JAKARTA, METRO – Mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/9). Patrialis juga diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Membayar uang pengganti Rp10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang ia terima.
”Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango saat membacakan amar putusan.
Putra Padang ini terbukti menerima suap dari importir daging Basuki Hariman, terkait uji materi Undang Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Kesehatan Hewan Ternak.
Atas putusan itu, Patrialis meminta waktu untuk berpikir apakah menerima atau mengajukan upaya hukum banding. Begitu juga dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Majelis pun memberikan waktu selama satu minggu kepada mereka.
Patrialis meminta waktu untuk naik banding atau tidak karena dirinya tidak merasa bersalah dalam perkara ini. “Di persidangan, saya sudah memberikan pembelaan sesuai dengan fakta persidangan. Saya juga mengatakan bahwa saya tidak bersalah,” kata Patrialis di Pengadilan Tipikor.
Patrialis mengaku pembelaan dirinya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor sudah maksimal. Namun hakim berpendapat dirinya dinilai terbukti menerima suap dari bos impor daging Basuki Hariman dan stafnya NG Fenny, melalui Kamaludin sebesar US$ 10 ribu dan Rp4 juta.
”Saya tidak akan memberikan penilaian (vonis) karena ini otoritas hakim. Saya menyerahkan kepada Allah mana yang benar dan mana yang tidak,” kata dia.
Dalam amar putusannya, hakim menilai mantan politikus PAN itu melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Vonis majelis hakim terhadap mantan menteri Hukum dan HAM lebih ringan ketimbang tuntutan dari jaksa penuntut umum KPK. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut Patrialis 12 tahun 6 bulan penjara denda Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan penjara.
Dalam amar putusan, yang menjadi poin memberatkan majelis hakim, tindakan Patrialis telah menciderai Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Patrialis juga dianggap tak mendukung program pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. ”Perbuatan terdakwa telah menciderai Mahkamah Konstitusi,” ucap ketua majelis hakim Nawawi Pomolango.
Lalu untuk hal yang meringankan, majelis hakim menyebut, Patrialis bersikap sopan selama di persidangan, belum pernah dihukum, mempunyai tanggungan keluarga. ”Terdakwa telah berjasa dalam pengabdian kepada negara, di antaranya mendapat satya lencana,” tambah dia.
Kamaludin Kena 7 Tahun
Sementara, Kamaludin yang didakwa menerima suap bersama-sama Patrialis Akbar, divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim pada pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/9).
”Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango saat membacakan amar putusan.
Kamaludin juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Ia juga dikenakan pidana pengganti berupaya membayar uang pengganti 40.000 dollar AS.
Apabila dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang pengganti tidak dibayar, maka harta miliknya akan disita dan dilelang. Apabila jumlah harta tidak cukup, akan diganti pidana penjara selama 6 bulan.
Putusan itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, yakni penjara delapan tahun dan membayar uang pengganti 40.000 dollar AS. Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Kamaludin tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Kamaludin dianggap berperan aktif dalam mendekati Patrialis Akbar yang berujung lahirnya tindak pidana korupsi. Meski demikian, Kamaludin berlaku sopan dalam persidangan, menunjukkan sikap menyesal atas perbuatan yang didakwakan dan belum pernah dihukum. (elf/jpc/jpnn)