Oleh: Annisatul Faricha (Mahasiswa Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas)
OPINI, POSMETROPADANG.CO.ID – Ketika bicara soal meenyelamatkan bumi, mungkin yang langsung terlintas dibenak kita adalah gambar-gambar satelit tentang pemanasan global, konverensi tingkat tinggi tentang perubahan iklim, atau aksi protes besar-besaran di kota-kota besar. Namun, di balik segala hiruk-pikuk itu, ada upaya sunyi yang sering kali luput dari perhatian. Pernahkah kita berpikir bahwa langkah nyata untuk melindungi planet ini sering kali dimulai dari hal-hal yang sederhana, bahkan dari tangan-tangan warga desa atau komunitas kecil ?
Ya, dibanyak sudut Nusantara, ada begitu banyak komunitas lokal yang sedang sibuk menjaga hutan, laut, dan segala kekayaan alam di sekitarnya. Mereka tidak melakukannya demi pujian atau penghargaan, tetapi karena mereka tahu bahwa alam adalah bagian dari kehidupan mereka. Menariknya, aksi-aksi mereka yang terlihat “biasa saja” justru mulai dilirik dunia sebagai contoh nyata bagaimana kita bisa merawat bumi dengan cara yang dekat dengan hati.
Apa yang mereka lakukan bukan hanya soal menyelamatkan lingkungan, tetapi juga mempertahankan identitas, tradisi, dan nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur. Dari mereka, kita belajar bahwa mencintai alam tidak perlu dimulai dari sesuatu yang rumit. Justru, aksi sederhana yang dilakukan dengan penuh ketulusan sering kali memberikan hasil yang luar biasa.
Ambil contoh masyarakat adat Dayak di Kalimantan. Bagi mereka, hutan bukan sekedar deratan pohon tinggi atau tempat berburu. Hutan adalah “ibu” yang memberi makan, menyediakan obat, dan melindungi dari bencana. Tradisi seperti “mananaman” yang berarti menjaga dan menanam kembali pohon yang telah dilakukan selama berabad-abad. Ketika perusahaan besar datang dengan alat berat untuk membuka lahan, mereka tidak tinggal diam. Mereka mengingatkan bahwa hutan ini bukan milik generasi sekarang, tetapi juga anak-cucu mereka nanti. Berkat perjuangan mereka, banyak hutan adat yang tetap utuh, meski ditengah gempuran deforestasi.
Bergeser ke wilayah pesisir, ada kisah nelayan di Sulawesi yang berhasil menjaga lautnya tetap produktif. Caranya? dengan aturan lokal sederhana: ada zona tertentu yang tidak boleh disentuh selama beberapa waktu. Nelayan ini sadar, kalau mereka menangkap ikan tanpa aturan, laut akan habis dan mereka sendiri yang rugi. Jadi, mereka menetapkan semacam “area istirahat” untuk laut, memberi waktu untuk terumbu karang, dan populasi ikan untuk pulih. Uniknya, sistem ini bahkan mulai diadopsi di negara lain sebagai model pengelolaan laut yang berkelanjutan.
Di Teluk Cendrawasih masyarakat setempat mengadopsi ekowisata berbasis komunitas untuk melingdungi hiu paus, spesies laut yang menjadi daya tarik wisatawan global. Model seperti ini menciptakan manfaat ganda karena menjaga ekosistem dan mendukung ekonomi lokal.