Oleh DR.-ING. RIDHO RAHMADI, M.SC. (Ketua Umum Partai Ummat)
Sudah 78 tahun Indonesia Merdeka. Sebuah usia yang tak lagi bisa disebut muda. Berbagai pencapaian telah diraih. Pembangunan gedung-gedung bertingkat, infrastruktur jalan, jembatan, fasilitas fisik dan sebagainya telah dicapai. Bahkan perkembangan teknologi teranyar pun telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari negeri ini.
Di sisi lain, perkembangan sains dan teknologi telah merambah ke dalam apa yang disebut sebagai Dunia Digital, sebuah wahana dimana suatu keadaan yang berkaitan dengan atau menggunakan komputer atau internet sebagai sarana utamanya.
Perkembangan sains dan teknologi terbaru yang begitu cepat, dalam bidang teknologi informasi khususnya, dalam praktiknya telah menempatkan Indonesia pada posisi kembali terjajah. Keterjajahan yang dimaksud adalah terjajah secara digital yang berdampak ikutan serius bagi Indonesia yang mengancam ekistensi NKRI.
Dampak serius atas keterjajahan digital dapat dikelompokkan dalam 2 kategori: Pertama, terhadap eksistensi warga negara (publik). Kedua, terhadap eksistensi Negara. Atas hal yang pertama, sekurang-kurangnya tampak dalam 5 hal yang saat ini marak di Indonesia, yakni: Dekadensi moral, berupa fenomena flexing, materialistis, dan gaya hidup hedon; serbuan Pornogafi masif, yang berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan (IQ) dan rusaknya moral (EQ) generasi muda Indonesia; maraknya Pinjaman Online; merebaknya candu Judi Online; dan meningkat serta menyebarnya wabah LGBT.
Sementara atas hal terkait dengan eksistensi negara keterjajahan digital berdampak jauh lebih serius, karena terkait langsung dengan ancaman terhadap kelangsungan dan kedaulatan NKRI.
Lebih dari itu, kondisi saat saat ini menempatkan Indonesia berada dalam genggaman Technopolar, suatu keadaan dimana kedaulatan dan pengaruh tidak ditentukan lagi oleh keluasan wilayah fisik atau kekuatan militer, namun dikendalikan oleh siapapun yang menguasai data, server, dan yang terpenting, algoritma.
Komentar