PADANG, METRO – Rumah mewah di Jalan Kartini II Nomor 22 Kelurahan Padang Pasir, Kecamatan Padang Barat, Kamis (20/4) digerebek petugas Balai Besar POM Padang bersama Ditreskrimsus Polda Sumbar, sekitar pukul 14.30 WIB. Tidak ada yang menyangka jika di dalam rumah bertingkat itu tersimpan ratusan kardus obat keras dari 80 merek dari kategori obar keras.
Pantauan POSMETRO di lapangan, petugas membawa sebanyak 335 kardus obat-obatan dari berbagai mereka dari dalam rumah. Seluruh obat yang tersimpan dalam gudang rumah diangkut ke dalam mobil yang telah parkir di pekarangan rumah. Sedangkan, ratusan karton obat kategori terbatas yang diperbolehkan diedarkan di apotek, toko obat dan warung tidak disita oleh petugas.
Penggerebekan dan penyitaan dilakukan karena pemilik tidak memiliki izin menyimpan obat keras. Dalam Permenkes obat keras hanya boleh disimpan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan dijual berdasarkan atas resep dokter.
Tak hanya menyita obat kategori obat keras, petugas juga mendapati salah satu merek obat yang sudah ditarik dari peredaran yaitu, Dextro atau Dextromethorphan. Obat ini sering disalahgunakan oleh para remaja.
Sejatinya pil Dextro ini, digunakan sebagai obat pereda batuk yang langsung menekan pusat saraf agar bisa mendorong dahak keluar dan keluhan pun hilang. Tapi ketika pil ini dikonsumsi secara berlebihan dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan sementara (fly), maka seseorang akan mengalami halusinasi, hilang akal dan kehilangan produktivitas laiknya orang normal hingga menyebabkan kematian.
Petugas gabungan langsung masuk ke dalam rumah mewah tersebut dan meminta pemilik rumah membuka satu per satu pintu kamar yang dijadikan gudang penyimpanan obat. Dua kamar dijadikan gudang penyimpanan obat.
Gudang yang berada di kamar depan rumah dijadikan gudang penyimpanan obat kategori obat keras. Sedangkan kamar di bagian dalam dekat dapur, dijadikan tempat penyimpanan obat kategori obat terbatas.
Satu per satu obat keras yang disimpan di dalam kamar itu, dikeluarkan oleh petugas dan diberikan tanda menggunakan spidol. Setelah itu, seluruh obat keras itu dinaikkan ke ke mobil petugas, yang kemudian dibawa ke kantor Balai Pom Padang.
Sementara itu, pemilik rumah hanya bisa pasrah petugas membawa obat-obatan yang ditaksir bernilai Rp500 juta tersebut.
Kepala BBPOM Padang Zulkifli mengatakan, sebelum penggerebakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan sekitar satu bulan. Setelah itu diketahui di rumah itu disimpan obat keras yang seharusnya berada di tempat resmi seperti di apotek atau di Gudang PBF yang mengantongi izin resmi.
”Ini merupakan pengembangan dari pengawasan peredaran obat secara rutin di luar kota. Golongan obat ada bebas terbatas dan obat keras. Sekitar 335 kardus dari 80 obat keras berbagai merek disita dan diamankan. Kalau obat keras harus sarana resmi PBF yang harus menjualnya, harus punya izin sarana sebagai sarana distributor, dia di sini bukan sebagai distributor,” kata Zulkifli.
Zulkifli menambahkan, pemilik memiliki apotek di Pasar Raya Padang. Namun, ketika pemesanan banyak sekali di sana obat tidak ada, karena disimpan di rumah. Si pemilik mendistribusikan obat-obat keras itu bukan langsung kepada masyarakat, melainkan disalurkan kepada pembeli, seperti apotek atau toko obat yang kemudian dijual kepada masyarakat.
”Yang jelas lokasi itu tidak punya izin sebagai penyimpan obat atau distribusi obat. Kita akan periksa obat yang telah diamankan itu. Selain itu kita juga memanggil pemilik obat jika ditemukan kesalahan atau obat palsu dari obat yang disita itu,” kata Zulkifli.
Zulkifli menegaskan, obat yang ditemukan di rumah mewah itu bukanlah penimbun obat, tetapi si pemilik obat menyediakan tempat yang baru tetapi tempatnya tidak punya izin. Apakah ini Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau tidak pihaknya akan mendalaminya dengan memintai keterangan dari pemilik.
”Kami masih mengembangkan kasus ini untuk mengetahui kemana saja pemilik menjual obat itu. Petugas juga menemukan salah satu merek obat yang sudah ditarik peredarannya. Obat itu sudah ditarik peredarannya sejak 2014, yaitu obat batuk Dexsrometropan. Obat ini sering disalahgunakan remaja,” tuturnya.
Dalam aturannya, obat keras itu harus resep dokter. Kalau tidak sesuai dosis dan salah dalam pemberian obat dapat berisiko terhadap kesehatan. ”Sanksinya tergantung pelanggaran. Kalau sarana, dan izin sanksi administrasi, kalau produk tergantung pelanggarannya apakah obatnya tidak memenuhi syarat itu undang-undang kesehatan, kalau tidak punya izin ada juga dalam undang-undang kesehatan,” ujarnya.
Sementara itu, Rika (31), pengelola obat, mengatakan ia menyimpan obat keras itu karena izin apotek belum keluar. Selain itu, apoteknya dalam renovasi, sehingga obat itu terpaksa disimpan di rumah.
”Obat itu telah disimpan selama tiga bulan. Obat itu harus melalui resep dokter dan disimpan di apotek. Tetapi izin apotek belum keluar izinnya. Sedangkan apotek yang yang satu lagi masih renovasi, makanya disimpan di rumah hingga izin keluar dan apotek selesai renovasi,” ungkap Rika.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumbar AKBP Syamsi mengatakan, terhadap penindakan obat keras itu pihaknya hanya membantu BBPOM dalam melakukan penggerebekan dan pihaknya dengan BBPOM tetap berkoordinasi dalam menangani kasus ini.
”Mereka minta diback-up oleh kepolisian. Makanya diturunkan personel Ditreskrimsus dan Ditresnarkoba. Yang jelas untuk penanganan perkara ini kita serahkan kepada BBPOM, tapi kita juga akan terus bekerja sama dalam penyelidikam ini,” kata Syamsi. (rg)