Oleh: Reviandi
DUET Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo, entah siapa yang jadi calon Presiden dan wakil Presiden, bukanlah isu baru. Sejak lama, dua pentolan yang sering bergantian merajai survei banyak lembaga ini amat sering dipasangkan. Sayang, dua kekuatan besar di belakang mereka membuatnya tak mudah. Meski banyak yang menyebut, pasangan ini maju, auto (otomatis) memang Pilpres.
Bahkan, keinginan duet ini masih terlontar dari mulut Prabowo saat diwawancarai oleh Najwa Shihab beberapa bulan lalu di acara Mata Najwa. Tapi, pastinya Prabowo meminta Ganjar menjadi wakilnya, bukan sebaliknya. Meski dia tahu, itu hal yang berat, karena Gerindra sampai hari ini masih dianggap partai yang berada di bawah PDIP dari beragam survei pula.
Anggota Dewan Pembina Gerindra Andre Rosiade pernah menyebutkan, duet Prabowo-Ganjar tidak mustahil terjadi. Tapi, Capresnya harus Prabowo, dan Ganjar menjadi Cawapres. Mengingat usia Prabowo yang sudah 72 tahun, sementara Ganjar baru 54 tahun. Prabowo pun disebut hanya akan menjabat Presiden satu periode saja.
Alasan itu sangat logis, karena ini adalah Pilpres keempat yang akan diikuti oleh Prabowo. Dia pernah mengikuti Pilpres 2009 menjadi calon Wakil Presidennya Megawati dan kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)–Boediono. 2014 menggandeng Cawapres Hatta Rajasa, kalah dari Joko Widodo–Jusuf Kalla dan 2019 berpasangan dengan Cawapres Sandiaga Uno, kalah dari Jokowi-Ma’ruf Amin.
2024, kemungkinan akan menjadi Pilpres terakhir bagi Prabowo, terlepas menang atau kalah. Jika Ganjar yang sudah dideklarasikan PDIP sebagai Capres pada 21 April 2023 lalu mau ‘mengalah’ niscaya 2029 tak akan ada hambatan baginya menuju RI 1. Dia pun berpeluang berkuasa selama 15 tahun, dengan rincian lima tahun Wapres, dan 10 tahun Presiden.
Prabowo dalam beberapa kesempatan juga menyebut, dia maju karena masih banyaknya dukungan dari berbagai pihak. Meski dia sadar dengan usia yang tak muda lagi, paling tidak dia menyadari 2024 adalah kesempatan terakhirnya. Karena itu pulalah dia kemungkinan mau bergabung dengan Jokowi dan menerima mandat menjadi Menteri Pertahanan.
Menerima jabatan Menhan, Prabowo juga harus bersedia jadi ‘anak buah’ Menkopolhukam Mahfud MD. Hal ini diakui sendiri oleh Mahfud yang awalnya merasa sungkan menjadi atasannya Prabowo. Namun, Mahfud menjadi nyaman ketika dia mengetahui bagaimana sikap Prabowo yang merasa tak lebih hebat dan senior dari Mahfud. Padahal, Prabowo adalah purnawirawan TNI dan berumur jauh di atasnya. Mahfud sendiri hari ini masih berusia 66 tahun.
Melihat situasi hari ini, sebenarnya kader-kader PDIP juga mulai banyak yang merapat kepada Prabowo, seperti Efendi Simbolon dan Budiman Sudjadmiko. Meski mereka ditegur dan disanksi PDIP, tapi kedigdayaan Prabowo memang sukar ditepis. Saat ini lebih banyak lembaga survei yang menjagokan Prabowo ketimbang Ganjar. Bahkan, semua lembaga ‘sepakat’ jika terjadi head to head atau putaran kedua, Prabowo pasti menang. Baik lawan Ganjar atau Anies.
Satu yang menjadi penghalang duet Capres-Cawapres Prabowo-Ganjar adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Mega sepertinya belum rela kalau PDIP menyerahkan puncak kekuasaan negara yang sudah 9 tahun dipegang partainya diserahkan ke partai lain. Meski PDIP tetap menjadi bagian dengan menjadi Wakil Presiden.
Belum juga ada keterangan Mega yang mengizinkan Ganjar menjadikan Prabowo sebagai Cawapresnya. Sama seperti yang dilakukannya 2009 lalu. Tapi banyak yang berspekulasi, jika Prabowo setuju, Megawati dipatikan akan menyetujuinya. Dan terus mempersiapkan putrinya Puan Maharani untuk menjadi Cawapres 2029 mendatang. Karena Puan yang sudah diendors sejak lima tahun terakhir, belum mendapatkan elektoral apa-apa jelang 2024.
Tapi, jika pun Megawati mau menjadikan Prabowo Cawapresnya Ganjar, dipastikan Prabowo, Gerindra dan koalisinya tidak akan bersedia. Karena, Prabowo sepertinya sudah ‘harga mati’ menjadi Capres, bukan wakil. Lagipula, banyak pihak yang menyebut, saat ini adalah waktunya Megawati menepati janjinya terkait perjanjian batu tulis 2009.