Oleh: Reviandi
Andai Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan politisi muda Faldo Maldini terhadap Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada tahun 2019 lalu, cerita hidupnya mungkin saja berubah. Sayang, MK menolak gugatan aturan kandidat Gubernur dan wakil Gubernur berusia minimal 30 tahun serta calon wali kota dan wakil wali kota paling rendah berumur 25 tahun.
MK saat itu bersikukuh, apa yang tertulis dalam Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada itu tidak bertentangan dengan aturan lainnya. Faldo akhirnya gagal menjadi calon Gubernur, karena usianya kurang 30 tahun. Gugatan yang diajukan Faldo bersama politikus PSI lainnya waktu itu, Tsamara Amany membuatnya tak bisa bersaing dengan para kandidat. Faldo juga tak mau maju sebagai Bupati atau Wali Kota.
Jika MK mengabulkan, Faldo maju Pilgub Sumbar dan menang, hari ini dia pun akan tercatat sebagai kandidat calon Presiden atau wakil Presiden pada Pemilu Presiden 2024. Karena kemarin, MK menggelar sidang pengucapan putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal Capres dan Cawapres di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Pasal yang digugat mengatur soal batas usia minimal Capres-Cawapres, yakni 40 tahun dan tidak mengatur batas usia maksimal capres-cawapres. MK mengadili perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirr. Ia memilih Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk sebagai kuasa hukum.
Permohonan ini diterima MK pada 3 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal Capres-Cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
“Amar putusan. Mengadili. Satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Kedua, menyatakan pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Lembaran Negara RI tahun 2017 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Sehingga pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Tiga, memerintahkan penguatan putusan ini dalam berita negara Indonesia sebagaimana mestinya,” demikian disampaikan Ketua MK Anwar Usman.
Sebelumnya, MK mengadili perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak. Mereka memilih Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman sebagai kuasa hukum.
Permohonan ini diterima MK pada 5 Mei. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. Lalu, apa putusan MK? “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” demikian dibacakan Ketua MK Anwar Usman.
Perkara pertama, yaitu, perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai PSI diwakili Giring Ganesha Djumaryo, Dea Tunggaesti, Dedek Prayudi, Anthony Winza Probowo, Danik Eka Rahmaningtyas, dan Mikhail Gorbachev Dom. Para pemohon memilih Michael, Francine Widjojo, dkk sebagai kuasa hukum.