Oleh : Reviandi
PARTAI Golongan Karya (Golkar) Sumbar sepertinya tak ingin berdiam diri saat puncak elektabilitas calon Gubernur dipegang Mahyeldi dari PKS, Mulyadi (Demokrat) dan Nasrul Abit (Gerindra). Sebagai partai penuh sejarah dan senior, tak mungkin rasanya Golkar hanya menjadi penonton, bahkan tak “menitipkan” kadernya sebagai calon-calon pemimpin Sumbar 2021-2024.
Musyawarah Daerah (Musda) X Partai Golkar Sumbar melahirkan Anggota DPRD Sumbar Khairunnas sebagai ketua umum. Hal itu cukup mengagetkan, karena sebulan terakhir ada dua nama lain yang disebut bakal mulus sebagai penerus Hendra Irwan Rahim. Keduanya adalah Anggota DPRD Sumbar Benny Utama yang juga ketua DPD Golkar Pasaman, dan Anggota DPR RI asal Sumbar 1 John Kennedy Aziz (JKA).
Keduanya akhirnya tak muncul sebagai kandidat saat Musda dimulai Jumat (6/3) di Hotel Imelda Padang – jauh di ujung Limau Manis Selatan, Pauh sana. JKA malah tampil sebagai pemimpin sidang dan Benny Utama juga tak terlihat mencalonkan diri. Hanya kader senior yang juga bendahara DPD Golkar Sumbar Weno Aulia Durin yang bernyali maju. Weno sebenarnya tak mengapung dari awal, apalagi setelah kalah di Pileg 2019 dari Darul Siska di Dapil Sumbar 1.
Beberapa hari jelang Musda, JKA mengaku mengalah dan memberikan jalan kepada Anas Kilin – sapaan beken Khairunnas maju sebagai Ketum Golkar Sumbar. Dia beralasan, DPP Golkar memintanya tak maju dan memberikan jalan kepada “manusia terbaik” itu – arti nama Khairunnas dalam ejaan Arab. Hal yang sama juga dilakukan Weno jelang pemilihan, mundur dan Khairunnas menjadi calon tunggal atau terpilih aklamasi.
Informasi yang kami dapat dari sumber terpercaya beringin – lambang Golkar yang kerap dijadikan nama lain partai, mundurnya JKA dan Benny Utama adalah dengan alasan yang sama. Ketum DPP Golkar Airlangga Hartarto telah memberikan perintah, siapapun yang akan memimpin DPD Golkar Provinsi – termasuk di Sumbar, harus maju sebagai calon Gubernur atau wakil Gubernur.
Tentunya, hal itu akan berat bagi JKA yang harus meninggalkan posisinya sebagai anggota DPR RI di Senayan. Apalagi, pertarungan calon Gubernur telah mengerucut kepada tiga orang, Mahyeldi, Mulyadi dan NA. Untuk menjadi wakil, rasanya berat bagi JKA yang dikenal di pusat sebagai pengurus DPP Golkar ini. Langkah mundur dari Musda adalah jalan aman baginya, dan mencoba peruntungan 2024 mendatang.
Benny Utama juga harus berpikir ulang jika diminta maju di Pilgub Sumbar 23 September 2020. Meski diprediksi “mudah” memenangkan Pilkada Pasaman, mantan Bupati Pasaman (2010-2015) itu tentu tak ingin gegabah maju sebagai calon Gubernur. Apalagi, dia juga harus mundur sebagai anggota DPRD Sumbar yang belum genap setahun dijalaninya. Mundur dari pencalonan Musda juga langkah tepat dan tetap jadi ketua Golkar Pasaman serta calon Bupati.
