasal dari keluarga kurang mampu.
Masri penyadap getah karet, sedangkan Ranti seorang ibu rumah tangga. Mereka hidup dari hasil penjualan getah karet yang dikumpulkan setiap minggunya sekitar 40 kilogram. Apalagi saat ini harga karet tak menentu, berkisar dari Rp5.000-7.000 per kilogram. Sekadar cukup menafkahi enam anaknya.
Kisah bayi malang ini berawal dari informasi penggalangan dana untuk biaya pengobatannya di media sosial. Jelas saja, postingan itu membuat hati pembacanya terenyuh di saat melihat kondisi bayi mungil tersebut terbujur di ruang perawatan yang dilengkapi dengan selang oksigen dan infus dari peralatan medis yang disebut ventilator, ia dirawat di ruangan HCU di rumah sakit umum daerah (RSUD) Sijunjung.
Berbagai pihak bersimpati dan menyalurkan bantuan serta menggalang dana untuk biaya pengobatan. Termasuk seorang donatur yang tersentuh hatinya, mengungkapkan kepedulian dan menyumbang untuk biaya pengobatan Arkan. Meskipun tidak berdomisili di Sumbar, tak menjadi alasan baginya untuk tidak peduli. Secara diam-diam, dengan sukarela pihak tersebut melakukan penggalangan dana dari luar daerah demi meringankan beban keluarga Arkan.
Terang saja, hati siapa yang tidak pilu melihat kondisi bayi tak berdosa terbaring seperti itu. Sudah dirawat selama 10 hari di RSUD Sijunjung. Namun, informasinya tersebar baru dalam beberapa hari terakhir, tepatnya dua hari sebelum ia meninggal. Bayi itu kini telah dijemput yang Maha Kuasa, pada Sabtu (6/1) sekitar pukul 08.00 WIB.
Dari penjelasan dokter yang merawatnya, bayi tersebut hendaknya dirujuk ke RSUP M Djamil Padang untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif dan penanganan medis yang lebih memadai. Namun, pihak keluarga terkendala dengan pembiayaan, ditambah belum memiliki kartu BPJS. Pihak keluarga harus bersabar, sembari menunggu pengurusan kartu BPJS selesai.
Untung saja bayi mungil tersebut tidak disuruh pulang oleh pihak rumah sakit karena tidak memiliki biaya. Lantaran ada pihak yang peduli sehingga fokus saja pada proses pengobatan terlebih dahulu, sedangkan urusan biaya diurus belakangan.
“Kasihan kita bayinya, kemungkinan ia menderita neomonia, penyakit radang paru dan menderita gagal tumbuh, ada infeksi bakteri berat pada aliran darahnya. Secara terminologinya gagal tumbuh, jika kita melihat dari berat badannya. Atau secara awamnya bisa dibilang gizi buruk. Sebaiknya memang dirujuk ke M Djamil. Karena disini kita tidak memiliki alat yang lengkap,” tutur dokter Riki, spesialis anak yang menanganinya, Jumat (5/1).
Sedangkan faktor penyebab dari penyakit yang diderita bayi tersebut, dokter menjelaskan karena nutrisi yang diperoleh tidak mencukupi. “Penyebab awalnya karena bakteri, kebersihan yang kurang memadai, kemudian asupan gizi yang diperoleh tidak cukup sehingga mengalami gagal tumbuh, kemudian minimnya mendapat akses kesehatan, memang kalau dilihat pasien ini berasal dari keluarga yang kurang mampu,” tambahnya.
Di lantai tiga rumah sakit, tepatnya di sebuah ruangan bertuliskan HCU terpampang di depannya, Jumat (5/1) sekitar pukul 15.30 WIB. Ada beberapa pasien yang sedang dirawat disana, tapi hanya satu bayi yang sedang terbaring, dipasangi berbagai macam alat medis, mulai dari infuse, selang oksigen hingga ventilator. Di sampingnya, ada seorang perempuan yang tak memalingkan pandanganya sembari mengamati bayi tersebut. Sesekali alat yang terpasang pada bayi tersebut berbunyi, dan perawat pun bersegera menghampirinya.
Raut wajah perempuan itu tak menentu, seperti menunggu sesuatu. Yaitu, sebuah keajaiban dari yang Kuasa untuk kesembuhan bayi yang ada dihadapannya. Ternyata perempuan tersebut adalah seorang ibu. Ibu dari bayi yang sedang terbaring tak sadarkan diri karena menderita infeksi bakteri berat dan gizi buruk. Sewaktu dihampiri, perempuan tersebut langsung memperkenalkan diri, kemudian langsung saja menceritakan keadaan bayinya tersebut.
