JAKARTA, METRO
Mantan Dokter Timnas Indonesia Alfan Nur Asyhar dari pengalamannya menangani Timnas Senior hingga Timnas Junior mengatakan, seberapa buruk dampak mengkonsumsi gorengan bagi tubuh seorang pesepak bola. Menyebutkan, kebanyakan pemain, umumnya banyak membeli gorengan itu di luar. Biasanya, minyak (penggorengan) itu’kan sudah digunakan berkali-kali.
“Kalau istilah Jawanya, minyak jelantah. Nah, minyak jelantah itu kandungan asam lemak jenuhnya tinggi. Kemudian dalam metabolisme tubuh menumpuk dan bisa jadi kolesterol jahat.Efeknya bermacam-macam. Pertama, tubuh [secara keseluruhan] akan mengalami penyumbatan pembuluh darah dan pada akhirnya nutrisi oksigen yang beredar ke seluruh tubuh akan jadi terhambat juga,” ujar Alfian.
Katanya, kemudian yang kedua, berpengaruh ke otak. Karena, seperti yang disampaikan tadi, asupan oksigen ke tubuh dan otomatis ke otak, kan juga berkurang. Padahal, seorang atlet butuh suplai (oksigen) yang cepat dan maksimal. Sehingga, [jika asupan oksigen tadi sedikit] akan berpengaruh pada performanya si atlet. Misalnya, reaksi mereka untuk menerima instruksi agak sedikit lambat. Kemudian yang ketiga, dampak lainnya akan berujung stroke. Stroke ini gejala awalnya pusing-pusing, setelah pusing-pusing itu efeknya susah dan enggak bisa konsentrasi.
Kemudian efek lain setelah pusing-pusing adalah gangguan sistem jantung. Nah, kalau sudah gangguan sistem jantung, berarti kolesterol jahat yang menumpuk lewat minyak gorengan tadi otomatis jantung tidak bisa berfungsi optimal. Jantung ini mesti banyak asupan oksigen juga. Kalau enggak maksimal, bagaimana jantung bisa bekerja dengan baik, bisa-bisa atlet akan berujung kena serangan jantung malah. Kemudian kalau bicara mengkonsumsi gorengan, bagi atlet itu ‘kan gorengan itu memang enak.
Tapi sebagian mereka enggak menyadari bahwa ketika mereka makan gorengan, lalu kenyang, enggak mau lagi makan yang lain. Padahal, kalau mengonsumsi makanan itu kan mesti seimbang, karbohidrat berapa, proteinnya berapa, serta lemaknya berapa dan lain-lainnya. Kalau enggak salah pemain itu enggak makan gorengan saat pemusatan latihan di Timnas doing. Makan teratur, istirahat teratur, dan semua disiplin.
“Memang kalau saya simpulkan bagitu. Sebenarnya pemain Indonesia ini bisa, kok, bersaing [secara fisik] dengan pemain luar, Eropa, Asia, Asia Tenggara juga bisa dan apalagi untuk sekelas Asia Tenggara. Hanya saja permasalahannya ada dua: Kesadaran serta kedisiplinannya yang perlu dibenahi. Kesadaran, dalam artiannya adalah, dia itu atlet, dia, ya, hidup seperti atlet,” ujar Alfian.
Mulai dari dia makan, istirahat, recovery, minum, mereka mesti sadar, Ia adalah seorang atlet. Disiplin. Nah, disiplin ini artiannya menjalankan apa yang sudah menjadi kebutuhan mereka sebagai atlet. Contoh: atlet mesti makan jam sekian, kemudian saya mesti istirahat jam sekian, kemudian saya mesti konsumsi makanan, misalnya, nasi dengan porsi [karbohidratnya] sekian, lauk sekian dan lain-lain juga sekian. Kemudian saat latihan juga mesti disiplin. Mulainya jam berapa selesainya jam berapa.
Nah, itu termasuk dalam kategori disiplin. Kalau beberapa kasus yang saya umumnya sering ditemui adalah atlet selalu berpikir bahwa panggilan pemusatan latihan serasa di penjara. Karena semua diatur. Dan ketika mereka pulang, mereka kembali ke kebiasaan lama mereka, dan apa yang sudah dibentuk di pemusatan latihan akan sia-sia jadinya. Oke jika mereka bisa menghentikan kebiasaan makan gorengan, tetapi, ketika mereka berada di klub, saat menjalani pertandingan away ke berbagai daerah di Indonesia, kan ada banyak waktu untuk mencuri-curi waktu untuk berwisata kuliner.
Nah, itu bagaimana. Otomatis wisata kuliner di daerah tidak sesuai standar porsi atlet, bukan?Itu memang tak asing dan pribadi sering menemukan kasus demikian beberapa kali. Sebetulnya, sih, ya, kalau hanya untuk mengisap cita rasa, sekali mencicipi, sih, oke. Tapi kalau sudah kebiasaan, ini yang susah. Ada memang pemain yang susah diberitahu dan diperingatkan. “Oke kamu makan makanan ‘ini’ boleh, tapi setelahnya kamu mesti makan makanan ‘itu’, ya, seperti yang sudah direkomendasikan,” ujarnya.
Sebetulnya pemain mengakui, mereka pengin makan yang sehat, makanan atlet, tapi, ya, gimana. Karena mereka bilang kalau dari kecil pola makannya sudah rusak. Mereka tahu rusak tapi, ya, tetap dilanjutkan.Nah, berdasarkan pengalaman selama saya menangani Timnas U-16, lalu Timnas U-19, dan sampai ke PSIS, jika atlet menerapkan pola makan sehat saja itu dampaknya akan bagus.Contoh. Anak-anak Timnas U-16 di 2017 pas AFF, bisa, kok, mereka juara dengan pola makan yang baik dan karena mereka mau, mereka nurut. Cara mengetahui jika pemain itu sudah bebas dari mengonsumsi gorengan, lalu apa dampaknya yang akan mereka rasakan? Biasanya akan ketahuan saat cek darah. (*/boy)


