Tinggalah lagi Khairunnas yang juga disebut calon kuat Bupati Solok Selatan (Solsel). Meski pernah kalah dua kali dari Muzni Zakaria (2010 dan 2015), kini namanya mentereng di posisi pertama hampir seluruh survei calon Bupati Solsel. Bahkan, Pj Bupati Abdul Rahman yang menggantikan Muzi usai ditahan KPK, masih berada di bawah bayang-bayangnya. Tapi, kenapa Khairunnas memilih langkah berbeda dengan Benny Utama?
Sebenarnya, kuncinya ada pada putra kandung Khairunnas yang juga Ketua DPD Golkar Solok Selatan Zigo Rolanda yang sekarang menjabat ketua DPRD Solsel. Andai saja bertarung dan menang, tentunya akan terjadi sebuah rekor baru di Kabupaten Solsel, bapak Bupati dan anak jadi ketua DPRD. Meski di belahan pulau lain itu biasa, akan sangat janggal kiranya ini terjadi di Sumbar.
Akhirnya, Anas Kilin memilih memberanikan diri menjadi ketua DPD Golkar Sumbar dan bertarung di Pilgub mendatang. Terlepas menang atau kalah, mundur sebagai anggota DPRD Sumbar bukan sebuah hal yang rumit baginya. Toh jabatan ketua DPRD Solsel 2015 juga ditinggalkannya saat maju di Pilkada Solsel yang melagakan Khairunnas-Muzni jilid II. Daripada harus membangun “dinasti” di Solsel, dia memilih bertarung di lapangan lebih besar.
Dengan delapan kursi yang dipunyai Golkar di DPRD Sumbar, tentunya cukup bagi Khairunnas mendapatkan posisi tawar yang baik sebagai calon Gubernur. Karena ada sejumlah partai yang belum “manggarik” di Pilgub Sumbar, meski punya kursi lumayan. PDI Perjuangan dengan 3 kursi dan Partai Nasdem 3 kursi. Andai tiga partai ini bergabung, total 14 kursi sudah melebihi syarat minimal pencalonan 13 kursi.
Tapi, andai koalisi tiga partai yang pada Pilpres 2019 lalu berpihak pada Jokowi-Ma’ruf itu terwujud, maka siapakah yang akan dipasangkan dengan Khairunnas? Mungkin saja Khairunnas-Alex Indra Lukman atau Khairunnas-Syamsu Rahim/Zul Elfian. Menarik untuk ditunggu, apakah ada poros baru yang muncul di tengah “gemerlapnya” jagoan PKS, Demokrat dan Gerindra.
Beberapa waktu setelah Musda Golkar selesai, ada isu yang menyatakan, Khairunnas akan disandingkan dengan Ketua Demokrat Sumbar Ir Mulyadi. Koalisi Demokrat-Golkar ini tentu mengingatkan publik dengan duet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Jusuf Kalla (JK) 2004 silam di Pilpres. Kursinya tentu sudah cukup, Demokrat 10 dan Golkar 8.
Pasangan Mulyadi-Khairunnas sejatinya cukup mewakili banyak sisi, selain Dapil Sumbar I dan II. Mulyadi yang berbasis di Agam dan Bukittinggi, tentu akan disempurnakan oleh Anas Kilin yang berasal dari Solok Raya (Solsel, Kabupaten Solok, Kota Solok, Sawahlunto, Sijunjung, Dharmasraya). Apalagi, siapa yang akan mewakili Solok Raya masih belum muncul sampai hari ini.
Apapun langkah yang diambil Golkar dan Khairunnas di Pilgub mendatang, adalah hal yang sangat patut dicermati bersama. Karena, dengan tampilnya dia sebagai ketua Golkar Sumbar, ada harapan Golkar tak lagi menjadi penonton seperti Pilgub 2010 dan 2015 lalu. Harapan beringin maju dan menang adalah harapan para kader yang sudah menanti 10 tahun. Apalagi, Sumbar pernah menjadi basisnya Golkar meski pascareformasi. Seperti tahun 2014 yang menghantarkan Hendra sebagai ketua DPR Sumbar. Selamat bang Khairunnas. (Wartawan Utama)
