Kritik Revisi UU Kementerian Negara, Perludem: Elitis untuk Menjamin Bagi-bagi Kue Gerbong Pilpres

Titi Anggraini Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

JAKARTA, METRO–Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dinilai kental dengan nuansa politis. Revisi UU Kementerian Negara itu dinilai hanya untuk mengakomodir kepentingan politik Pilpres 2024.

Perihal itu dinilai terlihat jelas, dari dihapusnya bleid jumlah Kementerian Negara, yang semula da­lamPasal 15 mengatur ketentuan jumlah kementerian maksimal 34 kemen­te­­rian, untuk diusulkan agar presiden dapat menetapkan jumlah kementerian sesuai kebutuhan.

“Sulit membantah bahwa revisi RUU Kementerian Negara punya motif untuk memfasilitasi akomodasi politik ekses Pilpres 2024. Apalagi banyak RUU prioritas yang sudah terhambat penyelesaiannya sejak lama, justru tidak kunjung dituntaskan,” kata Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Minggu (19/5).

“Misalnya, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Ma­sya­rakat Hukum Adat,” sam­bung­nya.

Titi menduga, fokus pem­­bahasan RUU Kementerian Negara bukan pada efektivitas kinerja presiden terpilih. Namun, hanya pada penambahan jumlah kementerian.

“Pembahasan yang ter­gesa-gesa dan terkesan elitis memperkuat anasir bahwa RUU ini memang un­tuk menjamin bagi-bagi kue untuk gerbong pilpres,­” ucap Titi.

Akademisi Universitas Indonesia (UI) ini mem­perta­nyakan urgensi atau pen­­tingnya DPR RI menye­ge­rakan Revisi UU Kementerian Negara. Se­bab, selain hanya menambah jumlah kementerian, konsekuensinya beban ne­gara juga akan semakin ber­tambah.

“Konsekuensinya pasti pada beban negara yang ma­­kin bertambah dan mem­­pengaruhi pos pelayanan publik, serta tantangan efektivitas birokrasi yang potensial makin kompleks,” cetus Titi.

Badan Legislatif (Baleg) DPR sebelumnya menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Ne­gara, menjadi usul inisiatif DPR. Kesepakatan ini diambil dalam rapat pleno pengambilan keputusan atas hasil penyusunan RUU ten­tang Kementerian Ne­gara, di gedung DPR, kom­pleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5).

“RUU Kementerian dapat diajukan sebagai RUU usul inisiatif DPR RI. Namun demikian, Panja me­nye­rahkan keputusan kepada pleno apakah RUU yang telah dihasilkan oleh Panja dapat diterima,” kata Ketua Panja RUU Kementerian Negara, Achamd Bai­dowi dalam rapat pleno Baleg DPR RI.

Selanjutnya, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas meminta persetujuan anggota Baleg atas laporan Panja tersebut. “Laporan Panja bisa kita terima?,” tanya Supratman. “Diterima,” jawab seluruh peserta rapat yang dilanjutkan ketu palu oleh Supratman.

Dalam rapat pleno itu, Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Baidowi alias Awiek mengungkapkan tiga poin revisi Undang-undang nomor Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Ne­gara.

“Materi muatan RUU Perubahan Kementerian Negara yang telah diputuskan secara musyawarah mufakat yaitu sebagai beri­kut: pertama, penjelasan Pasal 10 dihapus; kedua perubahan Pasal 15; dan penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan­(un­dang-undang di Ketentuan Penutup,” papar Awiek.

Sementara, Pasal 15 RUU tentang Kementerian Ne­gara menyebutkan, ‘jum­lah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 dite­tapkan sesuai dengan ke­bu­tuhan Presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan’.

Sebagaimana ketentuan dalam konstitusi, lanjut Awiek, dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, pre­siden dibantu oleh men­­teri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Menteri-menteri negara tersebut membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang pembentukan, pengubahan, dan pem­­bubaran kementeriannya diatur dalam Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Ne­gara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ini bertujuan untuk memudahkan Presiden dalam menyusun kementerian negara karena secara jelas dan tegas mengatur kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian negara sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi serta kebutuhan Presiden dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, demokratis, dan juga efektif,” pungkas Awiek. (jpg)

Exit mobile version