SOLOK, METRO–Memperkuat fondasi tata kelola pemerintahan, ketentraman dan ketertiban umum menjadi perhatian Pemko Solok ke depan. Tujuannya untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas.
Kepala Bappeda Kota Solok, Desmon menyoroti persoalan kependudukan. Hal ini karena berkaitan indikator kesejahteraan masyarakat dan indikator kemajuan pembangunan di Kota Solok.
“Laju pertumbuhan penduduk Kota Solok itu paling tinggi di antara 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat, yaitu di atas 2,14%. Oleh karena itu, perlu rumusan kebijakan kependudukan yang tepat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat sekaligus mempercepat kemajuan pembangunan,” paparnya.
Sehingga lanjutjya, perlu tata kelola pemerintahan yang baik dalam rangka percepatan reformasi birokrasi dan pelayanan publik.
Dalam arahanya Sekretaris Daerah Kota Solok, Syaiful A, M.Si menyampaikan perlunya minimalisasi ego sektoral dalam konteks kerja sama tim dan pengambilan keputusan.
Selain itu, pada delapan area perubahan Reformasi Birokrasi (pola pikir, regulasi, organisasi, tata laksana, pelayanan publik, akuntabilitas, pengawasan, manajemen SDM), perlu dilakukan manajemen perubahan.
Penguatan kelembagaan, penguatan perundang-undangan, penguatan tata laksana, penguatan sistem manajemen aparatur, penguatan sistem pengawasan, penguatan akuntabilitas kerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik juga menjadi perhatian.
“Perubahan Struktur Organisasi Tata Kelola (SOTK) diharapkan sudah tuntas di seratus hari pertama kepala daerah terpilih,” tegasjya.
Sementara Kepala BKPSDM Kota Solok Bitel, SH, MM menyatakan fokus program pada urusan kepegawaian akan dilakukan pada penguatan meritokrasi dalam manajemen ASN. Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Maka program seratus hari akan dilakukan validitas data profil ASN (riwayat jabatan, riwayat pengembangan kompetensi, riwayat keluarga, riwayat kepangkatan).
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan Daerah, Novirna Hendayani, menjelaskan beberapa permasalahan fiskal di Kota Solok. “Diantaranya kewajiban membayar utang sebesar Rp.25 miliar per tahun, masih rendahnya pendapatan asli daerah, pungutan pajak barang dan jasa tertentu khususnya pajak makan minum dan pajak restoran yang belum efektif, belum diterapkannya pemeriksaan pajak pada wajib pajak dan kecenderungan dana transfer menurun,” tuturnya. (vko)