Menariknya, dua partai pendukung Jokowi di pemerintahan hari ini PDIP dan PPP, meski disebut lebih pro Ganjar-Mahfud ketimbang Prabowo-Gibran yang ‘diendorse’ Jokowi kompak membela. Kader senior PDIP Hendrawan Supratikno menyebut, kontrak politik tersebut tidak bisa dipenuhi karena diganti dengan kontrak politik yang lebih besar dan lebih penting. Itu yang dialami dan dijalani Jokowi. Saat itu Jokowi dihadapkan pada pilihan yang amat penting dalam perjalanan hidup dan peran politiknya.
Menurutnya, dalam porsi dan varian yang berbeda-beda, semua orang juga sering dihadapkan pada situasi yang sama seperti Jokowi dulu. “Itu sudah berlalu. Kita sekarang dapat berefleksi dan menilai, apakah pilihan tersebut tepat atau salah. Dalam kasus Pak Jokowi, pilihan tersebut tepat adanya,” ucap Hendrawan.
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi (Awiek) malah menyerang balik. Dia menyebut kontrak politik Anies di Jakarta pun ada yang tak tuntas. “Memang kontrak politiknya Anies dituntaskan? Ada juga yang belum kan,” kata Awiek.
Awiek menyinggung soal program rumah DP 0. Ia menilai program itu belum dituntaskan oleh Anies di Jakarta. Dia meminta Anies tidak melempar isu yang tidak jelas. Sebab, kata dia, Jokowi tidak bisa dianggap tak meneruskan kontrak politik sebagai Gubernur DKI karena terpilih menjadi Presiden RI yang tugasnya lebih besar.
“Ya sebaiknya tidak melempar isu-isu yang nggak jelas. Kalau kemudian Jokowi dari Gubernur jadi Presiden kan tidak bisa dianggap tidak meneruskan, karena kan ada penugasan yang lain,” tegasnya.
Kita yang ada di Sumbar pasti sangat ‘relate’ betul dengan masalah kontrak politik ini. Ya, betul, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah. Saat Pilgub Sumbar 2020, Mahyeldi banyak diserang dengan hal ini. Dia dianggap tak tepat janji, sampai pendusta. Karena, saat kampanye Pilwako Padang 2018, dia menyebut, akan meneruskan masa jabatan sampai 2024 kalau terpilih kembali.
Video janjinya yang disebut saat debat kandidat Pilwako Padang itu sering kali wara-wiri di grup WA sampai di media sosial. Mahyeldi saat itu menyebut, banyak yang mengatakan dia akan meninggalkan Kota Padang 2020 (Pilgub Sumbar). Dia meminta semua yakin dan percaya, dia akan menyelesaikan tugas sampai selesai.
Yang terjadi adalah, Mahyeldi didaftarkan oleh PKS sebagai calon Gubernur berpasangan dengan Audy Joinaldy yang belakangan jadi kader PPP. Tim Mahyeldi pun menjelaskan, kalau tidak meninggalkan amanah sebagai Wali Kota Padang begitu saja, tapi mengemban amanah yang lebih berat. Dia tidak meninggalkan Padang, tapi membangun Sumbar yang di dalamnya termasuk Padang.
Kini, Mahyeldi sebagai Ketua DPW PKS Sumbar, sudah terang-terangan mendukung Anies dalam berbagai alat peraga sosialisasi (APS). Bahkan, dengan bersemangat mengatakan, Pilih PKS, Pilih Anies Presiden. PKS bahkan disebut-sebut akan lebih diuntungkan dengan ‘jualan’ Anies ketimbang partai lainnya, NasDem dan PKB. Mungkin PKS yang akan kembali lebih unggul dari dua partai koalisinya.
Kita lihat sajalah, bagaimana ramainya Pilpres ini ke depan. Yang penting, mari ingat dan amalkan apa yang disebut Mufti besar Sunni Islam dan pendiri mazhab Syafi’I, Imam Syafi’I, “Pilar kepemimpinan itu ada lima; Perkataan yang benar, menyimpan rahasia, menepati janji, senantiasa memberi nasehat dan menunaikan amanah.” Siapa yang layak jadi pemimpin, sebenarnya sudah ada takdirnya. Kita hanya perlu melihat yang baik di antara yang ada. (Wartawan Utama)




















