Retribusi Pasar Grosir bakal Melambung

BUKITTINGGI, METRO – Sejumlah pedagang di Kota Bukittinggi dibuat ketar-ketir. Pasalnya, tarif retribusi pasar bakal mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Terutama, kawasan pasar grosir Aur Kuning yang dinaikkan hingga lima kali lipat. Sebelumnya, sesuai Perda No.15/2013, setiap bulan pedagang grosir di Pasar Aur Kuning dikenakan tarif retribusi sebesar Rp12 ribu untuk setiap meter persegi. Artinya, jika memiliki petak ruko berukuran 3×4 meter persegi, maka pedagang tersebut harus membayar sebesar Rp144 ribu perbulan.

Beredarnya brosur dan selebaran yang ditempelkan di kawasan pasar mengatasnamakan Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi dalam selebarannya menyebutkan, tertulis peninjauan tarif yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2019 dengan berlandaskan Perwako Bukittinggi No.40 dan 41/2018.

Berdasarkan informasi yang tertera dalam brosur tersebut, setiap bulannya para pedagang grosir di Aurkuning dikenakan tarif retribusi sebesar Rp 60 ribu per meter persegi. Artinya, jika memiliki petak ruko seluas 3×4 meter persegi, mereka dikenakan biaya sebesar Rp720 ribu per bulan. ”Ini jelas sangat memberatkan sekali. Kenaikan hingga 500 persen atau lima kali lipat. Biasanya hanya Rp 144 ribu sebulan, kini menjadi Rp 720 ribu sebulan,” jelas Ketua Umum Perkumpulan Pedagang Aur Kuning (PPAK) Bukittinggi Hanafi, Kamis (3/1).

Hanafi menyayangkan penetapan tarif tersebut yang tidak melibatkan pedagang. Pihaknya merasa Pemko Bukittinggi memberlakukan tarif sepihak tanpa bermusyawarah. ”Para pedagang tidak pernah dimintai pendapat. Tidak diajak berunding. Parahnya, brosur yang ditempelkan juga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tidak ada tanda tangan kepala dinasnya dan tidak jelas alamat yang dituju,” ujar Hanafi.

Hanafi menilai, kenaikan tarif hingga lima kali lipat tersebut jelas sangat memberatkan pedagang. Dia mengharapkan proses kenaikan tarif dilakukan secara bertahap. “Jika memang harus naik, sebenarnya tidak masalah asalkan berperikemanusiaan. Bisa saja naik, asal jangan separah itu. Pedagang tentu akan sangat kaget dan menjerit,” tegas Hanafi.

Di sisi lain, Hanafi menilai kenaikan retribusi pasar belum diiringi dengan peningkatan fasilitas dan pelayanan. “Di mana-mana yang namanya retribusi berkaitan dengan pelayanan. Karena fasilitas umum milik pemerintah dimanfaatkan, maka penerima manfaat harus membayar. Namun, Pasar Aur Kuning sudah bertahun-tahun tanpa perbaikan fasilitas.Keluhan parkir tidak ada solusi. Pascakebakaran tidak ada pembenahan berarti. Belum lagi permintaan kami untuk penambahan tenaga pengamanan, sampai hari ini belum juga ditanggapi,” ujarnya.

Ketua Pansus PPAK Bukittinggi, H Anto menyebutkan, kenaikan tarif retribusi tersebut bukan masalah pedagang Aurkuning semata. Melainkan menjadi jeritan bagi seluruh pedagang di seluruh pasar.
”Bagi kami pedagang Aurkuning, saat situasi ekonomi yang semakin sulit dan payah, kebijakan ini jelas sangat memberatkan. Kami tentu menolak. Sebab, terlalu banyaknya kenaikan yang ditetapkan,” ujar Anto.
Anto menyebutkan, daya saing Pasar Aurkuning dengan pusat grosir kota lain akan semakin tak berdaya. Sebab, biaya operasional pedagang yang semakin besar.
“Untuk itu, kami berharap kepada pemko, kalau ada hal-hal kenaikan semacam ini, mari ajak pedagang bicara dan mufakat,” pinta Anto.
Sebelumnya, dalam sebuah jumpa pers bersama para awak media, Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias membenarkan, beredarnya isu perihal sewa Pasar Aurkuning yang disebut-sebut bakal naik tersebut. Menurut Ramlan, sebagai aset pemerintah, maka pihaknya berkewajiban mengelola Pasar Aur Kuning sesuai aturan yang ada.
“Para pedagang telah memiliki kartu kuning. Di situ jelas dibunyikan, adanya sewa menyewa tanah pemerintah dan ada batas waktunya. Bukan dimiliki sampai mati. Begitu pula pemerintah, karena itu aset negara, maka tidak mungkin dijual dan dibangun pihak ketiga. Selama pemko masih belum membutuhkan tanah itu, masih bisa disewakan,” katanya.
Ramlan membenarkan, pihaknya sedang mengkaji kenaikan harga sewa yang akan diterapkan kepada pedagang. Alasannya, sewa yang berlaku selama ini telah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).“Sewa selama ini atas tanah yang dibangun ruko 3×4 meter hanya berkisar maksimal Rp2,5 juta pertahun.
Kata BPK, sewanya harus lebih dari jumlah itu per tahun. Karena kalau tanah negara dipakai oleh pihak lain, maka harus menghasilkan,” ujarnya. (cr8)

Exit mobile version