Oleh: Reviandi
Ditangkapnya Menkominfo yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Johnny G Plate karena kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kemenkominfo 2020-2022 menghebohkan. Bahkan, euforia kemenangan Timnas U-22 atas Thailand dan meraih emas yang sudah dinanti sejak 1991 pun sedikit redup. Pandangan mata tertuju pada kasus yang berpotensi merugikan negara sampai Rp8 triliun.
Johnny Plate sebenarnya bukanlah Sekjen NasDem pertama yang ditangkap karena korupsi. Sebelumnya, Sekjen Patrice Rico Capella ditangkap karena kasus suap dari Gubernur Sumatra Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti. Rio diduga menerima gratifikasi terkait proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah badan usaha milik daerah di Provinsi Sumatera Utara oleh Kejaksaan.
Rio Capella kemudian menjadi tersangka kasus ini pada Kamis, 15 Oktober 2015.
Selain Rio Capella, Gatot Pujo dan Evy pun ikut menjadi tersangka. Rio resmi ditahan KPK pada Jumat, 23 Oktober 2015. Rio mengundurkan diri sebagai anggota DPR, anggota Partai NasDem, dan Sekjen Partai NasDem.
Rio Capella menjalani masa hukuman 1 tahun 2 bulan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Mantan anggota DPRD Bengkulu itu menghirup udara bebas 22 Desember 2016. Setelah bebas, Rio mengaku akan tetap berada di jalur politik. “Tetap beraktivitas sebagai politisi, sejarah saya adalah pendiri Partai Nasdem,” ujar Rio yang juga mantan ketua NasDem sebelum diambil alih Surya Paloh.
Brace ditangkapnya Sekjen NasDem ini diprediksi akan membuat elektabilitas partai yang didirikan Surya Paloh itu akan menurun drastis. Juga dapat berpengaruh kepada Calon Presiden pilihan Partai NasDem, Anies Rasyid Baswedan. NasDem adalah partai yang pertama kali mendeklarasikan Anies dan sempat berkeliling Indonesia, sebelum didukung oleh PKS dan Partai Demokrat.
Euforia NasDem-Anies ini juga sempat terdeteksi di Sumbar. Pernah di Kota Padang dan Kabupaten/Kota lainnya di Sumbar, banyak baliho, billboard, sampai spanduk-spanduk Anies dan kader NasDem sangat mendominasi. Juga terlihat dengan ramainya peminat yang mendaftar menjadi calon anggota DPR dan DPRD dari Partai NasDem. Pengurus NasDem Sumbar pernah menyebut, jauh hari sebelum pendaftaran ke KPU, bacaleg NasDem sudah berlebih di 100 persen Dapil, baik Sumbar dan Kabupaten/Kota.
Seakan melupakan apa yang terjadi pada 2019 lalu, saat NasDem benar-benar anjlok dan hancur perolehan suaranya di Sumbar. Salah satunya karena “terperosok” dalam kelompok “partai penista agama” yang dilekatkan pada NasDem. Karena mendukung Basuki Cahaya Purnama atau Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 yang benar-benar “memecah” Indonesia.
Akibatnya, kursi NasDem di DPRD Sumbar tahun 2014 yang awalnya 6 dari 8 Dapil, tinggal 3 saja. Itupun hanya ada di Dapil VI, VII dan VIII yang diduduki olehTaufik Syahrial, Irwan Afriadi danBakri Bakar. Di Kota Padang paling parah, dari empat kursi dan bisa satu fraksi, menyisakan hanya satu orang saja, Osman Ayub dari Dapil Padang V (Nanggalo, Padang Barat dan Padang Utara).
Dukungan Partai NasDem kepada Jokowi dalam Pilpres 2019 juga sangat berpengaruh. Secara nasional memang, NasDem mengalami kenaikan signifikan dalam jumlah suara maupun kursi. Namun di Sumbar, anjlok, karena Jokowi hanya mendapatkan sekitar 15 persen dukungan saja. Selain masalah Ahok dan Jokowi, terjeratnya Rio mantan Sekjen NasDem 2015 juga sempat berpengaruh. Apalagi, kasus ini melibatkan Gubernur Sumut yang cukup dekat dengan Sumbar.




















