Oleh: Reviandi
Selain isu copras-capres yang kian semrawut, ternyata ada teknologi canggih yang bakal “disisipkan” dalam Pemilu dan Pilpres 2024 mendatang. Atau memang sudah ada di antara kita. Teknologi itu adalah artificial intelligence yang kerap dikenal dengan AI atau kecerdasan buatan.Yaitu sejenis teknologi di bidang ilmu komputer yang memiliki kemampuan khusus untuk memecahkan masalah.
Bagaimana cara AI dimanfaatkan oleh pelaku politik atau partai politik memang belum ada yang bisa menebaknya dengan baik. AI sendiri, masih menjadi pro dan kontra dalam kehidupan sosial manusia. Meski disebutkan bisa menjadi solusi dari berbagai masalah manusia itu sendiri. Namun untuk membantu dalam politik, AI masih dipertanyakan.
Kemungkinan, AI telah disandingkan dengan media sosial (medsos). Biar membuat para politisi lebih mudah memastikan target mereka, dan mengetahui kecenderungan-kecenderungan pemilih. Meski sebenarnya, semua media sosial sudah punya algoritma tersendiri yang juga menggunakan basis AI. Mungkin, AI yang terpakai untuk politik sekarang ini, masih sebatas algoritma medsos.
Para pemain survei, konsultan politik, sampai influencer dan media massa juga akan terdampak karena AI ini. Kemungkinan, secara sembunyi-sembunyi atau tidak langsung, bisa karena media sosial, mereka mennggunakan kecerdasan buatan ini. Untuk sekadar memastikan data-data pemilih, alamat, jenis kelamin dan lainnya, mereka akan melibatkan AI.
Namun yang sekarang seperti mulai “dipaksakan” adalah penggunaan AI bisa menekan ongkos yang dikeluarkan Caleg untuk pemenangan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024. AI dianggap bisa memberikan atau menyuplai data-data yang diperlukan oleh Caleg. Data yang selama ini didapat dengan mahal dari berbagai sumber, seperti konsultan politik, atau konsultan media dan data.
Ketua Umum Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi), Philips Vermonte, dalam acara peluncuran platform konsultasi politik “Pemilu AI”, Kamis (20/7/2023) mengatakan, platform berbasis AI itu diklaim bisa merekomendasikan strategi pemenangan Pemilu yang lebih efektif berdasarkan potensi kemenangan yang diukur dari himpunan data prefrensi pemilih, daftar masalah di suatu wilayah, dan peta potensi suara.
“Itu pasti menurunkan biaya kampanye. Kalau Caleg pakai AI, ia bisa mengontrol timsesnya, dia bergerak ke mana hari ini, apakah sudah menuju ke tempat-tempat yang ditarget, ada geo tagging-nya dan lain-lain, sehingga Caleg ini memang betul-betul bisa mengontrol timnya,” kata Philips.
Sementara, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) disebut-sebut bakal mempertimbangkan menggunakan konsultan politik berbasis AI untuk Pemilu 2024. Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menilai, ini lebih menguntungkan ketimbang menggunakan konsultan politik murah tetapi tanpa rekam jejak yang jelas.
“Kalau saya sih percaya pada big data ketimbang konsultan abal-abal yang enggak punya track record yang cuma karena misalnya dia dosen, atau misalnya dia dari media terus langsung mengklaim bahwa dia bisa jadi konsultan. Konsultan-konsultan profesional, itu miliaran. Ada sihkonsultan yang nawarin biaya yang lebih miring. Cuma itu tadi, dia baru muncul jadi konsultan. Jadi kita enggak tahu nih, kita bayar lebih murah, tapi dapatnya apa,” kata dia.
Misalnya, platform Pemilu AI yang baru saja diluncurkan menawarkan paket konsultasi politik DPRD kabupaten/kota Rp 49 juta, Caleg DPRD provinsi Rp 99 juta, DPR RI Rp 149 juta, dan DPD RI Rp 249 juta. Dengan basis AI, platform ini diklaim akan membuat strategi pemenangan calon lebih hemat waktu, tenaga, dan dana, ketimbang meraba daerah pemilihan (dapil) dengan turun lapangan dan menyewa konsultan politik konvensional.
