Dua Tahun Lebih Dimamah Api, Hingga Kini Cagar Budaya GPK Belum Direnovasi

BELUM DIRENOVASI—Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) Sawahlunto yang sudah terbakar pada tanggal 3 November 2022, selama 2 tahun lebih satu bulan hingga kini belum juga direnovasi.

SAWAHLUNTO, METRO–Gedung Pusat Kebuda­yaan (GPK) Sawahlunto yang sudah terbakar pada tanggal 3 November 2022, selama 2 tahun lebih satu bulan hingga kini belum juga direnovasi dan dikerjakan oleh pihak terkait.  Gedung tersebut merupakan milik dari PT. Bukit Asam (PTBA) yang termasuk salah satu cagar budaya yaitu WTBOS (Warisan Tambang Batubara Ombilin Sa­wahlunto).

GPK yang merupakan ikon Kota Sawahlunto berada tepatnya di jantung Kota Tua, yang termasuk dalam UNESCO. Dibangun sejak tahun 1910 dengan nama “ Gluck Auf”  pada masa kolonial Belanda.

Sekarang kemegahannya sudah tak bersisa dimakan oleh si jago api, dan ironisnya gedung tersebut jika dilihat gedung tersebut usai terbakar sudah seperti bangunan rusak kotor dan kusam. Hilang citra megah dan menariknya.

Sejumlah masyarakat Sawahlunto sangat menyayangkan keterlambatan dari pembangunan GPK tersebut. Karena bagi masyarakat Sawahlunto GPK adalah termasuk ikon sejarah kebe­radaan Kota Sawahlunto, dan merupakan lambang dari kebudayan yang selalu melekat dengan masyarakat Sawahlunto.

Beberapa warga Sawahlunto mempertanyakan komitmen dan konsistensi pihak terkait serta Pemerintah Daerah atas keterlambatan tersebut. Alfrimen tokoh masya­rakat Sawahlunto ber­komen­tar keras terhadap hal ini.

“GPK yang begitu jaya hanya karena kepentingan dan alasan yanng tidak kami ketahui menjadi korbannya. Kami sangat ingin GPK ini dibangun lagi, sehingga kebanggaan kami terhadap GPK ini dari waktu ke waktu hidup lagi,” keluh Alfrimen, salahseorang  tokoh masya­rakat Kota Sawahjlunto kepada POSMETRO kemarin.

Dikatakan Alfrimen, contoh saja Istano Pagaruyung yang berada di Batusangkar terbakar hebat juga, namun pembangunan nya juga cepat. Ini GPK yang sudah hadir bersama kita sejak saya lahir di Sawahlunto sudah ada GPK dan tetap megah tak lekang waktu, apalagi sudah menjadi cagar budaya dari UNESCO.

“Kenapa pembangunannya terlunta-lunta tidak ada kejelasan.Kami warga Sa­wahlunto tidak mau tahu dengan alasan dan persoa­lan dari para pemimpin dan pejabat terkait,” ungkapnya. “Yang jelas GPK yang megah menjadi jorok, tua dan ku­sam ditambah dengan dikelilingi seng. Sudah 2 tahun bukan waktu yang sebentar persoalan pembangunannya tidak juga selesai,” kata dia.

Hampir sama dengan Alfrimen warga Sawahlunto yang juga tokoh masyarakat Abdulah Jaelani mengung­kapkan kekecewaannya, kalau pihak tersebut tidak punya kemampuan dan kapasitas membangun serahkan saja kepada masyarakat Sawahlunto.

“Kita sudah geram entah apa alasannya hnlingga GPK tidak juga di Renovasi, apalagi alasannya masyarakat Sawahlunto sudah cukup lama menunggu ikon kesayangan mereka menjadi kotor dan jorok karena bekas-bekas sisa pembakaran yang hangus. Kapan lagi akan dibangun GPK ini,” ucap Abdulah Jaelani.

Ditambah lagi dengan pedagang kaki lima yang berjualan hingga ke pinggir jalan di sekitar GPK, menambah kesan kumuhnya. Pariwisata apa yang mau dikem­bangkan, kota tua dan bangunan bersejarahnya kelihatan tidak sedap dipandang.

“Kami meminta tolong siapapun pihak terkait yang ada dibelakang pembangu­nan GPK ini atau yang ber­tanggung jawab untuk se­gera membangun kembali Gedung yang bersejarah ini. Gedung kebanggaan Kota Sawahlunto,” tegas dia.  Ge­dung Pusat Kebudayaan (GPK)  terletak di Jl. Ahmad Yani No. 4, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Indonesia. (pin)

Exit mobile version