ULFA MUSRIADI – Kota Bukittinggi
Rumah kelahiran Bung Hatta masih ramai dikunjungi masyarakat, mulai dari pejabat dan pelajar hingga mahasiswa. Banyak kunjungan berbangga melihat bagaimana cara hidup Bung Hatta pada masa muda dan kecilnya. Jumat (9/11) Tata ruang rumah mulai dari ruang makan tamu hinga pertemuan keluarga masih tertata rapi. Setiap ruangan terbuka untuk umum, kamar Bung Hatta, tempat tidur, tempat belajar. Rumah kelahiran Bung Hatta dibuka setiap hari mulai pukul 08,.00WIB -18:00 WIB yang dilestarikan dari dana Pemko Bukittinggi melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bukittinggi yang dirawat Ibuk Dessi.
Dr Drs H Mohammad Hatta populer disebut Bung Hatta, lahir di Fort de Kock di Kota Bukittinggi. Hatta lahir 12 Agustus 1902 merupakan putra dari pasangan Mohammad Djamil asal Batu Hampar, Akabiluru, Limapuluh Kota dan Siti Saleha asal Kurai, Bukittinggi.
Ayahnya merupakan anggota keluarga ulama terkemuka di Minangkabau yang meninggal saat Hatta berusia delapan bulan. Sedangkan ibunya datang dari keluarga pedagang yang terpandang.
Hatta menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu Fort de Kock dan pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang saat usia 13 tahun.
Sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke HBS setingkat SMA di Batavia Jakarta, namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang terutama, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya, Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang. Baru tahun 1919 pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang “Prins Hendrik School”. Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool.
Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Universitas Erasmus di Belanda. Ia kemudian tinggal selama 11 tahun. Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul “Lampau dan Datang”.
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karier sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Di kota Padang Hatta mulai menimba pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran. Bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia.
Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia dan Agus Salim dalam Neratja. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.
Di Batavia Bung Hatta juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat sebagai Bendahara. Ketika di Belanda ia bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah berkembang iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air.
Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda 1913 sebagai orang buangan akibat tulisan-tulisan tajam anti-pemerintah mereka di media massa.
Hatta aktif menulis, karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, “Namaku Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kimpoi lagi.
Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. “Tapi Wolandia terlalu miskin, sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,” rutuk Hatta lewat Hindania.
Sosok Hatta semakin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara Jong Sumatranen Bond Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia dan diskusi dengan temannya sesama anggota JSB, Bahder Djohan.
Setiap Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Persoalan utama yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan Bahasa Melayu.
Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah. Sedangkan Hatta soal organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.
Pada 14 Maret 1980 saat umur 77 tahun adalah pejuang, negarawan, ekonom dan juga Wapres Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945.
Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Bung Hatta. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.
Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia 23 Oktober 1986 melalui Keppres No. 081/TK/1986.
Dessi Waty (59) yang merawat dan menjaga Rumah Kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi Jalan Sukurano Hatta No 37 Bukittinggi. Tidak jauh dari Jam Gadang Ikon Bukittinggi mengatakan, rumah Hatta direnovasi Agustus dan duremiskan 12 Agustus 1995 yang d buka buat umum. “ Saat ini rumah Hatta banyak dikunjungi masyarakat, pelajar dan pejabat tinggi seperti Presiden Jokowi Widodo 8 Oktober 2015 untuk melihat rumah kelahiran Hatta dan tempat tidur masa masa bujang Hatta,” kata Dessi. (***)