Platform ini dirancang untuk menganalisis big data, seperti data politik, data sosial ekonomi, data demografi, data profil persona caleg, hingga data media sosial dan media online dari daerah pemilihan. Platform ini menghimpun data suara pemilu legislatif di tiap TPS pada pemilu-pemilu edisi sebelumnya hingga membaca isu di dapil yang ditargetkan berdasarkan pemberitaan.
Apa yang diharapkan oleh Persepsi dan PSI ini ternyata juga telah diakomodir lebih modern lagi oleh Google. Perusahaan besar itu dilaporkan tengah mengembangkan alat berbasis kecerdasan buatan (tools artificial intelligence/AI) yang bisa menulis berita. Tools AI itu disebut-sebut memiliki nama proyek “Genesis”, dan sudah didemonstrasikan ke sejumlah outlet media besar, seperti The New York Times, The Washington Post, dan News Corp (pemilik The Wall Street Journal).
Berdasarkan laporan dari orang-orang yang menyaksikan pitching tersebut, Genesis dapat menyiapkan artikel berita dari data yang diberikan padanya, baik itu peristiwa terkini maupun jenis informasi lainnya. Dirancang sebagai semacam asisten pribadi jurnalis, di mana jurnalis harus memberikan data terlebih dahulu. Kemudian, Genesis akan melakukan otomatisasi dalam penulisan berita berdasarkan data yang diberikan.
Beberapa orang yang melihat demonstrasi cara kerja Genesis menggambarkan bahwa toolsAI ini “meresahkan”. Sebab, Genesis tampak mengabaikan proses menulis yang akurat dan proses menulis berita yang bisa dengan mudah dicerna pembaca. Dari situ, diindikasikan bahwa hasil berita yang ditulis Genesis belum mudah dicerna oleh pembaca.
Meski tak disebutkan alasannya, kemungkinan hal ini jadi karena tools AI Genesis hanya mengandalkan fakta yang dimasukkan (input) oleh jurnalis. Padahal, ketika jurnalis membuat berita, selain menulis fakta, mereka juga perlu memberikan konteks, latar belakang, hingga parafrase untuk istilah awam agar lebih mudah dimengerti pembacanya.
Kemungkian besar, hari ini, tanpa kita ketahui atau tidak, sadar atau tidak, teknoligi AI telah masuk ke semua peradaban, asal terkoneksi dengan internet. Karena, tidak ada lagi yang tidak “dikendalikan” oleh AI. Bahkan, penyusunan foto di HP kita, baik Iphone atau Android, telah dilakukan oleh AI. Kadang, HP tak segan-segan menyampaikan pesan “foto disusun oleh AI.” Yang membuat kita merasa sudah terbantu.
AI, bisa saja membantu kerja-kerja semua elemen yang terlibat dalam Pemilu 2024 ini. Tidak hanya para konsultan saja, tapi juga para penyelenggara Pemilu. KPU sampai Bawaslu dari pusat ke bawah, pastinya akan terbantu dengan AI. Sistem yang bisa menyiapkan data-data yang membantu kerja penyelenggara Pemilu dan Pilpres ini.
Seharusnya, ancaman kehilangan pekerjaannya konsultan politik, analis data, jurnalis, media online sampai influencer yang telah digantikan AI itu masih jauh. Kalau pun kita tidak disebut tidak akan terjadi. Karena, semua akan digantikan digital atau teknologi ini memang susah dibantah. Karena ada yang menyebut, AI akan terus berkembang, sampai berpikiran sama dengan manusia.
Di kalangan jurnalistik, banyak yang percaya, berita yang baik dan hebat tidak akan pernah dihadirkan oleh AI, atau Humas pemerintah. Karena, ada bagian dari jurnalis yang tidak akan pernah bisa dijangkau oleh mereka. AI yang disebutkan bisa membuat berita saja, belum bisa mewawancara. Apalagi menggali hal-hal yang mendalam dan tidak masuk “akal” oleh AI.
Bagi yang masih ragu, ingatlah pesan di jenius Albert Einstein, “Tanda sejati dari kecerdasan adalah bukan pengetahuan tapi imajinasi.” Apakah imajinasi, mimpi dan harapan sudah ada AI-nya? Kita tak ada yang tahu, siapa tahu sudah ada. Jadi, baiknya bersiap untuk kondisi apa pun di masa depan. (Wartawan Utama)
