Seolah ia butuh dukungan, butuh tempat untuk bercerita tantang apa yang sedang ia rasakan saat itu. Ia menceritakan mulai dari masa ia mengandung putranya hingga melahirkan. Ibu mana yang tidak bahagia setelah melahirkan anak yang sudah ia kandung, bahkan ditunggu kehadirannya ditengah keluarga.
Awalnya, tergambar dari wajahnya sebuah kebahagian, di saat menceritakan tentang proses kelahiran putranya itu. Namun, di saat tiba pada bagian untuk menceritakan kondisi anaknya yang terbaring saat ini, raut wajahnya mulai berkerut, matanya perlahan berkaca-kaca hingga meneteskan air mata.
“Nama saya Ranti pak, saya ibunya. Nama anak saya ini Arkan Aderal umurnya sudah tiga bulan, ia lahir 29 September 2017. Anak saya saat ini sedang tidak sadarkan diri (koma) dan dipasangi alat ini untuk bantuan bernafasnya. Saya di sini sejak tanggal 27 Desember. Kata dokter terkena infeksi dan gizi buruk. Saya melahirkannya secara normal pak, dan berat badannya saat lahir juga normal, 3 kg. Bidan yang membantu persalinan saya juga mengatakan normal,” katanya.
Ia juga menceritakan kondisi keluarganya dan kendala yang dihadapi untuk bisa memperoleh pelayanan pengobatan anaknya, bahkan karena tidak memiliki biaya ia sempat berniat membawa anaknya untuk pulang dan menghentikan proses pengobatan anaknya, lantaran takut dan tidak sanggup membayar biaya rumah sakit.
“Tidak tahu lagi kemana saya harus mengadu pak, kami hidup hanya dari hasil penjualan getah karet yang hanya cukup untuk makan. Saya juga tidak punya kartu BPJS, kata dokter harusnya dirujuk ke M.Djamil Padang, tapi saya tidak punya biaya. Bialah ambo baok sajo anak ambo pulang lai, Ndak tau jo apo ka ambo bayia barubek di siko. Ndak sanggup ambo mambayianyo do pak,” ungkap Ranti sambil mengusap air mata.
Kemudian, ia juga menjelaskan bahwa dirinya sedang proses pengurusan kartu BPJS, dan telah meminta rekomendasi dari pemerintahan nagari untuk proses pengurusan. Dengan harapan, kalau sudah keluar kartu tersebut anaknya bisa segera dirujuk ke Padang. “Kartu BPJS sedang diurus sekarang pak, saya sudah minta surat keterangan dari Walinagari, semoga saja bisa cepat selesai dan anak saya bisa dirujuk ke Padang,” harapnya.
Setelah ibu bayi tersebut bercerita, beberapa jam kemudian pun berlalu. Sejumlah pihak yang merasa peduli menuturkan doa untuk kesembuhan Arkan dan ketabahan bagi keluarga, ada juga yang memberikan dukungan materi secara langsung, ada juga yang sedang mengusahakan agar proses pengurusan BPJS untuk Arkan bisa selesai dengan cepat dan bisa langsung diaktifkan, dengan cara meminta rekomendasi dari Dinas Sosial. Pentingnya persiapan jaminan kesehatan (universal health coverage) memang patut menjadi prioritas bagi masyarakat, sebagai antisipasi untuk jaminan kesehatan jika berurusan dengan rumah sakit.
Persoalan serupa sudah banyak terjadi pada masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki ekonomi menengah kebawah. Mulai dari ketidaktahuan hingga kurangnya kesadaran terkadang menjadi penyebab hal seperti ini. Di Kabupaten Sijunjung, Universal Health Coverage masyarakat masih tergolong rendah, baru mencapai 56 persen yang harusnya 100 persen.
Nyawa diujung sebuah kartu. Kurang dari 24 jam, setelah pertemuan singkat dengan ibu tersebut di ruangan HCU. Tuhan berkata lain, Pada Sabtu (6/1) sekitar pukul 08.00 WIB, bayi mungil itupun diambil yang Kuasa. Nyawanya tidak tertolong, bahkan sebelum kartu BPJS nya selesai, sebelum bantuan untuknya diserahkan, dan belum sempat dirujuk ke Padang.
Pihak keluarga pun akhirnya membawa jenazah bayi tersebut dengan berurai air mata ke rumah mereka di Nagari Bukit Bual, untuk diselenggarakan. Hari itu merupakan yang terakhir kalinya bagi Ranti untuk bisa melihat wajah anaknya. Ia nelangsa, setelah sejak saban hari menunggui bayinya yang dirawat demi mengharapkan kesembuhan, namun akhirnya harus berpisah untuk selamanya. (*)
Komentar