LIMAU MANIH, METRO–Anggota DPRD Sumbar Albert Hendra Lukman mengkritik aturan pembelian baju seragam oleh pihak sekolah dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Menurut Albert, pemerintah daerah seharusnya mengikuti aturan atau kebijakan dari pemerintah pusat.
“Sektor mana yang sebenarnya menjadi sektor utama prioritas. Sektor kesehatan dan pendidikan itu harus menjadi sektor yang diperhatikan pemerintah,” kata Albert saat ditemui usai kunjungan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di kampus Unand, Rabu (5/7).
Albert mengatakan, jika pemerintah daerah punya keinginan kuat dan menganggap generasi muda sebagai aset dan penerus bangsa, maka daerah akan menganggarkannya, seperti yang dilakukan oleh Pemkab Solok Selatan (Solsel) yang menyiapkan Rp4,5 miliar untuk PPDB.
“Ini berpulang kepada kebijakan masing-masing Pemda, tidak mungkin pemerintah pusat mengatur sampai sedetil itu, nanti bagaimana (implementasi) otonomi (daerah),” katanya.
Hal terpenting di dalam pengelolaan APBD, kata Albert, adalah mensejahterakan masyarakat, kemudian juga bisa menampung dan membiayai sektor unggulan seperti kesehatan dan pendidikan.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga menyayangkan tindakan pihak sekolah yang masih mewajibkan para peserta didik baru untuk membeli seragam baru.
“Kami sayangkan, sekolah negeri itu sebenarnya sudah mendapat (dana) Bantuan Operasional Sekolah (BOS), subsidi segala macamnya. Yang tidak mendapat subsidi itu kan swasta, tetapi kemudian daya tampung sekolah negeri itu terbatas,” katanya.
Dia mengatakan, selain pembelian seragam, pihak sekolah juga meminta iuran dan sejenisnya. Menurutnya, hal tersebut seharusnya tidak terjadi lagi. “Inilah kemudian yang terjadi di setiap PPDB mendapat protes dari orang tua para siswa. Ini sebenarnya juga tanggung jawab kita semua,” ucapnya.
“Tetapi ini yang saya sampaikan, bahwa tidak mungkin kita memasuki dunia pendidikan ini secara menyeluruh, ada ruang-ruang yang menjadi otoritas dari sekolah,” sambungnya.
Namun, kata Albert, bukan berarti pihak sekolah atau Pemda membiarkan permasalahan tersebut berlarut terjadi.
“Sekolah atau kepala daerah harusnya memberikan aturan bahwa pendidikan itu dibutuhkan masyarakat. Kita juga tahu bahwa banyak masyarakat Indonesia yang kurang mampu, harusnya dibuka ruang seluas-luasnya untuk itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Ombudsman Sumbar menilai, aturan pembelian seragam sekolah bagi peserta didik baru merupakan bagian dari pungutan liar (pungli). Baru-baru ini, Ombudsman menerima keluhan satu dari sejumlah laporan masyarakat terkait aturan kebijakan pembelian baju tersebut.
“Laporan orang tua siswa memang ada, itu sudah kami tindaklanjuti,” kata Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi.
Adel menjelaskan, pembelian seragam sekolah sebagai salah satu syarat pada saat pendaftaran ulang bagi peserta didik baru yang diterima di sebuah sekolah merupakan bagian dari pungli.
“Apapun alasannya, itu sudah bisa dikategorikan sebagai pungli,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat membuka posko layanan pengaduan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2023-2024. “Seperti biasa, kami selalu punya atensi khusus dalam melakukan pengawasan pelaksanaan PPDB setiap tahun,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Sumbar, Yefri Heriani.
Yefri menilai akan ada banyak potensi Maladministrasi dari semua proses PPDB itu. Mulai dari tidak memberikan pelayanan, penyimpangan prosedur, hingga permintaan uang yang kebanyakan terjadi saat mendaftar ulang.
“Ada juga pendaftaran ulang yang dikaitkan dengan pembelian baju. Jadi, kalau tidak beli baju di sekolah, tidak bisa daftar ulang,” katanya.
Padahal, katanya, PPDB seharusnya gratis dan tidak berkaitan dengan apapun. Sekolah bahkan dilarang untuk ikut menjual seragam ataupun buku.
