DPRD Agam Bahas Polemik Pengurangan Keramba, Petani Teriak Minta Solusi

AUDIENSI— Komisi II Bidang Perekonomian dan Keuangan DPRD Kabupaten Agam, melakukan audiensi dengan petani dan instansi terkait untuk membahas keresahan petani terkait program pengurangan keramba jaring apung di Danau Maninjau, dalam mengatasi pencemaran danau vulkanik itu.

Komisi II DPRD Kabupaten Agam menggelar audiensi bersama petani dan instansi terkait guna membahas keresahan masyarakat terkait program pengurangan keramba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau. Langkah ini merupakan bagian dari upaya mengatasi pencemaran di danau vulkanik tersebut.

Rapat yang digelar di aula utama DPRD Agam, Kamis (16/1), dipimpin Ketua Komisi II DPRD Agam, Yandril, serta dihadiri Wakil Ketua Komisi II, Alber, dan anggota DPRD lainnya. Hadir pula Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Rosva Deswira, perwakilan Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang Febriza, serta berbagai pihak lain, termasuk tokoh adat dan para petani KJA.

Ketua Komisi II DPRD Agam, Yandril, menjelaskan bahwa audiensi ini menghasilkan 10 catatan penting, yang akan menjadi bahan pembahasan lanjutan di tingkat DPRD.

“Kami memfasilitasi aspirasi masyarakat, terutama petani KJA di Danau Maninjau. Rapat lanjutan akan mengundang bupati dan instansi terkait lainnya,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi II, Alber, menyoroti kurangnya sosialisasi terkait program pengurangan KJA. Menurutnya, hal ini menyebabkan keresahan di kalangan petani.

“Masyarakat tidak mengetahui rencana pengurangan KJA ini. Padahal, usaha ini menjadi tumpuan ekonomi bagi mereka. Jika pengurangan dilakukan tanpa solusi, bisa memicu dampak ekonomi yang serius, termasuk meningkatnya kriminalitas,” tegas Alber.

Salah seorang petani KJA, Maizon, menyatakan bahwa kebijakan pengurangan keramba ini tidak disertai kejelasan aturan. “Di Danau Toba, budidaya ikan dengan keramba masih ada. Mengapa kami di Danau Maninjau malah menjadi kambing hitam pencemaran?” tanyanya.

Ia juga menyoroti kematian ikan secara massal yang baru-baru ini terjadi, yang memperparah kondisi ekonomi petani. “Jika KJA kami dikurangi tanpa solusi, perekonomian kami akan hancur. Pemerintah harus hadir dan memberikan data valid, mana KJA milik petani lokal dan mana milik pemilik saham luar,” tambah Maizon.

Menurut Kasi Operasi dan Pemeliharaan Balai Wilayah Sungai Sumatera V, Febriza, pengurangan KJA di Danau Maninjau merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.

Danau Maninjau termasuk salah satu dari 15 danau yang menjadi prioritas nasional dalam upaya pelestarian lingkungan. Selain itu, langkah ini juga berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kelestarian Kawasan Danau Maninjau.

Febriza menjelaskan, pengurangan KJA dimulai pada 2024 dengan target awal 2.000 petak, yang dilakukan dalam dua tahap. Untuk tahun 2025, rencana pengurangan 5.000 petak masih menunggu kepastian anggaran.

“Langkah ini dilakukan untuk menjaga kualitas air danau agar tidak semakin tercemar,” ujarnya.

Anggota Komisi II, Nesi Harmita, mengusulkan kajian lebih mendalam mengenai penyebab utama pencemaran di Danau Maninjau, termasuk apakah sisa pakan ikan menjadi faktor dominan.

“Kami berharap ada pengkajian ulang, dan sedimentasi di dasar danau juga perlu ditangani dengan penyedotan agar tidak mencemari air,” katanya.

Petani berharap pemerintah tidak hanya berfokus pada pengurangan KJA, tetapi juga menyediakan solusi nyata yang menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat setempat. (pry)

Exit mobile version