PADANG, METRO – Sepanjang Minggu (3/9), tersiar kabar bahwa uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara bisa memicu aktivitas kegempaan. Bahkan, tidak hanya di kawasan semenanjung Korea saja, tapi juga bisa sampai kemana-mana, termasuk Sumbar. Kabar itu sontak membuat warga cemas, karena Jumat (1/9) dini hari, gempa 6,2 SR baru saja menghoyak Sumbar.
Sejumlah warga kepada koran ini mengaku cemas, kalau benar aktivitas nuklir atau bom hidrogen (hydrogen bomb) bisa memicu gempa, apalagi tsunami. Mereka berharap, hal itu tidak benar, dan tidak ada lagi negara yang menggelar uji coba bom berbahaya itu. ”Kalau memang betul seperti itu, tentu kita semua terancam,” sebut Deni Saputra (30), warga Padang Utara, kemarin.
Menurutnya, kabar tersebut telah berseliweran di media sosial (medsos) dan aplikasi whatsapp (WA) sejak Minggu pagi. Tentunya hal ini membuat banyak orang cemas dan berharap tidak terjadi hal yang buruk. ”Disebut pula ada gempa pada Minggu siang. Tentu kami takut dan tidak ingin terjadi apa-apa,” kata petugas parkir ini.
Saat koran ini mencoba menelusuri keberadaan informasi itu, ternyata banyak juga warga yang mendengar informasi yang sama. ”Saya dengar seperti itu. Uji coba nuklir ini kan sering di Korea Utara. Pernah juga di Iran, Irak, bahkan di negara-negara Pakistan dan India. Kalau saya merasa tidak akan sampai getarannya ke sini,” sebut Agustin (39), warga lainnya.
Terdeteksi BMKG
Uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara Minggu pagi juga terdeteksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Padangpanjang. Seismograf BMKG Padangpanjang mendeteksi getaran nuklir tersebut sebesar 6,2 skala Richter (SR). Namun, getaran itu sama sekali berbeda dengan getaran gempa Jumat lalu.
Kepala BMKG Padangpanjang Rahmat Triyono menjelaskan, sinyal tercatat di stasiun Malaysia (KKM) pukul 10.37 WIB dan di Padang pukul 10.38 WIB. ”Nuklir diledakkan di Korut sekitar pukul 10.29 WIB dan sinyalnya sampai di Padang pukul 10.38 WIB dengan getaran sebesar 6,2 SR,” ujar Rahmat, Minggu.
Untuk kedalaman ledakannya, terpantau BMKG 10 Km. Sementara lembaga pemantau gempa di Jerman (GFZ) terdeteksi kedalamannya 1 Km. ”Masuk akal pada kedalaman segitu untuk uji coba nuklir. Hasil analisa otomatis BMKG Padangpanjang kedalamannya 10 km, kita coba analisa manual dulu,” tambahnya.
Rahmat memastikan, itu getaran uji coba nuklir Korut, karena lokasi pusat terjadinya ledakan dan getaran yang diterima seismograf BMKG. ”Ini bukan indikasi lagi, tapi memang uji coba nuklir. Sinyal nuklir tidak ada gelombang sekundernya (hanya gelombang primer), beda dengan gempa yang ada gelombang sekundernya,” jelas Rahmat.
Meski getarannya terpantau seismograf, tapi Rahmat menyebutkan getaran dan dampaknya tidak sampai ke Indonesia, termasuk ke Padang atau Sumbar umumnya.
Setelah mendeteksi uji coba nuklir, beberapa jam kemudian terjadi gempa berpusat di Kota Pariaman, Sumbar. Namun, Rahmat memastikan itu tidak ada kaitannya dengan nuklir alias murni gempa biasa.
”Gempa sebesar 3,1 SR terjadi pukul 12.29 WIB di 35 km Barat Daya Pariaman pada kedalaman 65 km. Gempa hanya dirasakan sebagian orang dan tidak berpotensi tsunami. Tak ada hubungan dengan nuklir,” tegasnya.
Aktivitas Seismik tak Lazim
Sementara itu, Kepala Pusat Gempabumi BMKG Moch Riyadi menyebut, pada Minggu pukul 10.30 WIB, jejaring gempa bumi BMKG mencatat aktivitas seismik yang tak lazim.
Sebanyak 166 sensor seismik yang digunakan BMKG dalam menganalisis parameter kegempaan menunjukkan adanya sebuah “pusat gempa” dengan kekuatan 6,2 SR terletak pada koordinat 41,29 LU dan 128,94 dengan kedalaman 1 km tepatnya di wilayah Negara Korea Utara.
Tidak hanya BMKG, sejumlah lembaga pemantau gempabumi dunia lainnya, seperti Amerika Serikat (USGS), Jerman (GFZ), dan Eropa (EMSC) juga mencatat aktivitas seismik yang tak lazim ini yang juga berpusat di Korea utara.
”Hasil perhitungan USGS menunjukkan kekuatan mencapai M=6,3 sementara GFZ M=6,0 dan EMSC M=5,9. Berdasarkan karakteristik rekaman seismogramnya diketahui bahwa gelombang seismik yang terekam diperkirakan bersumber dari sebuah ledakan besar di kedalaman dangkal. Ini didasarkan pada kesamaan pola dari sebagian besar rekaman gelombang seismik yang menunjukkan gerakan awal berupa kompresi,” katanya.
Menurutnya, data seismik yang terekam di BMKG menunjukkan adanya compressional source dengan amplitudo gelombang P relatif lebih besar dari gelombang S-nya, maka cukup beralasan jika kita meyakini bahwa telah terjadi sebuah aktivitas ledakan besar bawah permukaan. Karena zona ini secara tektonik bukan zona sumber gempa.
“Dalam website resmi USGS menyebutkan bahwa pusat ledakan terletak pada lokasi ujicoba ledakan nuklir masa lalu. Namun demikian untuk memastikan jenis sumber ledakan yang sesungguhnya perlu kajian komprehensif lebih lanjut,” katanya.
Katanya, pPeta shake map menunjukkan bahwa dampak ledakan ini menimbulkan guncangan cukup kuat hinga skala intensitas VI MMI di Kota Cho Dong, Soman, dan Nampyo Dong yang lokasinya paling dekat pusat ledakan. “Guncangan ini diperkirakan dapat menimbulkan kerusakan ringan seperti retakan pada bangunan tembok sederhana,” katanya. (d/jpg)