KPU Kantongi Izin Gelar Coblosan Ulang di Kuala Lumpur 10 Maret

JAKARTA, METRO–Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkap pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia telah memperoleh izin. KPU menegaskan pemerintah Malaysia mendukung dan memfasilitasi pelaksanaan PSU.

“(Kemarin), KPU RI sudah bertemu dengan penjabat Kementerian Luar Negeri Malaysia beserta pejabat di Kepolisian Diraja Malaysia dan kementrian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri Malaysia. Alhamdulillah sangat support dan fasilitatif atas rencana penyelenggaraan PSU di Kuala Lumpur,” kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik saat hubungi, Jumat (8/3).

Idham mengatakan dari hasil pertemuan yang digelar Kamis (7/3), pemerintah Malaysia telah mengizinkan pelaksanaan PSU digelar dengan metode kotak suara keliling (KSK) di luar premis atau yurisdiksi Indonesia. PSU sendiri akan digelar dengan dua metode KSK dan TPS pada 10 Maret 2024.

“120 titik KSK sudah diberikan izin dan nanti akan difasilitasi pengamanan juga,” ujarnya.

Rencananya TPSLN akan digelar di Putrajaya World Trade Center. Total ada 22 TPSLN akan menggelar PSU di Kuala Lumpur.

“Insyaallah pada Minggu 10 Maret 2024, PSU di Kuala Lumpur Malaysia dapat diselenggarakan,” tuturnya.

KPU memulai tahapan PSU Kuala Lumpur dengan pemutakhiran daftar pemilih. Total DPT yang akan melaksanakan PSU sebanyak 62.217 pemilih. Jumlah tersebut terdiri dari 42.372 orang pemilih TPS LN dan 19.845 orang pemilih KSK (Kotak Suara Keliling).

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan Malaysia memiliki kebijakan khusus terkait kegiatan politik negara lain yang akan digelar di negaranya. Hasyim mengatakan kebijakan tersebut terkait dengan permohonan izin.

“Ada informasi belakangan ini pemerintah Malaysia membuat guidelines atau protokol atau semacam SOP, bahwa untuk dapat digelar kegiatan politik oleh negara-negara lain di Malaysia, maka harus mengajukan permohonan izin dan sesuai prosedurnya itu,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/3).

Dia menjelaskan jika kegiatan itu digelar dalam premis negara lain, seperti halnya KBRI, KJRI, Wisma Indonesia atau Sekolah Indonesia, permohonan izin disampaikan tiga bulan sebelum kegiatan. Namun, jika kegiatan politik digelar di luar premis, maka permohonan izin harus dilayangkan sejak enam bulan sebelum kegiatan politik itu dilakukan. (*/rom)

Exit mobile version