PASAR RAYA, METRO–Jelang satu tahun kepemimpinan Wali Kota Padang Fadly Amran dan Wakil Wali Kota Maigus Nasir, dinilai gagal menata Pedagang Kaki Lima (PKL) atau dikenal Pelaku UMKM Mandiri, di Kota Padang.
“Wali Kota Fadly Amran gagal membina PKL. Dasarnya, penataan PKL dari Kawasan Air Mancur Pasar Raya hingga Jalan Permindo setelah dipindahkan ke Fase VII seperti sarden, nasib mereka memiriskan. Bukan membuat PKL sejahtera dan meningkat ekonomi tetapi justru membunuh ekonomi mereka,” ungkap Ketua Pelaku UMKM Mandiri Harianto, kepada awak media, Selasa (4/11).
Tidak hanya PKL di kawasan Pasar Raya Padang yang nasibnya memiriskan, PKL di kawasan Jalan Jati yang juga direlokasi oleh juga menjerit. Bukannya ekonominya tambah baik tetapi usahanya justru mati. Termasuk juga PKL di lokasi lain yang ditertibkan Pemko Padang.
Dengan kondisi yang dialami PKL saat ini, Harianto menilai Fadly Amran sama sekali tidak punya konsep menata PKL di Kota Padang. “Misalnya saja, sampai sekarang wali kota tidak punya produk perwako yang mengatur mana lokasi yang boleh berjualan dan jam dibolehkan berjualan,” tegasnya.
Harianto menegaskan, PKL adalah Pelaku UMKM Mandiri, jangan “dibunuh” tapi ditata. Penataannya dapat diatasi dengan menyediakan tempat yang layak di kawasan yang menarik pengunjung.
“Di Bandung dan Bogor saja ada fasilitas umum yang bisa masuk PKL, ada dana CSR BUMN untuk menata kawasan menarik jadi hidup. Sementara di Pasar Raya Padang, PKL dimasukkan ke Fase VII dibuat seperti jadi sarden, sudahlah gang kecil, akses orang masuk susah. Tidak seperti itu menatanya,” ungkapnya.
Harianto juga mempertanyakan konsep Fadly Amran yang akan merevitalisasi Pasar Raya pada tahun 2026 nanti dengan anggaran yang mencapai Rp40 miliar. “Menatanya nanti seperti apa. Kalau hanya sekadar membuat jembatan penghubung antara satu bangunan dengan bangunan lain, tidak ada gunanya,” terangnya.
“Lantai 2 Fase VII saja sudah kosong. Dengan dibuat jembatan penghubung apa bisa ramai. Dana yang dipakai seharusnya memberdayakan ekonomi masyarakat. Jangan buat proyek mercusuar tapi gagal,” ucapnya.
Harianto juga mengusulkan konsep agar Pelaku UMKM Mandiri di Pasar Raya ini dibolehkan berdagang pukul 17.00 WIB hingga malam dini hari pukul 02.00 WIB, setelah toko-toko di Pasar Raya tutup. Sehingga aktivitas di Pasar Raya Padang bisa hidup kembali hingga malam hari, seperti di kawasan Malioboro Jogjakarta.
“Jika sekarang ini kondisinya, Pasar Raya sore hingga malam saja sudah sepi, seperti kota mati. Tidak ada aktivitas ekonomi, karena tidak ada lagi PKL,” ungkapnya.
Pelaku UMKM Mandiri di Pasar Raya, Bobi mengungkapkan dirinya bersama 400 pelaku UMKM Mandiri di sepanjang Kawasan Air Mancur hingga Permindo sudah mengikuti aturan Wali Kota Padang untuk menempati Basement Fase VII berjualan.
Bobi yang sehari-hari berjualan sepatu itu mengaku setelah menempati Fase VII justru tidak ada jual beli. “Karena tidak ada pembeli, usaha kami tidak ada jual beli. Karyawan sudah di-PHK, karena tidak sanggup bayar gaji mereka. Utang bertambah, ekonomi saya hancur,” ucapnya dengan nada sedih.
Hal senada juga disampaikan Darwis, pedagang pakaian di kawasan Permindo. Dirinya mengaku kecewa dengan Fadly Amran. Setelah diminta masuk ke dalam Fase VII, selama satu bulan hanya satu saja dagangannya “pacah talua”. Setelah dipindahkan Fadly Amran berjanji akan mendiskusikan kondisi tersebut. “Kami hanya hanya diminta sabar saja. Sampai kini tidak ada diskusi, diajak sabar terus. Sudah empat bulan lebih kami merana,” keluhnya.
Keluhan yang sama juga disampaikan Khairul, pedagang pakaian di depan Koppas Plaza Pasar Raya. Setelah dipindahkan ke Fase VII, sudah sembilan bulan, tidak ada harapan sama sekali pembeli berkunjung membeli dagangannya.












