Oleh: Reviandi
Setahun sudah, Martinus Dahlan menjadi Pejabat (Pj) Bupati Kepulauan Mentawai. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mentawai Martinus itu ditetapkan dan dilantik sebagai Pj Bupati pada 22 Mei 2022. Dia menggantikan Bupati Yudas Sabaggalet, yang telah habis masa jabatannya untuk periode 2017-2022.
Gubernur Sumbar Mahyeldi yang melantik hari itu berpesan kepada Martinus melanjutkan capaian program-program pembangunan untuk kemajuan daerah yang telah dilakukan oleh Bupati sebelumnya. Seperti peningkatan kualitas tenaga pendidikan, pembangunan jalan trans Mentawai, program beasiswa pendidikan, keberhasilan dalam mengendalikan inflasi dan keberhasilan dalam menangani kasus Covid-19.
Setahun bertugas, ternyata SK Pj Bupati itu telah habis, karena berlaku hanya satu tahun. Kini Pemprov Sumbar harus mempersiapkan surat tugas untuk Pelaksana Harian (Plh) Bupati Mentawai karena SK Pj Bupati dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) belum diterima hingga saat ini. Apakah kerja Martinus Dahlan diperpanjang atau digantikan oleh Pj yang baru.
Selain Kepulauan Mentawai, hari ini di Sumbar juga ada Pj Wali Kota Payakumbuh. Gubernur Mahyeldi melantik dan mengambil sumpah jabatan Rida Ananda sebagai Pj Wali Kota Payakumbuh menggantikan Riza Falepi yang habis masa jabatannya sebagai Wali Kota pada 23 September 2022.
Selama bertugas, baik Martinus ataupun Rida dapat dikatakan bekerja dengan baik. Bahkan tak kalah kelasnya dari orang yang digantikannya, Yudas dan Riza yang keduanya telah dua periode menjabat. Tak ada terdengar penolakan atau perlawanan dari rakyatnya saat kedua birokrat senior ini menjabat. Maklum, Martinus dan Rida adalah Sekda di daerahnya masing-masing.
Dalam waktu dekat, tiga kepala daerah lainnya di Sumbar akan mengakhiri masa jabatan mereka. Yaitu Wali Kota Sawahlunto Deri Asta dan Wakil Wali Kota Zohirin Sayuti akan berakhir 17 September 2023. Selanjutnya Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pariaman Genius Umar dan Mardison Mahyuddin dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangpanjang Fadly Amran dan Asrul 9 Oktober 2023.
Sementara Wali Kota Padang Hendri Septa dan Ekos Albar akan mengakhiri masa jabatan mereka 13 Mei 2024. Meski Hendri Septa baru dilantik 17 April 2021 dan Eko Albar beberapa hari yang lalu, namun masa jabatan mereka tetap dihitung sejak pelantikan Wali Kota Padang Mahyeldi dan Wawako Hendri Septa 13 Mei 2019.
Setelah para kepala daerah ini mengakhiri masa jabatannya, tentu Kemendagri dan Pemprov Sumbar akan kembali menunjuk Pj. Karena Pilkada serentak baru akan dilaksanakan November 2024. Hanya para kepala daerah hasil Pilkada serentak 2020-lah yang masih akan menjabat sampai saat itu. Meski pernah ada gugatan warga Jakarta untuk menambah masa jabatan pejabat yang berakhir sebelum 2024. Begitu juga dengan masa jabatan hasil Pilkada 2020 berakhir November 2024, meski tak cukup lima tahun.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XIX/2021, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XX/2022 telah mempertimbangkan secara komprehensif konstitusionalitas ketentuan peralihan menuju Pilkada Serentak Secara Nasional Tahun 2024. Dengan demikian, kata MK, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma sebagaimana didalilkan oleh para pemohon.