Jika mengalami maladministrasi dalam pelaksanaan PPDB, masyarakat dapat langsung melaporkan melalui Layanan Pengaduan WA di nomor 0811-955-3737, Call Centre 137, atau datang langsung ke Kantor Ombudsman Sumbar di Jalan Sawahan nomor 58, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang.
Pengaduan dan konsultasi juga dapat dilakukan melalui surat elektronik (surel) atau e-mail dengan tujuan alamat: pengaduan.s umbar@ombudsman.go.id, serta media sosial (medsos) Ombudsman Sumbar, Facebook dengan akun Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat dan IG dengan akun @OmbudsmanRI137_sumbar.
Terpisah, salah satu orang tua pelajar SMA di Kota Padang menyebut bahwa kebijakan pembelian baju seragam sekolah disampaikan sekolah di saat pengumuman sejumlah anak-anak yang diterima di sekolah tersebut.
“Pada saat pengumuman itu, sekolah meminta untuk membeli seragam sebagai syarat atau konfirmasi untuk mendaftar ulang, itu diumumkan secara lisan melalui mikrofon sekolah,” kata salah satu orang tua siswa, Wista (45).
Bahkan, katanya, uang baju atau seragam itu harus segera dibayar lantaran para peserta didik baru memasuki masa orientasi pada Rabu (5/7). “Jumlahnya itu nyaris tembus Rp600 ribu lebih, terdiri dari baju seragam putih abu-abu, pramuka, batik, baju khusus semacam adat itulah (basiba atau taluak balango), dan baju olahraga,” tutur orang tua pelajar tersebut.
Tidak Paksakan Orang Tua
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Padang Yopi Krislova, mengatakan Pemko tidak memaksakan orangtua murid untuk membeli seragam sekolah anaknya. “Untuk pakaian sekolah kita serahkan kepada orang tua murid,” ujar Yopi Krislova, Rabu (5/7).
Dikatakan Yopi, pakaian seragam sekolah bisa saja menggunakan pakaian lama. Atau pakaian yang pernah digunakan oleh kakak dari anak yang akan masuk sekolah. “Kita tidak memaksakan orang tua untuk membeli pakaian seragam putih merah atau putih biru,” katanya.
Namun begitu, Yopi menyebutkan bahwa selain pakaian seragam putih merah atau putih biru, tiap sekolah memiliki pakaian seragam lain. Seperti batik, baju olahraga, baju muslim dan lainnya. Baju ini diadakan di koperasi masing-masing sekolah. Baju tersebut memang dibeli di koperasi sekolah. “Pakaian itu semua diadakan di koperasi masing-masing sekolah dan harus seragam,” sebut Yopi.
Diakuinya, pengadaan seragam sekolah secara gratis di Kota Padang memang tidak dialokasikan di APBD. Hal ini mengingat banyaknya siswa sekolah di Padang sehingga tidak dapat terakomodir oleh anggaran daerah.
Diketahui, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) memiliki aturan resmi terkait seragam sekolah untuk siswa SD hingga SMA. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022.
Menurut Permendikbudristek Nomor 50 tahun 2022, sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan atau memberikan pembebanan pada orang tua atau wali siswa untuk membeli pakaian seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas maupun saat penerimaan siswa baru.
Tercantum dalam pasal 3, seragam sekolah untuk siswa jenjang SD, SMP, SMA atau SMK dan SLB di Indonesia terdiri dari pakaian seragam nasional dan pakaian seragam pramuka. Di luar seragam ini, sekolah bisa mengatur pakaian seragam khas sekolah, misalnya batik dengan corak tertentu.
Dalam hal ini, sekolah bisa mengatur seragam sekolah bagi peserta didik, sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 4. Selain pakaian seragam sekolah dan pakaian seragam khas sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengatur pengenaan pakaian adat bagi peserta didik pada sekolah.
Peraturan tentang pakaian seragam sekolah yang ditentukan resmi oleh pemerintah memiliki tujuan. Pada pasal 2 aturan Kemendikbud dijelaskan tujuan dari kesamaan seragam sekolah ini adalah untuk meningkatkan kesetaraan antar siswa tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi orang tua atau wali siswa.
Tujuan lain dari adanya kesamaan seragam ini bertujuan untuk menanamkan dan menumbuhkan rasa nasionalisme, kebersamaan, persatuan, memperkuat persaudaraan antara siswa sekolah, serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab siswa. (cr2)
















