Revitalisasi Kawasan SRG, 21 Rumah Gadang Menempel ke Bangunan Permanen

SOLSEL, METRO – Bupati Solok Selatan (Solsel) Muzni Zakaria bersama Satker Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Strategis Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan sosialisasi kepada Ninik Mamak pemilik rumah gadang yang akan direvitalisasi di kawasan Saribu Rumah Gadang (SRG). Sosialisasi ini dilaksanakan di Hotel Pesona Alam Sangir, Selasa (23/10).
Sosialisasi tersebut terkait dengan detail engineering design (DED) kawasan SRG yang akan direvitalisasi. Muzni mengatakan, dengan masuknya kawasan SRG sebagai cagar budaya, maka pengelolaan rumah gadang tersebut juga harus sesuai dengan kaidah-kaidah cagar budaya yang telah ditetapkan.
Berdasarkan kaidah cagar budaya, lanjut Muzni, bangunan baru harus dipisahkan dari rumah gadang. Sementara masih banyak terdapat rumah permanen yang terbuat dari batu bata atau batako yang menempel ke rumah gadang yang akan direvitalisasi. “Jadi rumah-rumah permanen yang melekat pada rumah gadang harus dipisahkan atau diberi jarak,”ujarnya.
Dari 35 rumah yang akan direvitaliasi tersebut, terdapat 21 rumah gadang yang menempel dengan bangunan permanen, baik itu rumah baru atau hanya sekedar dapur atau toilet. Bangunan tersebut harus dipisahkan minimal 1,5 meter dari rumah gadang. “Dari total yang akan direvitalisasi, ada 21 rumah gadang yang memiliki bangunan yang menempel seperti rumah, dapur ataupun toilet,” ungkapnya.

Sementara itu, konsultan perencana revitalisasi kawasan SRG yang diketuai oleh Nadya mengatakan, bahwa pemisahan rumah permanen dengan rumah gadang sangat perlu dilakukan. Sebab apabila tidak dipisahkan, maka akan berdampak buruk bagi rumah gadang itu sendiri.

Menurutnya, rumah gadang yang terbuat dari bahan kayu membutuhkan pengudaraan yang cukup. Apabila tidak ada jarak antara rumah gadang dengan rumah permanen, akan membuat rumah gadang cepat lapuk. “Bangunan yang terbuat dari batu bata atau batako akan menumpu ke rumah gadang sehingga membuat rumah gadang menyangga beban yang lebih berat, akibatnya menimbulkan kerusakan yang lebih cepat ke rumah gadang,” sebutnya menjelaskan kenapa rumah gadang harus dipisahkan dari bangunan permanen.
Dalam sosialisasi tersebut, sebanyak 15 orang ninik mamak pemilik rumah gadang setuju untuk memisahkan bangunan permanen dengan rumah gadang mereka. Sedangkan 6 ninik mamak lagi belum memberikan keputusan karena berhalangan hadir dalam acara sosialisasi tersebut.
Turut hadir dalam soailisasi tersebut konsultan perencana revitalisasi kawasan SRG, kepala OPD, Ninik Mamak di Nagari Koto Baru, serta perwakilan dari KemenPUPR. (afr)

Exit mobile version