Maroko jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2030 bersama Spanyol dan Portugal, Incar Peningkatan Ekonomi dan Diplomasi Sepak Bola

JAKARTA, METRO–Setelah puluhan tahun gagal mewujudkan impian, Maroko akhirnya akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2030 bersama Spanyol dan Portugal.

Hal ini diharapkan tidak hanya memperkuat citra internasional negara Afrika U­tara tersebut, tetapi juga mendongkrak ekonomi na­siona­lnya.

FIFA dijadwalkan untuk meresmikan pencalonan trio ini, dengan Argentina, Uruguay, dan Paraguay masing-masing menjadi tuan rumah satu pertandingan untuk memperingati seabad Piala Dunia pertama yang digelar di Amerika Selatan.

Maroko pertama kali men­calonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia pada 1987 untuk edisi 1994, menjadikannya negara Afrika pertama yang melakukannya. Namun, negara ini harus me­nunggu lebih dari 40 tahun untuk akhirnya mewujudkan impian tersebut.

Maroko telah lima kali gagal mencalonkan diri, termasuk pada edisi 2010 ketika kalah tipis dari Afrika Selatan, yang menjadi tuan rumah Piala Dunia pertama di benua Afrika, serta untuk edisi 2026.

“Ini adalah peluang unik untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, men­ciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pariwisata negara,” kata Fouzi Lekjaa, Ketua Komite Piala Dunia 2030 Maroko, setelah rapat kabinet yang dipimpin Raja Mohammed VI.

Pemerintah Maroko telah mengumumkan rencana ambisius untuk memodernisasi infrastruktur di enam kota tuan rumah: Rabat, Casablanca, Fez, Tangier, Marrakesh, dan Agadir.

Ini mencakup perluasan bandara, jaringan transportasi, dan layanan hotel serta komersial. Selain itu, enam stadion di kota-kota tersebut sedang menjalani renovasi.

Proyek andalan lainnya adalah pembangunan stadion baru berkapasitas 115.000 penonton di dekat Casablanca dengan biaya 480 juta euro. Stadion ini direncanakan menjadi tempat penyelenggaraan pertandingan final.

“Proyek-proyek ini akan meninggalkan warisan yang berharga bagi generasi mendatang,” ujar Moncef El Yazghi, peneliti kebijakan olahraga.

Minat Maroko untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia berakar pada prestasi bersejarahnya di turnamen 1986 di Meksiko, di mana mereka menjadi negara Afrika dan Arab pertama yang mencapai babak gugur.

Keberhasilan ini memicu ide untuk menggunakan se­pak bola sebagai alat memperkuat reputasi nasional.

Bagi sosiolog Abderrahim Bourquia, perbaikan infrastruktur untuk turnamen ini tidak hanya memberikan man­faat ekonomi, tetapi juga meningkatkan kepercayaan global terhadap Maroko.

“Penonton dari seluruh dunia akan mengasosiasikan Maroko dengan nilai-nilai positif dari olahraga ini,” ka­tanya.

Proyek ini juga sejalan dengan ambisi Maroko untuk mempererat hubungan diplomatiknya di tingkat benua. Dalam beberapa tahun terakhir, Maroko telah menandatangani 44 perjanjian kemitraan dengan federasi sepak bola Afrika, memperkuat hu­bungan diplomatiknya sejak kembali bergabung dengan Uni Afrika pada 2017.

Maroko memiliki pengalaman menjadi tuan rumah berbagai turnamen besar, termasuk Piala Afrika Wanita 2022 dan Piala Dunia Antarklub. Negara ini juga dijadwalkan menjadi tuan rumah Piala Afrika 2025, setelah sebe­lumnya menarik diri dari edisi 2015 karena kekhawatiran penyebaran Ebola.

Pencalonan bersama de­ngan Spanyol dan Portugal terjadi setelah Madrid mendukung posisi Maroko dalam konflik Sahara Barat. Duku­ngan diplomatik Spanyol pada 2022 ini dianggap memuluskan jalan bagi pencalonan bersama tersebut.

Selain memberikan visibilitas global, Piala Dunia 2030 juga menjadi kesempatan untuk meningkatkan sepak bola domestik Maroko.

Timnas pria mencatatkan kesuksesan bersejarah di Piala Dunia 2022 di Qatar, menjadi tim Afrika dan Arab pertama yang mencapai semifinal.

Kendati memiliki populasi 38 juta, Maroko hanya memiliki 90 ribu pemain terdaftar. Untuk mengatasi kesenjangan ini, Federasi Sepak Bola Maroko bekerja sama dengan OCP Group, produsen fosfat milik negara, untuk mendanai pusat pelatihan baru yang bertujuan melahirkan ge­nerasi pemain berbakat, se­perti Achraf Hakimi dari Pa­ris Saint-Germain. (*/rom)

 

Exit mobile version