Kapan Mencoblos?

Oleh: Reviandi (Wartawan Utama)

TERNYATA masih banyak yang belum tahu, kapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak itu dilakukan – terutama hari H pencoblosan. Dari sejumlah warga yang diwawancarai sepanjang pekan ini, tak sampai 10 persennya yang mengaku tahu 23 September 2020 adalah waktu menuju bilik suara, menentukan siapa Gubernur Sumbar 2021-2024.

Tak ayal, hal ini bertolak belakang dengan semakin menghangatnya isu Pilkada dan orang-orang yang disebut akan muncul sebagai calon peserta. Mungkin, karena para calon sibuk pencitraan, partai politik sibuk saling lobi koalisi, dan KPU masih dipusingkan dengan persoalan anggaran, serta para pelaku Pilkada itu sendiri. Seperti perekrutan panitia pemilihan kecamatan (PPK) sampai petugas di tempat pemungutan suara (TPS).

Dengan sisa waktu 8 bulan lagi, tentunya sosialisasi Pilgub dan Pilwako/Pilbup harus diperkuat lagi. Kalau tidak, cita-cita untuk mendapatkan partisipasi pemilih mencapai 70 persen saja akan amburadul. Karena, partisipasi pemilih Pilgub 2015 terakhir hanya 58,56 persen saja. Sungguh, persentase yang memiriskan untuk alek yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp100 miliar.

Rendahnya partisipasi itu, tentu membuat KPU sebagai ujung tombak harus bekerja keras untuk menyampaikan isu Pilkada ini kepada khalayak ramai. Karena, pasangan calon atau partai politik tentu tak bisa diandalkan. Mereka tentu akan lebih cenderung menyampaikan informasi itu kepada basis-basis suara, agar maksimal dalam pengumpulan persentase. Basis lawan, biarlah lawan itu sendiri yang melakukan – itupun kalau terdeteksi dan ada dananya.

Dengan “modal” mencapai Rp130 miliar, tentunya KPU Sumbar harus bekerja cerdas untuk meyosialisasikannya. Menggandeng Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota – tepatnya OPD Kesbangpolinmas dan sejenisnya untuk sosialisasi dirasakan sangat penting. Kalau perlu, buatkan kesepakatan untuk meminjam semua alat sosialisasi pemerintah daerah itu untuk menyampaikan informasi, kapan mencoblos.

Karena, berkaca pada target partisipasi pemilih mencapai 77,5 persen itu, tentu akan sangat mustahil kalau hanya “bersolo” kerja saja. Dari catatan kami di POSMETRO, partisipasi pemilih Pilgub 2010 sudah di angka 63,62 persen. Artinya, terjadi penurunan yang signifikan pada 2015 lalu, saat yang bertarung adalah dua sahabat Irwan Prayitno (Nasrul Abit) dan Muslim Kasim (Fauzi Bahar).

Pada Pilgub perdana Sumbar 2005 yang dimenangkan pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman, persentase partisipasi pemilih juga sudah di angka 63.72 persen. Angka itu, tentu menjadi acuan dasar, sebagai tonggak awal Pilkada serentak digelar di Sumbar. Bahkan, pemilih pada Pileg 2009 yang terjadi empat tahun setelah Pilgub, partisipasi mencapai 70,46 persen. Disusul partisipasi Pilpres yang terus naik mencapai 71,10 persen.

Sebenarnya, ada kabar baik dan buruk bagi penyelenggara di Sumbar soal partisipasi ni, yaitu Pilpres dan Pileg 2019 yang digelar serentak. Terjadi lonjakan signifikan pemilih yang mendatangi TPS di tahun politik yang membuat masyarakat Indonesia terbelah menjadi 01 dan 02 ini. Di Sumbar partisipasi pemilih Pileg 2019 mencapai 79,6 persen,sementara partisipasi Pilpres 78,9 persen. Bahkan, di sejumlah Kabupaten/Kota ada yang mencapai hampir 90 persen.

Kabar baiknya, partisipasi tinggi itu menyatakan, masyarakat Sumbar masih percaya dengan “pemilu-pemiluan” ini. Berlangsung setiap 2 atau 3 tahun sekali, mereka masih tetap mau datang ke TPS. Kabar buruknya, tentu magnitud Pilpres tak bisa disamakan dengan Pilgub Sumbar. Kembali lagi, memang harus bersama-sama membuat mayoritas masyarakat tahu, 23 September 2020 adalah waktu pemilihan. Sementara tugas para calon adalah memastikan, masyarakat tahu visi dan misi mereka yang maju. (*)

Exit mobile version