Oleh: Reviandi
JIKA tensi politik sudah memanas, bahasa apapun bisa keluar. Bahkan tanpa kontrol, tanpa lihat kanan-kiri dan muka belakang. Memang, kalau tak kuat dan siap dalam berpolitik, semua bisa menjadi senjata. Senjata untuk melawan orang lain, atau senjata makan diri sendiri. Istilahnya senjata makan tuan. Mari kita nikmati saja, apa yang akan terjadi sampai 14 Februari 2024.
Sekarang yang heboh soal kontrak politik. Sebelumnya sempat beredar soal politik dinasti dan sejenisnya. Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan yang bertandang ke sejumlah Kiai dan Bu Nyai kampung di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sempat menyentil seseorang. Anies mengungkit ada yang punya kontrak politik di Jakarta tapi tidak diteruskan.
Dalam kunjungannya, Prof Siti Zuhro sebagai perwakilan Bu Nyai di Kecamatan Dau ingin agar Anies menekan kontrak politik sebagai bukti komitmen kepada Kiai dan Bu Nyai di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang terkait dengan penuntasan kemiskinan khususnya di desa. “Dalam menuntaskan kemiskinan, khususnya bagaimana masyarakat yang ada di daerah, butuh komitmen dan kontrak politik dari Pak Anies,” kata Siti Zuhro, Minggu (19/11/2023).
Kemudian Anies merespon bahwa semua kebijakan yang dilakukan harus berlandas pada unsur keadilan. “Keadilan itu bukan hanya diucapkan pada saat upacara, ketika Pancasila diungkapkan ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ keadilan itu harus menjadi pegangan operasional penyusunan kebijakan,” kata Anies.
Anies lalu mengungkit saat dirinya menjabat Gubernur DKI Jakarta. Anies mengklaim pihaknya sudah menuntaskan semua janji politik di Jakarta yang totalnya 23. “Apa yang harus dikerjakan, yang harus dibicarakan adalah komitmen politik di dilaksanakan. Kami di Jakarta punya 23 janji dan telah dilaksanakan, kenapa 23 janji bukan program? Kenapa? karena janji adalah utang,” tutur Anies.
Anies mengatakan 23 janji itu diterjemahkan dengan 150 program dan dikembangkan lebih dari 1.000 kegiatan. Di sinilah, Anies kemudian mengungkit ada seseorang yang masih punya kontrak politik di Jakarta tapi tidak diteruskan.
“Tentu dilaksanakan di Jakarta semua janji-janji. Bahkan ada yang punya kontrak politik kemudian tidak diteruskan di Jakarta, bagian kami yang meneruskannya Prof Zuhro, karena yang bersangkutan tidak lagi di Jakarta,” pungkasnya.
Siapa yang disebutkan Anies tidak menjalani kontrak politik ini sangat terang dan jelas. Pastinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hanya dua tahun menjabat, sebelum mengikuti Pilpres 2014 dan menang. Artinya, Jokowi meninggalkan masa jabatannya di tengah jalan dan diteruskan wakilnya Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Ahok melanjutkan dengan kader PDIP lainnya, Djarod Saiful Hidayat.
Memang, Anies tak menyebut nama, tapi hal itu dapat diterjemahkan dengan mudah. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menanggapi pernyataan Anies terkait seseorang yang punya kontrak politik di DKI tetapi tidak diteruskan. Mardani menyebut sosok yang dimaksud itu hanya Anies yang tahu, tetapi ia menyinggung Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Jokowi. “Mas Anies yang tahu. Tapi, Pak Jokowi memang cuma dua tahun di Jakarta. Tapi momentum memang kuat saat itu ke Pak Jokowi,” kata Mardani.
Mardani mengatakan politik adalah sebuah pilihan apakah akan berkomitmen pada janji atau sebaliknya. Ia mengatakan rakyat bisa menilai rekam jejak dari setiap pemimpin. “Politik itu memang pilihan, jaga janji atau ambil momentum. Tapi apapun, sejarah akan mencatat semua pimpinan bisa dengan tinta emas atau tinta hitam yang kelam,” tutur Mardani.
Komentar