Solsel Rawan Bencana Alam, BPBD Minim Anggaran Mitigasi

SOLSEL, METRO – Kabupaten Solok Selatan (Solsel) merupakan daerah rawan bencana alam, seperti bencana banjir, longsor, angin puting beliung, dan letusan gunung api. Hal ini membuat Pemkab Solsel rutin memberi sosialisasi mitigasi maupun tanggap bencana kepada warga di daerah itu. Hal ini guna meminimalisir resiko ketika bencana.
Kepala Badan Penggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solsel, Johny Hasan Basri mengatakan, upaya mengurangi risiko bencana yang berkaitan dengan mitigasi bencana, kajiannya tidak selesai pada BPBD saja. Namun peran leading sektor lain yang memegang wewenang pembangunan fisik serta pemberi izin terhadap pendirian bangunan juga diperlukan keseriusannya.
“Kebijakan leading sektor lain itu mesti selaras dengan upaya peningkatan kemampuan yang diberi ke masyarakat dalam menghadapi dan menangani bencana ini. Seperti, kita telah mengingatkan masyarakat agar tidak membangun rumah pada lokasi kaki bukit yang kemiringan melebihi 45 derajat, jika ada juga yang nekat maka jangan dikeluarkan IMB-nya,” ujarnya.
Sekretaris BPBD Solsel, Sumardianto menjelaskan, pihaknya terus melakukan sosialisasi mitigasi dan tanggap bencana yang dilakukan setiap tahun. “Sejatinya kita minim anggaran untuk kegiatan itu. Namun, untuk sosialisasi mitigasi dan tanggap bencana tiap tahun selalu dilakukan, baik ke masyarakat maupun ke pelajar sekolah. Lalu, tiap tahun juga dilakukan simulasi bencana,” ungkapnya.
Dijelaskannya, Solsel merupakan daerah yang rawan terhadap bencana banjir disertai longsor, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), bencana gempa, erupsi Gunung Kerinci, kekeringan dan puting beliung. Termasuk bencana nonalam seperti konflik sosial.
Sementara itu terang Sumardianto, bencana dengan resiko besar yang dikhawatirkan Solsel yakni ancaman erupsi Gunung Kerinci. Terlebih, sejak September 2007 lalu, Gunung Kerinci ditetapkan status waspada atau level dua (waspada) oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geology (PVMBG) yang berkantor di Bandung dan sampai sekarang belum dicabut.
Lalu terkait potensi gempa sambungnya, sebagian wilayah Solsel dilalui patahan sesar semangko yang dikenal dengan segmen Suliti. Panjangnya sekitar 95 km, dimulai dari Lembah Gumanti melalui Ulu Suliti, Koto Parik Gadang Diateh, Muaralabuh, Liki hingga Kerinci dan bertemu dengan Segmen Siulak.
“Namun sejauh ini, segmen Suliti masih dinilai belum banyak berulah. Terakhir, pergerakan besar terjadi pada segmen ini yakni pada tahun 1943 silam. Tahun 2015 lalu segmen Suliti juga sempat mengalami pergerakan dan tercatat pusat gempa di Pasirtalang dengan kekuatan sekitar 3 Skala Richter,” tukasnya.
Masyarakat di jalur segmen itu jelas Sumardianto telah banyak menetap dan membangun perumahan. Jika segmen Suliti mengalami pergerakan yang kemudian menimbulkan gempa, maka minimnya informasi akan memicu kekhawatiran yang tinggi terhadap resiko korban bencana.
Untuk itu sebutnya, BPBD selalu intens memberi sosialisasi kebencanaan. Demikian pula pemahaman pentingnya mitigasi bencana di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Sebab risiko bencana akan semakin membesar jika masyarakat hanya sedikit mengetahui dan memahami pola tanggap bencana yang tepat.
“Sekarang kita memiliki program sosialisasi yang dinamakan SMAB. Sosialisasi kebencanaan bagi Sekolah dan Madrasah Aman Bencana. Dalam bulan ini akan turun ke sekolah-sekolah, bertindak sebagai pemimpin upacara lalu menyampaikan kepada siswa betapa pentingnya memahami potensi dan penanganan bencana,” tutupnya. (afr)

Exit mobile version