AGAM, METRO–Meningkatnya konsumsi konten digital melalui YouTube, TikTok, dan berbagai platform Over The Top (OTT) membuat peran masyarakat dalam pengawasan semakin krusial. Di tengah gelombang transformasi digital yang deras, ruang digital dinilai semakin rawan menjadi ladang subur bagi konten yang tidak etis, melanggar norma sosial, bahkan membahayakan anak-anak.
Pemerhati penyiaran ramah anak, Triana Maharani, menegaskan bahwa pengawasan konten tidak bisa lagi hanya dibebankan pada lembaga formal seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurutnya, masyarakat harus turut aktif menjaga ruang digital agar tetap sehat, edukatif, dan ramah bagi generasi muda.
“Dunia penyiaran Indonesia sedang berlayar di atas gelombang digitalisasi yang tidak terbendung. Generasi muda kini menambatkan perhatian pada layar ponsel, bukan lagi pada televisi konvensional,” ujar Triana saat diwawancara media, Kamis (10/7).
Triana mengungkapkan banyak konten digital berbahaya yang saat ini lolos tanpa pengawasan memadai. Mulai dari prank yang mempermalukan orang lain, kekerasan terselubung, hingga konten seksual yang dibungkus dalam bentuk hiburan, kerap menghiasi layar gawai tanpa batasan usia.
“Konten yang sejatinya tidak sesuai norma, bahkan tidak ramah anak, kerap lolos ke ruang publik dan menciptakan kerentanan sosial yang tidak kecil,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kanal pengaduan publik yang lebih ramah dan adaptif terhadap perkembangan teknologi. Triana mendorong hadirnya sistem pengaduan berbasis aplikasi, chatbot, atau kecerdasan buatan (AI), agar masyarakat lebih mudah melaporkan konten bermasalah.
“Kita butuh sistem pelaporan yang efisien. Teknologi justru harus dimanfaatkan untuk memperkuat fungsi pengawasan masyarakat,” imbuhnya.




















