Muslaini, Penderita Kanker: Tanggal Lahir di BPJS Beda, Operasi Tertunda

Muslaini, penderita kanker payudara dikunjungi aktivis kemanusiaan dari Lembaga Pambangkik Batang Tarandam, Program Gender Watch. Karena kesalahan administrasi di BPJS, operasinya batal terlaksana.
PADANG, METRO–”Sakik bana rasonyo. Lai bisa sembuh penyakik ambo iko,” keluh Muslaini (52).
Wanita tua yang merupakan warga Kelurahan Tarantang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Padang itu mengerang menahan sakit di dadanya yang diserang kanker payudara stadium 4. Muslaini belum bisa dioperasi karena BPJS menolak membayarkan biaya disebabkan tanggal lahir Icim – panggilan Muslaini – yang tertera di BPJS, berbeda dengan yang di KTP.
Sesuai dengan rujukan BPJS, akhirnya Muslaini harus dirawat di RSUP M Djamil. Harapan besar, operasi bisa segera dilakukan dan bebas dari penyakit kanker payudara itu. Selama dua hari di RSUP M Djamil Djamil, Muslaini pun mengalami kendala pelayanan yang diakibatkan data BPJS dan KTP yang tidak sesuai. Akhirnya, pihak rumah sakit hanya memberikan beberapa obat, infus, dan ronsen terhadap payudara Muslaini.
”Sudah dua hari di rumah sakit, sudah dikasih obat, diinfus dan di ronsen. Namun BPJS saya bermasalah, mungkin itu juga yang menyebabkan saya belum dioperasi,” katanya.
Menurut Adik Muslaini, Yulia (35), BPJS tidak bisa digunakan karena ada kesalahan tanggal lahir. Tanggal lahir di BPJS sama KTP berbeda. Jadi pihak rumah sakit menyarankan agar mengurusnya kembali. Namun, Muslaini kepalang pasrah. Dia juga tak tahu harus mengurus kemana. Sementara, petugas BPJS juga tidak ada yang datang memberi petunjuk secara detail. “Saya hanya berharap sembuh,” katanya sembari menghapus keringat yang jatuh di dahinya.
Penderitaan Muslaini berawal dua tahun lalu. Dia sudah merasakan adanya benjolan kecil di dalam payudaranya. Akibat minimnya pengetahuan deteksi dini terhadap potensi serangan kanker payudara, semua itu dianggapnya hal yang wajar. Apalagi, benjolan kecil itu juga tidak pernah menganggu aktivitasnya, bahkan rasa sakit pun juga tidak pernah dirasakannya.
”Sekitar dua tahun lalu memang ada benjolan kecil. Tapi saya tidak tahu kalau itu awal dari semua penyakit di payudara ini. Sebab memang saya sendiri tidak merasakan sakit, mungkin karena kanker itu masih kecil,” katanya saat berbaring di RSUP M Djamil Padang.
Saat dijumpai, Incim, sapaan akrabnya ditemani adiknya, Yulia mengatakan, kian lama dadanya semakin sakit. Meski sudah berniat untuk melakukan operasi, namun beberapa warga sekitar justru memberikan informasi yang menakutkan, bahkan melemahkan mentalnya. Menurut beberapa cerita tetangganya, justru jika dioperasi, maka payudaranya harus di potong, dan itu sangat berisiko terhadap nyawa, ketika harus kelahilangan payudara.
”Ketika rasa sakit sudah mulai mengganggu aktivitas dan tidur, saya pun sudah rencana mau melakukan operasi. Tepatnya setahun yang lalu rencana operasi itu akan saya lakukan. Namun justru beberapa tetangga saya melarang untuk melakukan operasi. Alasannya, nanti bisa berisiko pada kematian ketika payudara saya harus di operasi atau diangkat. Jadi saya mengurungkan niat untuk beroperasi,” tuturnya.
Hari ke hari, kanker payudara yang diderita Incim pun semakin meningkat. Warna payudara pun lama-lama menjadi merah dan menghitam. Rasa sakit pun semakin menjadi dari hari ke hari. Tepat di bulan Ramadhan, puncaknya kanker payudara Incim mulai menunjukkan perubahan yang mengerikan. “Pas di bulan Ramadhan itu, payudara saya meletus. Rasanya sakit sekali dan nggak kuat menahannya. saat itu saya pun mulai pasrah,” tambahnya.
Dua bulan terakhir ini, Incim pun hanya bisa berbaring di rumahnya tanpa mendapatkan perawatan yang maksimal. Tidak tahan melihat kondisi tersebut, adik ipar Muslaini pun menyarakankan harus dioperasi. Sempat terjadi perdebatan, akhirnya Muslaini pun bersedia dioperasi berkat adanya dukungan semangat hidup dari adik iparnya, serta Lembaga Pambakik Batang Tarandam, Program Gender Watch. (cr11)

Exit mobile version