Keberhasilan ini memicu ide untuk menggunakan sepak bola sebagai alat memperkuat reputasi nasional.
Bagi sosiolog Abderrahim Bourquia, perbaikan infrastruktur untuk turnamen ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga meningkatkan kepercayaan global terhadap Maroko.
“Penonton dari seluruh dunia akan mengasosiasikan Maroko dengan nilai-nilai positif dari olahraga ini,” katanya.
Proyek ini juga sejalan dengan ambisi Maroko untuk mempererat hubungan diplomatiknya di tingkat benua. Dalam beberapa tahun terakhir, Maroko telah menandatangani 44 perjanjian kemitraan dengan federasi sepak bola Afrika, memperkuat hubungan diplomatiknya sejak kembali bergabung dengan Uni Afrika pada 2017.
Maroko memiliki pengalaman menjadi tuan rumah berbagai turnamen besar, termasuk Piala Afrika Wanita 2022 dan Piala Dunia Antarklub. Negara ini juga dijadwalkan menjadi tuan rumah Piala Afrika 2025, setelah sebelumnya menarik diri dari edisi 2015 karena kekhawatiran penyebaran Ebola.
Pencalonan bersama dengan Spanyol dan Portugal terjadi setelah Madrid mendukung posisi Maroko dalam konflik Sahara Barat. Dukungan diplomatik Spanyol pada 2022 ini dianggap memuluskan jalan bagi pencalonan bersama tersebut.
Selain memberikan visibilitas global, Piala Dunia 2030 juga menjadi kesempatan untuk meningkatkan sepak bola domestik Maroko.
Timnas pria mencatatkan kesuksesan bersejarah di Piala Dunia 2022 di Qatar, menjadi tim Afrika dan Arab pertama yang mencapai semifinal.
Kendati memiliki populasi 38 juta, Maroko hanya memiliki 90 ribu pemain terdaftar. Untuk mengatasi kesenjangan ini, Federasi Sepak Bola Maroko bekerja sama dengan OCP Group, produsen fosfat milik negara, untuk mendanai pusat pelatihan baru yang bertujuan melahirkan generasi pemain berbakat, seperti Achraf Hakimi dari Paris Saint-Germain. (*/rom)
















