Pemerintah Kota (Pemko) Pariaman, Sumatera Barat mencanangkan membuat Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) pada 2021 guna menekan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu.
”UPTD ini yang akan langsung menjangkau permasalahan perempuan dan anak di Kota Pariaman,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Pariaman, Nazifah, kemarin.
Katanya, pihaknya telah menyosialisasikan terkait perlindungan perempuan dan anak yang tidak saja di tingkat pemerintahan desa namun juga ke sekolah-sekolah, serta keluarga di Pariaman.
Meskipun telah terjadi penurunan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pariaman karena upaya yang dilakukan namun, menurutnya perlu upaya lainnya agar kasus tersebut semakin rendah bahkan hilang.
Menurutnya hal itu dapat dilakukan dengan adanya UPTD PPA yang akan langsung menjangkau permasalahan perempuan dan anak.
“Rencana membuat UPTD PPA tersebut telah kami masukkan ke bagian organisasi untuk disetujui pimpinan, mudah-mudahan Januari 2021 disetujui,” katanya.
Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk peduli dan berpartisipasi guna membantu menekan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
”Soal melapor ke pihak terkait ini yang masih masalah tabu, menganggap aib, dan soal pribadi. Hal ini yang harus dihilangkan. Jadi kami minta seluruh lapisan masyarakat menjadi pelopor dan pelapor untuk menekan kasus kekerasan perempuan dan anak,” katanya.
Sebelumnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pariaman, Sumatera Barat pada 2020 tercatat delapan kasus, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 18 kasus.
“Penurunan tersebut karena Pemkot Pariaman rutin melaksanakan sosialisasi ke desa-desa,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Korban Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (LPKTPA) unit Rumah Perlindungan Sosial Anak Kota Pariaman, Fatmiyeti Khahar.
Ia mengatakan sosialisasi tersebut tidak saja dilakukan oleh Pemkot Pariaman melalui dinas terkait namun juga pemerintah desa.
Menurutnya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pariaman disebabkan karena kontrol emosi dan pemahaman agama warga yang mulai menipis.
”Kalau kekerasan terhadap perempuan dan anak disebabkan faktor ekonomi itu sudah nomor sekian, namun jelasnya disebabkan karena kontrol emosi dan agama yang menipis,” tambahnya mengakhri. (efa)