Mahyeldi menerangkan, penerapan inovasi LIHAI bertujuan untuk meningkatkan indeks kinerja sistem irigasi, meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam mempertahankan kondisi dan fungsi infrastruktur irigasi, meminimalisir konflik air, monitoring dan pelaporan pengelolaan daerah irigasi menjadi lebih cepat dan tepat waktu, serta mendukung misi pengurangan kertas dalam pelaporan.
“Inovasi ini kami nilai sangat sesuai dengan arahan Presiden terkait menjadikan Negara sebagai lumbung pangan dunia. LIHAI telah direplikasi empat kabupaten dan kota di Sumbar. Ada pun secara aplikatif, inovasi ini memudahkan petugas lapangan dalam pemeliharaan, menjamin keberlanjutan ketersediaan air bagi petani, memudahkan jadwal tanam, serta memudahkan akses data irigasi,” tukuknya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri, Dr. Suhajar Diantoro menyebutkan, politik desentralisasi di Indonesia telah memberikan ruang bagi daerah untuk berkarya. Hal ini juga menjadi bagian dari strategi pencapaian tujuan bernegara. Oleh karena itu, hingga saat ini pemerintah pusat telah menyerahkan 32 urusan ke pemerintahan daerah.
“Oleh karenanya, kehidupan masyarakat modern Indonesia sangat bergantung pada Bapak/Ibu beserta jajaran. Sangat ditentukan oleh kepemimpinan Bapak/Ibu. Namun, dengan demikian pula pemerintah pusat bisa mengukur sejauh mana pemerintah daerah menjalankan tugas-tugas pelayanan. Sebab, bagaimana pun, pekerjaan kita ini mutlak untuk melayani masyarakat,” ucap Suhajar.
Dalam memaparkan inovasi, Mahyeldi juga dihadapkan dengan berbagai pertanyaan dari beberapa dewan juri, yang berusaha menggali lebih jauh terkait kelebihan yang diusung pada program Masuk Surga dan LIHAI. Jajaran juri yang hadir di antaranya, Titin Rosmasari dari CNN Indonesia, Rifqi Sjarief Assegaf, Ph.D dari pihak Kemitraan Pemerintah, serta Tri Widodo Wahyu Utomo selaku Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara (LAN). (fan)




