Artinya, jelang Pilkada serentak November 2024, akan ada enam Pj kepala daerah bertugas di Sumbar. Yaitu Kepulauan Mentawai, Payakumbuh, Sawahlunto, Padangpanjang, Pariaman dan Kota Padang. Mereka akan menunjukkan kinerja sebagai kepala daerah, bersanding dengan pejabat hasil Pilkada langsung yang berjumlah 13 Kabupaten/Kota dan satu Provinsi.
Artinya, sampai 2024 kita bisa melihat dan meninjau bagaimana kinerja para Pj Bupati atau Wali Kota ini. Mereka bekerja tanpa wakil, bahkan tanpa Sekda. Karena mayoritas yang menjadi Pj adalah Sekda. Karena dianggap sangat memahami persoalan daerah dan punya pengalaman dan ilmu yang mumpuni sebagai pejabat. Tak hanya orang yang terkenal, banyak uang dan mendapat dukungan partai politik.
Apalagi, para Pj bukanlah orang yang kembali dari “perang” mencari dukungan dan suara yang bernama Pilkada. Pj tak perlu keluar uang untuk mendapatkan partai, suara, tim sukses sampai dana saksi-saksi di tempat pemungutan suara (TPS). Bahkan tak perlu alat perada kampanye dari poster, baliho sampai bilboar besar di pinggir jalan atau di tengah kota. Belum lagi gugat menggugat yang berlarut-larut ke MK.
Pj Bupati pastinya bukan orang yang harus “pulang modal” setelah pertempuran Pilkada yang menghabiskan energi dan amunisi. Namun harus orang yang punya pengalaman baik di pemerintahan, dan punya track record yang baik secara kepemimpinan. Meski ada juga yang disebut menjadi Pj karena kedekatan dengan orang-orang tertentu di tingkat pusat dan Provinsi bagi Pj Kabupaten dan Kota.
Sampai hari ini, tidak banyak terdengar Pj atau Plh kepala daerah yang ditangkap atau terkena kasus. Mungkin yang baru terdengar KPK mencekal Pelaksana harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna agar tidak pergi ke luar negeri untuk mempermudah proses pemeriksaan dalam kasus tersebut. Dia dikait-kaitkan dengan kasus suap yang menjerat Wali Kota Bandung Yana Mulyana yang ditangkap KPK 14 April 2023.
Sebelumnya, KPK pernah mewanti-wanti Kemendagri sebelum menetapkan mengisi 272 penjabat atau Pj yang menggantikan kepala daerah dalam Pilkada serentak 2024 rentan disalahgunakan. Karena, proses pengisian Pj tersebut rentan dikorupsi. Diduga bisa menjadi ajang transaksi yang rentan terjadinya praktik-praktik korupsi.
Kini, para Pj itu sudah bekerja layaknya kepala daerah hasil Pilkada. Yang pasti, Pj harus lebih hebat dari Gubernur, Wako atau Bupati hasil pilihan rakyat. Jangan sampai, Pj yang ditetapkan malah bikin amburadul daerah. Atau malah membuat program-program aneh dan menjadi polemik sampai keresahan publik.
Untuk hal itu, Kemendagri telah mengantisipasi dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 70 Tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Bagi Daerah Dengan Masa Jabatan Kepala Daerah Berakhir Tahun 2022, telah diamanatkan kepada Daerah yang habis masa jabatan Kepala Daerahnya tahun 2022, agar menyusun dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026.
Kita nikmati sajalah bagaimana para Pj kepala daerah itu bekerja. Kalau mereka memang lebih baik, apalagi lebih hebat dari yang dipilih dalam Pilkada, tentu bisa menjadi pembanding. Filsuf Amerika Erich Fromm pernah menyebut, “Di masa lalu, pemimpin adalah bos. Namun kini, pemimpin harus menjadi partner bagi mereka yang dipimpin. Pemimpin tak lagi bisa memimpin hanya berdasarkan kekuasaan struktural belaka.” Terserah saja, kepala daerah tunjukan pusat atau hasil Pilkada, yang jelas mereka harus hebat dan prorakyat. (Wartawan Utama)