Mayoritas Masyarakat Terima Hasil Pilpres, Gugatan ke MK Jangan untuk Cari Kambing Hitam

PAPARAN— Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa saat paparan surveinya di Kantor LSI Denny JA, Jakarta Timur, Jumat (22/3).

JAKARTA, METRO–Hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan mayoritas ma­­sya­rakat sebanyak 89,9 persen menerima hasil keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengumumkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang di Pilpres 2024 dengan sekali putaran.

Peneliti senior LSI Denny JA, Ardian Sopa mengatakan, penerimaan masya­ra­­kat luas itu sudah seha­rus­nya juga dapat dite­rima oleh elite politik atau pa­ra kandidat yang kalah baik itu kubu 01, Anies Bas­wedan – Muhaimin Iskan­dar maupun pasangan no­mor urut 03, Ganjar Pra­bowo – Mahfud MD.

Sebab menurut Ardian, meskipun melaporkan du­gaan kecurangan ke Mahkamah Konstitusi (MK) me­rupakan hak konstitusional, namun hal itu dinilai me­lawan logika mayoritas ma­syarakat, hanya mencari kambing hitam atas ke­kalahan dan tidak kesatria me­nga­kui keunggulan lawan.

“Menggugat ke MK adalah hak konstitusional dan cara yang legal. Akan tetapi jangan sampai langkah ke MK ditempuh hanya sebagai bentuk “pertanggungjawaban” kandidat atau timses atas kekalahan yang diderita yang men­cari kambing hitam,” ujar Ardian, Selasa (26/3).

Mengacu pada data ha­sil survei, Ardian mema­par­­kan dari mayoritas yang setuju hasil rekapitulasi KPU sebesar 89,9 persen ada temuan menarik ketika di-breakdown di ma­na pemilih Ganjar-Mahfud menerima hasil pemilu sebesar 90,3 persen, Anies-Muhai­min setuju 79,9 persen dan pemilih Prabowo-Gibran menerima 93,8 persen.

Dari situ terlihat kata Ardian, ada perbedaan pandangan antara elite parpol atau capres-cawa­pres dengan para pemilih ma­sing-masing kandidat yang kalah.

“Pemilih masing-masing kandidat yang kalah, mayoritas sudah menerima keputusan KPU, jika terus “ngoyo” bisa dilihat juga sebagai salah satu sikap tidak kesatria menerima kekalahan,” ucapnya.

Ardian khawatir jika terus menerus tidak mau menerima dengan tuduhan KPU melakukan kecurangan, bukannya men­dapat dukung dari masya­ra­kat malah sebalik­nya mendapatkan sentimen negatif dari masyara­kat.

“Tidak berkesesuaian dengan suara mayoritas publik. Jika terus bertindak ngoyo dan keras, bukan simpati yang akan diterima publik, malah bisa menjadi sentimen negatif dari publik,” ucapnya.

Lanjut Ardian memprediksi persidangan gugatan pemilu akan sulit dibuktikan, karena hasil Pilpres 2024 sendiri sudah sesuai dengan kehendak rakyat.

“Dengan adanya perbedaan logika publik dan elite yang menggugat ke MK dengan ngoyo tentu akan sulit mengumpulkan bukti-bukti, padahal bukti-bukti ada di publik,” jelasnya.

Ardian mengingatkan sikap ngotot kandidat yang tidak mau menerima ke­ka­lahan akan diingat oleh publik dan akan menjadi pre­seden buruk ketika ma­ju lagi pada pilpres berikutnya.

Ardian menyarankan lebih baik legowo menerima hasil pilpres karena hal itu akan mendatangkan simpati dari publik dan berbenah untuk mempersiapkan diri kembali berkontestasi 5 tahun mendatang.

“Semakin lama juga sentimen publik jika akan negatif, karena statemen kecurangan, harus di ulang dan sebagainya, lebih baik siap-siap untuk pilpres 2029, hanya tinggal 5 tahun lagi,” tukasnya.

Sebelumnya diketahui, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA melakukan survei mengenai keputusan KPU terkait hasil Pemilu 2024. Hasilnya, 89,8 persen publik akan menyetujui keputusan KPU.

Survei dilakukan pada 1 hingga 15 Maret 2024 dengan metodologi multistage random sampling. Margin of error survei +- 2,9 persen. Responden survei berjumlah 1.200. Teknik pengumpulan data dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner.

Responden diberikan per­tanyaan, ‘Jika nanti KPU memutuskan pasangan Pra­bowo-Gibran menang satu pu­taran, apakah Ibu/Bapak akan setuju atau tidak setuju?’. Setuju keputusan KPU se­banyak 89,8 persen, tidak se­tuju sebanyak 9,3 persen dan tidak tahu/jawab 0,9 persen. (jpg)

 

Exit mobile version