Dalam sesi diskusi, Ketua STA Koba Jaya, Wandi, berbagi kisah sukses dan strategi dalam membangun kepercayaan dengan para petani. Salah satu kunci keberhasilan mereka adalah sistem pembelian hasil panen yang adil dan transparan.
“Kami membeli hasil panen dengan harga mendekati harga global, hanya mengambil margin keuntungan kecil sekitar Rp500 per kilogram. Ini membuat petani merasa diuntungkan dan tidak dirugikan seperti saat berurusan dengan tengkulak atau calo,” jelasnya.
Sebagai contoh, jika harga pasar komoditas seperti terong adalah Rp10.000 per kilogram, STA membeli dari petani seharga Rp9.500 dan menjualnya kembali dengan harga global. Sistem ini menciptakan ekosistem agribisnis yang sehat dan berpihak pada petani.
Kegiatan studi tiru ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dalam merancang program pertanian yang lebih inovatif dan berkelanjutan di Kabupaten Agam, serta memperkuat sinergi antara pemerintah nagari dan kelompok tani untuk mendorong kemandirian pangan dan kesejahteraan masyarakat.
“Semoga praktik baik dari Payakumbuh ini dapat diterapkan di Agam, demi pertanian yang lebih maju, adil, dan berbasis kesejahteraan petani,” tutup Ny. Merry. (pry)
















