“Seharian berada di tengah-tengah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Suliki, di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, merupakan sebuah pengalaman penting dan sangat berharga bagi saya.”
Semangat dan optimisme mereka, memberikan gambaran bahwa Lapas tidak lagi seperti yang dikatakan orang selama ini. Lapas sudah menjadi tempat bimbingan dan pembinaan yang memperhatikan nilai-nilai etika dan kemanusian.
Ketika Rahmah Fajria, S.Sos, Pustakawan Muda Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kab. Lima Puluh Kota, meminta kesediaan saya untuk berbagi kiat dan bimbingan menulis kepada WBP di Lapas Suliki, saya justru balik bertanya. Apakah ini serius?
Sejak belasan tahun menjadi motivator dan instruktur menulis jurnalistik mau pun karya sastra, sudah diikuti puluhan ribu peserta (pelajar, mahasiswa, guru, karyawan Perbankan, Humas dan wartawan), baru kali ini saya diminta untuk berbagai dengan WBP di Lapas.
“Kami ingin memberikan tambahan bekal dan pengalaman kepada WBP, Pak,” kata Nuryati Noy, Ketua Dharmawanita Lapas Suliki, sembari menyebutkan, WBP di Lapas Suliki butuh wadah agar mereka bisa melepaskan kegalauannya, rasagundah gulana, gemuruh yang ada di dada dan pikirannya.
“Semoga ada yang mau pula mendengarkan impian-impianmereka untuk masa masa depan,” kata Kamesworo, Kepala Lapas Kelas III Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota.
Tema yang diusung untuk pelatihan menulis tersebut, sangatlah menggoda. Pena di balik Jeruji, Wujudkan Mimpi. Pelatihan diikuti 40 peserta. Naskah tersebut akan dikemas menjadi sebuah kumpulan kisah para WBP. Kegiatan ini sejalan dengan momentum peringatan Sumpah Pemuda, dilaksanakan Rabu (25/10).
Saat di tengah-tengah WBP memberikan materi, saya sangat bersemangat, sebab keingintahuan mereka terhadap langlah-langkah praktis menulis, sangat luar biasa. Saya berikan motivasi mengapa kita harus menulis. Apa manfaatnya jika seseorang memiliki kemampuan menulis. Bagaimana langkahmemulai menulis. Saya beberkan semua seluk beluknya. Mulai dari mempersiapkan diri, menemukan ide tulisan, bagaimana menghimpun kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf sehingga terciptalah sebuah naskah.
Saya memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya disaat materi diberikan, sehingga tidak harus menunggu saya menyelesaikan materi terlebih dahulu. Saya “diserang” dengan banyak pertanyaan. Apalagi ketika Bunda Literasi Kabupaten Limapuluh Kota Ny Nevi Safaruddin, Kepala Lapas Suliki Kamesworo, Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Limapuluh Kota Radimas S.Pd, anggota DPRD Limapuluh Kota Doni, Pustakawan Muda Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kab Limapuluh Kota Rahmah Fajria S.Sos, memberikan hadiah spontan untuk setiap peserta yang bertanya mau pun menjawab pertanyaan.
Saya tak mau kalah. Sejumlah buku karya saya dan buku lain, memang sengaja saya bawa. Tujuannya untuk dijadikan sebagai hadiah kepada peserta yang aktif, seperti kebiasaan disetiap sesi saya menjadi pemateri pelatihan. Sejumlah buku saya bagikan.
Menariknya ada sejumlah peserta yang bertanya atau menjawab berulang kali, padahal panitia sudah menyampaikan, bagi yang sudah mendapat hadiah, namun masih bertanya atau menjawab, tak diberi hadiah tambahan. Tetapi mereka tak peduli. Mereka masih tetap bertanya dan menjawab. Mereka sangat antusias. Mereka tak mempedulikan hadiah spontan itu lagi. Tak jarang sekali menunjuk empat hingga tujuh orang.
Setelah materi diberi, lalu semua peserta diberi waktu selama 1.5 jam untuk menulis, minimal 700 kata. Lima menit menjelang azan Zuhur, kegiatan dihentikan untuk sementara. Salat berjamaah dulu. Setelah itu, semua WBP apel siang. Dilanjutkan makan bersama. Ketika kembali ke ruang pelatihan, saya memancing mereka.
“Adakah yang sudah selesai tulisannya?”
Sejumlah peserta menjawab dalam versi berbeda. Ada yang mengatakan belum. Ada yang sudah. Saya minta kepada yang belum untuk melanjutkan.
“Bagi yang sudah selesai, siapa yang tampil pertama untuk membacakan naskahnya?” pancing saya.
Ada tiga orang yang mengacungkan tangan. Saya meminta salah satu diantaranya, kemudian duanya lagi saya urut untuk kedua dan ketiga.
Sesi ini sangat meriah. Ada tepuk tangan. Gelak dan tawa. Ada canda yang menimpali satu sama lain. Tulisan yang dibuat sebahagian besar adalah tentang diri si penulis bersangkutan, tetapi juga ada cerita tentang kawan sesama WBP. Ada sisi baik dan agak kurang elok tentang teman yang diceritakan, tetapi teman yang diceritakan justru tertawa terpingkal-pingkal. WBP yang tidak ikut pelatihan, namun mengikuti suasana pelatihan dari balik selnya, memberikan sorakan gemuruh. Mereka tertawa bersama.
Sebuah tulisan diantaranya, menyebutkan terang-terangan nama tokoh dalam kisahnya. Semua tertawa dan memberikan tepuk tangan meriah selama penulisnya membacakan kisah tersebut. Di balik jeruji lain, ada seseorang yang tertawa, begitu pun yang lain.
Kecurigaan saya muncul.