Oleh: Reviandi
Sampai hari ini, sepertinya bakal calon Presiden yang akan tampil pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 hanya tiga orang saja. Mereka adalah jagoan Gerindra Prabowo Subianto, andalan PDIP Ganjar Pranowo dan usungan Partai NasDem Anies Baswedan. Di luar nama itu, levelnya masih calon wakil Presiden menggantikan Mam’ruf Amin. Itupun kalau abah tak lagi berminat maju, baik Presiden atau wakil.
Jika tiga orang ini benar-benar maju diusung partai atau koalisi partai ke KPU, tentu partai politik pengusung akan diuntungkan. Bagaimana di Sumatra Barat (Sumbar)? Apakah akan ada pengaruhnya, pasti. Misal, Partai Gerindra yang telah memastikan akan mencalonkan Prabowo kembali. Tentu, para pendukungnya, baik yang kader partai atau tidak akan bersorak.
Di Sumbar, Prabowo bukan orang “asing” lagi. Karena sudah dua kali menjadi pemenang mutlak pada Pilpres khusus di Sumbar. Suaranya sangat jauh di atas pesaingnya, Joko Widodo, meski berpasangan dengan sumando Sumbar Jusuf Kalla pada 2014. Apalagi pada 2019, berpasangan dengan Ma’ruf Amin, semakin tertinggal.
Gerindra saat ini tentu akan memanfaatkan maksimal coattail effect atau efek ekor jas dari pencalonan Prabowo. Ibaratnya, kemana Prabowo bergerak, ekor jasnya akan menguntungkan bagi partai yang menaunginya. Begitu juga dengan para Caleg yang bisa berjualan Prabowo untuk mengkatrol elektabilitasnya. Diyakini, Gerindra akan kembali mendapatkan tuah ini. Berpeluang kembali memenangkan pimpinan DPRD di tingkat Provinsi atau Kabupaten dan Kota.
Sebagai partai koalisi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sejatinya juga bisa mendapatkan dampak positif dari Prabowo. Namun sayang, sampai hari ini, kader-kader PKB belum terlihat melakukan sosialisasi Prabowo di Sumbar. Setidaknya, dari berbagai baliho, spanduk, media sosial dan pemberitaan media di Sumbar, belum ada upaya itu.
Mungkin, mereka masih menunggu kepastian, kapan Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dideklarasikan sebagai calon wakil Presiden. Karena itu, mereka masih adem menunggu. Tapi apakah Cak Imin akan menjadi wakil Prabowo, ya belum tentu juga. Banyak survei yang menyebut, Prabowo-Muhaimin kurang digandrungi, di bawah Prabowo-Ganjar, Prabowo-Puan dan lainnya. Jika benar tak jadi Cawapres, tentu kader PKB akan susah di Sumbar.
Sebenarnya, dalam sebuah pertemuan di Kota Padang 2017 lalu, Muhaimin pernah berkata, partainya susah diterima di Sumbar. Juga bila dipaksakan, dia menonjolkan PKB di Sumbar untuk perjuangannya menuju peluang Pilpres. Dia berupaya akan memberikan gagasan atau pemikiran yang kuat untuk orang Sumbar, ketimbang membawa PKB.
Apa yang dikatakan Cak Imin itu tentu harus menjadi catatan penting bagi kader-kader PKB. Mereka harus bergerak agar bisa mendapatkan kursi yang lebih baik di Pileg 2024 mendatang. Mungkin, menjual Prabowo bisa membantu partai yang didirikan Abdurrahman “Gusdur” Wahid ini. Karena kalau menjual Cak Imin atau partainya saja, diprediksi belum mengubah apa-apa.
Namun, sebenarnya kita saat ini mulai melihat, bagaimana kader PKB lebih percaya diri di banding Pemilu sebelum-sebelumnya. Ada yang sampai sudah mendeklarasikan diri dengan berbagai baliho, akan maju sebagai calon anggota DPR RI. Dia adalah, anggota DPRD Sumbar Rico Alviano dari Dapil Sumbar VI yang terdiri dari Kota Sawahlunto, Sijunjung, Dharmasraya, Padangpanjang dan Tanahdatra. Sebenarnya, Rico terbilang agak nekat. 2019 dia hanya memiliki 6.120 suara dari 21.100 suara PKB di Dapil itu. Tapi, itulah politik, semua pasti ada alasannya.
