Oleh: Reviandi
Sumatra Barat (Sumbar) mungkin hanya sebagian kecil dari utuhnya Indonesia. Penduduknya juga sedikit, pemilihnya juga seiprit. Kalau dibawakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) tak ada sekuku-kukunya. Ibaratnya, apapun yang dipilih orang Sumbar, tak akan banyak pengaruhnya kepada pilihan Indonesia. Setidaknya, dua Pilpres terakhir sudah seperti itu.
Menurut KPU, Sumbar 2024 memiliki daftar pemilih tetap (DPT) 4.088.606 pemilih. Jumlah yang sangat jauh dari total DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih yang telah ditetapkan melalui Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPT tingkat nasional di Gedung KPU, Minggu (2/7/2023). Kalau dipersentasekan, pemilih Sumbar hanya 0,19 persen saja dari total pemilih.
Sumbar sangat jauh kecilnya dari pemilih di Jawa Barat (Jabar) 35.714.901 pemilih, Jawa Tengah (Jateng) 28.289.413 pemilih dan Jawa Timur (Jatim) 31.402.838 pemilih. Bahkan kalah dari Sumatra Utara (Sumut) yang punya 10.853.940 pemilih. Tapi tetap, Sumbar berbeda dan masih jadi barometer politik di Indonesia. Salah satunya karena sejarah panjang negeri ini.
Menariknya, Sumbar hari ini dapat disebut sudah menetapkan pilihan dalam Pilpres yang akan berlangsung 14 Februari 2024. Hal ini berbeda dengan Provinsi lain di Indonesia yang masih ‘kebingungan’ siapa yang akan mereka pilih pada kontenstasi lima tahunan itu. Itu bisa diketahui dari hasil-hasil yang diekspose lembaga survei, baik di tingkat nasional atau lokal.
Setiap survei berlangsung, biasanya lembaga menyediakan kolom tidak tahu atau tidak menjawab (TT/TJ). Untuk Sumbar, jika ditanyakan secara spontan atau top of mind, hanya sekitar 15-20 persen saja yang belum memiliki jawaban. Kalau sudah mengerucut ke tiga dan dua nama, maka pemilih yang belum menentukan pilihan tingagal sekitar 5-7 persen saja. Enam bulan sebelum Pilpres, orang Sumbar sudah tahu arahnya kemana.
Lihat saja hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) Juni-Juli 2023 lalu. Saat ditanyakan top of mind, secara spontan responden menjawab Prabowo 42.8% unggul atas Anies 34.6%, Ganjar 3.9%, nama lain jauh lebih rendah, belum menjawab 17.5%. Pada simulasi semi terbuka tiga nama, Prabowo 46.8% unggul atas Anies 39.7%, Ganjar 5.4%, nama lain jauh lebih rendah, belum menjawab 6.5% dan pada simulasi 12 nama, Prabowo 47.5% unggul atas Anies 38.5%, Ganjar 5.1%, nama lain jauh lebih rendah, belum menjawab 6.1%.
Banyak peneliti atau bos lembaga survei yang melihat, Sumbar benar-benar berbeda. Karena, di banyak provinsi sampai Juli angka TT/TJ masih tinggi di angka 30 persen ke atas. Bahkan, angka tak berubah saat diberikan pilihan lebih kecil 15, 10, 3 dan 2 Bacapres saja. Masyarakat secara nasional masih ‘galau’ menentukan, tapi orang Sumbar sudah bulek suaranya.
Artinya, dengan sudah adanya pilihan masyarakat itu, para tim sukses Capres atau partai politik harus benar-benar mampu membawa sesuatu yang baru yang bisa mengubah pilihan mayarakat. Kalau tidak, maka akan percuma menawarkan calon yang tidak mereka inginkan. Karena, untuk mengubah pilihan masyarakat Sumbar adalah susah alang kepalang.
Lihat saja bagaimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menang Pilpres 2014 dan kalah total di Sumbar. Selam 2014-2019, Jokowi dan timnya, termasuk dua orang anggota DPR RI dari PDIP begitu getol menggelontorkan bantuan kepada masyarakat Sumbar. Baik secara proyek besar, bantuan langsung tunai, dan program-program kemasyarakatan lainnya.
Jokowi juga disebutkan sangat konsen dan intens membantu Sumbar dalam berbagai sektor. Bahkan beberapa kali juga dijadwalkan langsung datang ke Sumbar, baik secara langsung satau diwakili Wakil Presiden Jusuf Kalla. Urang sumando Minang yang sudah dua periode menjadi Wapres, sebelumnya 2004-2009 mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).