Oleh : Two Efly (Wartawan Ekonomi)
Manjadda wa Jadda (Barang siapa yang bersungguh-sungguh, dia pasti berhasil). Begitulah pepatah Arab kuno mewariskan sebuah ikhtiar untuk menggapai kesuksesan.
Di balik tantangan berat pastilah terbentang sebuah peluang. Begitu juga dengan jalannya dunia usaha. Pandemi yang terjadi selama dua tahun belakangan benar benar mengantarkan negeri ini kedalam kondisi sulit. Ekonomi terjerumus ke jurang Resesi, daya beli masyarakat melorot. Lembaga keuangan dilanda “anomaly” kinerja. Pertumbuhan usaha tidak berjalan ideal. Dana Pihak Ketiga (DPK) bertumbuh lebih dominan dibandingkan pertumbuhan Kredit. Akibatnya, biaya dana terus merangkak naik sedangkan pendapatan terseret turun. Konsekwensinya tentulah Laba Bersih Usaha (LBU) tahun berjalan juga terseret turun.
Itu hukum alam dalam dunia bisnis keuangan. Peristiwa ini terjadi hampir di seluruh negeri. Secara nasional, dua tahun belakangan lembaga keuangan “terjebak” dalam pertumbuhan tak ideal. Growth Dana Pihak Ketiga (DPK) jauh melampai pertumbuhan kredit. Intermediasi perbankan tidaklah berjalan baik. Akibatnya daya ungkit ekonomi nyaris tak bergerak.
Lihatlah data kinerja lembaga keuangan secara nasional hingga Desember 2021. Disparitas antara pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dengan Pertumbuhan Kredit masih terpaut jauh. Secara Growt Dana Pihak Ketiga per 31 Desember tumbuh 12,21 persen sedangkan realisasi Kredit hingga akhir Desember 2021 hanya tumbuh 5,2 persen. Bukankah itu disparitas yang cukup dalam?
Serupa tapi tak Sama
Serupa tapi tak sama. He he he. Begitulah lah realita kinerja lembaga keuangan terkhususnya Perbankan di Sumatera Barat dalam setahun terakhir. Jika perbankan nasional masih terjebak dalam pertumbuhan tak ideal, Sumatera Barat justru mulai berbeda. (Baca “Musim Sulit yang Segera Usai”, www.padek.co tanggal 26 Desember 2021).
Kehadiran Bank Nagari sebagai Market Leader dengan penguasaan pasar mendekati 36,51 persen dari total perbankan di Sumbar memberikan dampak yang cukup positif dalam memulihkan kinerja lembaga perbankan di Sumatera Barat. Disparitas pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dengan pertumbuhan realisasi kredit mulai mendekati angka ideal. Diperkirakan tahun 2022 ini pertumbuhan kredit bisa menyalip pertumbuhan Dana Pihak Ketiga seiring mulai bergerak baiknya roda perekonomian.
Benarkah Bank Nagari menjadi trigger? Mari kita bicara data. Hingga 31 Desember 2021 total Asset Bank Nagari tercapai sebanyak Rp 28,25 Triliun. Capaian asset ini kembali memperkuat dominasi Bank Nagari di pasar lembaga keuangan dengan market share 36,51 persen dari total asset perbankan di Sumbar dengan nilai lebih kurang Rp 79,26 Triliun (data SPI OJK per Oktober 2021).
Membaiknya pertumbuhan asset tentulah tak terlepas dari kinerja Treassury dan Kredit. Kalaupun ada re investasi dari pemegang saham rasanya tidaklah akan begitu signifikan dalam mengkatrol total asset lembaga keuangan. Buktinya, Ratio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank Nagari sampai saat ini masih diangka 21,60 persen.
Dari sisi Dana Pihak Ketiga, Bank Nagari juga relative lebih baik. Total Dana Pihak Ketiga yang mampu dihimpun sebanyak Rp 22,99 Triliun (31 Desember 2021-red). Selain bertumbuh secara year on year sebesar 12,70 persen, domonasi Bank Nagari di pasar dana mencapai 47,04 persen (data SPI OJK per Oktober 2021) dari Market Share Dana Pihak Ketiga perbankan di Sumatera Barat.
Perbedaan yang cukup terasa dibandingkan kinerja nasional justru terjadi pada sisi distribusi Kredit. Sampai 31 Desember 2021 tercatat total realisasi Kredit yang mampu dibukukan Bank Nagari sebanyak Rp 20,99 Triliun atau tumbuh 7,46 persen secara year on year (y-o-y). Disini angka kembali membuktikan bahwa dominasi Bank Nagari di pasar kredit terbilang cukup kuat dengan kontribusi sebesar 36,01 persen (data SPI OJK per Oktober 2021) dari total kredit perbankan di Sumbar.
Pertumbuhan kredit yang relative lebih bagus inilah memberikan dampak positif pada pendapatan. Baik dalam bentuk pendapatan bunga maupun pendapatan lainnya. Per 31 Desember total Pendapatan Bunga yang mampu dibukukan tercatat sebanyak Rp 2,51 Triliun dan pertumbuhan tertinggi hampir 50 persen (y-o-y) terjadi pada pendapatan lainnya (fee base income).
Bertumbuh sangat signifikannya Pendapatan Lainnya (fee base income) jelaslah merupakan sebuah kajian yang menarik. Stigma bahwa Bank Nagari berdagang secara “tradisional” dengan pasar yang cendrung tradisional menjadi terbantahkah. Lihatlah pertumbuhan pendapatan lainnya tumbuh hampir 50 persen (y-o-y) tersebut. Pendapatan lainnya ini jelaslah bersumber dari layanan jasa perbankan. Salah satunya dari layanan financial teknologi yang sedangkan dikembangkan oleh manajemen Bank Nagari sebagai bentuk upaya transformasi teknologi. Transpormasi itu berupa layanan jasa pembayaran non tunai (Internet Banking, Mobile Bangking, QRIS, Nagari Data Centre (NDC),Cash Manajemen System (CMS) dan jasa layanan lainnya).
Lazimnya Matematik perbankan, kinerja positif dari sisi Dana Pihak Ketiga dan Kredit serta bertumbuh bagusnya Total Pendapatan membuat kinerja Laba Bersih Usaha tahun berjalan terdongkrak naik. Total Laba Bersih Usaha yang mampu dibukukan per 31 Desember tahun 2021 tercatat sebanyak Rp 416 Miliaran (Un Audited). Raihan laba bersih usaha terbilang besar dan menjadi capaian terbaik sepanjang Bank Nagari ada. (Penulis sudah memprediksi besaran laba seperti ini melalui tulisan “Cara Berpikir yang Aneh” di Harian Pagi Padang Ekspres dan www.padek.co tanggal 24 Juli 2021 dan tulisan kedua berjudul “Musim Sulit yang Segera Usai” pada www.padek.co, tanggal 26 Desember 2021).
Berprestasi disaat Sulit