KPU Didesak Implementasikan Putusan MA Setelah Pilkada 2024

DISKUSI— Suasana diskusi Pilkada Damai 2024 yang diselenggarakan di Hall Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (5/6).

JAKARTA, METRO–Komisi Pemilihan Umum didesak untuk meng­im­plementasikan putusan Mahkamah Agung terkait batas waktu penghitungan usia bakal calon ke­pala daerah setelah Pil­kada 2024. Hal itu demi keadilan dan kepastian hukum me­ng­ingat tahapan pencalonan kepala daerah sudah berjalan.

Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan De­mo­krasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, putusan MA harus dihormati dan ditindaklanjuti oleh KPU. Namun, dalam implementasinya harus memperhatikan tahapan pemilu yang sudah berjalan untuk memastikan terselenggaranya pilkada yang demokratis dan ber­kepastian hukum.

“Implementasinya ti­dak bisa pada 2024 karena tahapan pencalonan sudah berproses. Pasangan calon perseorangan bahkan su­dah menyerahkan syarat dukungan,” kata Titi saat menjadi pembicara dalam diskusi Pilkada Damai 2024 yang diselenggarakan di Hall Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (5/6).

Hadir pula sebagai pem­­bicara Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Dian­­toro, anggota KPU RI August Mellaz, dan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Hendry Ch Bangun.

Pada Rabu (29/5), MA mengabulkan permohonan Partai Garda Republik Indonesia (Garuda) terkait aturan batas minimal usia pencalonan gubernur dan wakil gubernur, yaitu berusia 30 tahun. Hal itu tertuang dalam putusan nomor 23 P/HUM/2024. Ketua majelis yang memutus adalah Yulius dengan anggota majelis Cerah Bangun. Putusan telah ditampilkan di laman resmi MA.

MA menyatakan Pasal 4 Ayat (1) Huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Dengan putusan itu, MA mengubah ketentuan dari yang semula calon gubernur dan calon gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung “sejak penetapan pasangan calon” menjadi “sejak pelantikan pasangan calon terpilih”.

Menurut Titi, apabila penetapan calon terpilih dalam Pilkada 2024 dilakukan sesuai dengan putusan MA, maka tidak ada kepastian hukum. “Kita tidak pernah tahu, penetapan calon terpilih itu kapan? Tidak ada aturan yang jelas. Kalau tidak ada sengketa, tiga hari setelah terpilih bisa diusulkan dilantik. Tetapi, kalau ada sengketa, berproses dulu,” katanya.

Mengingat tidak adanya kepastian kapan pelantikan pasangan calon terpilih, menurut Titi, putusan MA tidak bisa dieksekusi begitu saja. KPU diminta menunda implementasi aturan itu setelah Pilkada 2024.

“Dalam mengakomodasi putusan MA, KPU ha­rus memperhatikan ke­rang­ka waktu tahapan pil­kada dan memperhatikan relevansi dengan aturan-aturan lain yang berkai­tan,” ujar Titi.

Menanggapi pernya­taan Titi, anggota KPU RI August Mellaz mengatakan, sampai sekarang KPU masih berkoordinasi untuk mencabut Pasal 4 Ayat (1) Huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Ia menjelaskan, saat ini proses harmonisasi aturan dalam PKPU masih berlangsung. “Setiap peraturan perlu dilihat kesesuaian dengan undang-undang, harus dilihat kesesuaian dimensi administrasinya,” katanya.

August menampik bahwa putusan MA dibuat untuk mengakomodasi putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, maju dalam Pilkada DKI Jakarta.

“Kami tidak akan masuk ke wilayah sana. Putusan itu berasal dari pembagian kekuasaan lain, yaitu yudikatif. KPU punya prinsip untuk memegang teguh aturan. Kami menghormati lembaga dan struktur kenegaraan di Indonesia,” kata August.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Lolly Suhenty, menegaskan, pihaknya menghormati proses yang berjalan. Bawaslu menghormati putusan MA dan menunggu tindak lanjut dari KPU. “Keputusan MA ini sedang disinkronisasi dan diadopsi oleh KPU ke PKPU. Kami tunggu prosesnya,” katanya.

Sama seperti August, Lolly juga menampik bahwa putusan MA dibuat untuk kepentingan politik Kae­sang Pangarep. “Da­lam konteks ini, pengawa­san tidak boleh tebang pilih. Siapa pun mereka yang maju pencalonan, tentu pe­ngawasan Bawaslu sa­ma dan tidak tebang pilih. Bukan kapasistas Bawaslu mengomentari putusan MA,” ujarnya. (jpg)

Exit mobile version