SIJUNJUNG, METRO–Kondisi surplus padi di Kabupaten Sijunjung kian tergerus sebagai dampak kurangnya intervensi anggaran pemerintah daerah di sektor pertanian. Tak dipungkiri hal itu disebabkan oleh keadaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Sijunjung yang mengalami defisit. Apalagi, APBD bagi Kabupaten Sijunjung merupakan tiang utama dalam menopang kegiatan pembangunan, sehingga dengan keterbatasan APBD memberikan dampak terhadap berbagai sektor, termasuk di sektor pertanian yang merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat di Ranah Lansek Manih.
Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sijunjung, Ir.Ronaldi. Dikatakannya, selain kondisi APBD yang defisit juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi.
“Kita di daerah memang memiliki APBD, namun ada ketentuan dan kebijakan dari pemerintah pusat dalam penggunaannya, baik secara regulasi maupun teknisnya. Seperti aturan dari pusat agar daerah mengalokasikan sebanyak 20 persen anggaran dari APBD untuk masing-masing sektor,” tuturnya.
Sebanyak 20 persden% nilai APBD diluar belanja pegawai tadi harus diprioritaskan untuk bidang pendidikan, bidang kesehatan dan infrastruktur. “Jumlah APBD yang tersisa baru kemudian dibagikan kepada sektor lainnya yang meliputi berbagai bidang melalui dinas atau OPD yang ada,” terangnya.
Hal yang demikian mengakibatkan pemerintah daerah melalui dinas pertanian tidak bisa melakukan intervensi anggaran khususnya pada kegiatan di pertanian di tengah masyarakat.
“Memang berdampak, karena kita sendiri untuk di pertanian sangat terbatas untuk melakukan kegiatan. Sehingga hal itu berdampak pada peningkatan produksi pertanian,” sebutnya. Selasa (6/6).
Dikatakan, sebelumnya produksi padi dalam satu hektar bisa mencapai diatas 5 ton. “Kini hanya tembus berkisar di angka 4 ton, karena kurangnya program peningkatan produksi dan dukungan sarana produksi akibat keterbatasan anggaran di daerah,” terangnya.
Ronaldi menjelaskan, dari 10 ribu hektar sawah yang dimiliki Kabupaten Sijunjung, idealnya pemerintah perlu melakukan intervensi minimal 30 persen dari jumlah itu.
“Sebelumnya kita bisa melakukan pengembangan padi inbrida mencapai 3.000 hektar, kemudian turun di angka 1.600 hektar dan tahun ini hanya bisa sebanyak 840 hektar. Hal itu meliputi bantuan bibit, Alsintan, pemberdayaan petani hingga pupuk subsidi. Bahkan sekarang pupuk subsidi pun juga dikurangi kuotanya,” jelas Ronaldi.
Pihaknya berharap kondisi yang demikian kedepannya bisa lebih baik. “Kita di Sijunjung memang masih surplus, namun angka surplus tadi terus berkurang. Apalagi pertanian ini berdampak langsung kepada perekonomian masyarakat, karena pertanian tulang punggung perekonomian kita di Sijunjung,” tambahnya.
Sementara itu, hal yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sijunjung, Endi Nazir. “Defisit yang terjadi bukan hanya bagi kita saja, tapi hampir semua daerah. Karena kondisi keuangan negara yang demikian dan APBD bersumber dari negara,” terangnya.
Diterangkannya, Kabupaten Sijunjung memiliki APBD tahun 2023 dengan nilai Rp.1 triliun lebih. Dari jumlah tersebut Kabupaten Sijunjung mengeluarkan sebanyak hampir 40% untuk belanja pegawai setiap tahunnya. “Kemudian dari nilai yang tersisa ada ketentuan dan kebijakan dari pemerintah pusat untuk peruntukkannya. Sehingga daerah hanya bisa mengolah sisa anggaran tadi yang dibagi sesuai kebutuhan dan mengacu pada RPJMD. Jadi saat ini memang sangat terbatas,” tambah Endi Nazir. (ndo)