Gerindra-PKB tentu akan memanfaatkan tuah dari Prabowo dan wakilnya nanti. Bagaimana dengan Anies Baswedan, tentu akan berpengaruh kepada Partai NasDem. Setidaknya, euforia pencalonan Anies telah membuat NasDem menggeliat. Semua baliho dan spanduk serta kegiatan terkait Anies awalnya dikebut wakil rakyat dan Bacaleg. Meski akhir-akhir ini sedikit meredup, seiring belum ada kepastiannya pencalonan Anies dan koalisinya dengan PKS dan Demokrat.
Setidaknya, harapan NasDem untuk lebih baik di Sumbar 2024 ada. Karena 2019, partai ini “marasai” dan perolehan suara serta kursinya merosot. Karena dikait-kaitkan dengan dukungan terhadap Ahok pada Pilkada DKI 2017. Disebut salah satu partai “penista” agama dan tidak mendapatkan tempat di Sumbar yang rata-rata mengikuti Gerakan di DKI Jakarta.
Setelah NasDem, tentu calon partai koalisinya, yaitu PKS dan Partai Demokrat. PKS sebenarnya sangat identic dengan Anies, karena dianggap perwakilan PKS saat maju di Pilkada DKI bersama Sandiaga Uno dari Gerindra. Sayang, ketidakpastian koalisi membuat PKS belum bisa menjual Anies. Apalagi di pusat, masih ada desas-desus, PKS akan kembali merapat kepada Prabowo, seperti dua Pilpres sebelumnya.
Andai PKS benar-benar mendukung Anies, diprediksi, efek Capres yang mereka dapat melebihi Partai NasDem. Meski saat ini, NasDem seakan “memonopoli” pencalonan Anies Baswedan. Karena, Anies benar-benar lebih identik dengan partai dakwah itu ketimbang NasDem. Tapi, kita lihat saja, bagaimana dua partai ini berebut efek ekor jas Anies.
Demokrat sebagai calon koalisi yang akan mengusung Anies masih malu-malu untuk menyatakan dukungan kepada Anies. Mereka masih memasang standar, wakil Presiden Anies adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Kalau tidak, bisa-bisa Demokrat malah mendukung Capres lain. Yang jelas, Capres mana yang akan berpengaruh kepada Demokrat saat ini kemungkinan baru AHY. Belum Anies atau yang lainnya.
Capres lainnya, Ganjar Pranowo adalah jagoan PDIP. Banyak yang memprediksi, di akhir-akhir waktu, Megawati akan memberikan restu kepada Ganjar untuk maju. Jika itu terjadi, tentu belum akan menguntungkan bagi PDIP di Sumbar. Karena, Ganjar bukanlah calon Presiden yang diharapkan di Sumbar, setidaknya dari beberapa hasil survei terkini. Sumbar masih area perang Prabowo dan Anies, meski Prabowo masih unggul.
Selain partai yang hanmpir punya Capres, ada beberapa partai lainnya yang masih belum jelas kemana arahnya. Seperti koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggogakan Golkar, PAN dan PPP. Para ketua umumnya masih malu-malu menyatakan diri dan KIB ini seakan-akan disiapkan untuk partai alternatif Ganjar atau Anies. Jadi, belum bisalah mereka jualan Capres, selain memaksakan memaksimalkan sosisliasi para ketum.
Sementara partai-partai baru atau yang 2019 belum memiliki kursi di DPR RI, masih belum ada yang menyatakan diri memastikan dukungan kecuali PSI. PSI katanya sudah cocok ke Ganjar Pranowo. Sementara Perindo, Partai Gelora, PBB, Hanura, Garuda, PKN, Partai Buruh dan Partai Ummat belum tahu arahnya kemana.
Presiden ke-35 Amreika Serikat, John F Kennedy pernah mengatakan “Dalam masa krisis domestic, orang-orang yang memiliki niat baik dan kemurahan hati harus mampu Bersatu terlepas dari partai atau politik.” Intinya, Capres dan Parpol harus memiliki niat baik, membantu Indonesia dalam masa krisis. Kalau tidak, tentu mereka yang akan krisis. (Wartawan Utama)
Komentar