PESSEL, METRO – Dinas Sosial Kabupaten Pesisir Selatan, mencatat hingga pertengahan November 2019, angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di wilayah hukum Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) mencapai 119 kasus.
“Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dipicu 3 faktor. Pertama, angka kemiskinan. Rata-rata korban berasal dari keluarga kurang mampu,” tegas Kadis Sosial Pemkab Pessel, Zulfian, Rabu (27/11).
Berdasarkan data Dinas Sosial Pessel, dari jumlah kasus terebut, 64. Sebanyak 24 kasus di antaranya merupakan kekerasan terhadap pelecehan seksual terhadap anak dan 40 lainnya penganiayaan berat dan ringan. Sedangkan 55 lainnya dari total kasus adalah kekerasan terhadap perempuan. Selain faktor kemiskinan, lanjutnya, juga dipicu rendahnya kualitas pendidikan korban.
Latar belakang pendidikan pelaku dan korban sebagian besarnya adalah di bawah jenjang pendidikan menengah. Mereka rentan terpengaruh kemajuan teknologi informasi. Kemudian, lemahnya pemahaman agama, sehingga tidak bisa mengendalikan hawa dan nafsu.
“Sebenarnya ini yang paling penting. Jika pemahaman agama ada, kasus seperti itu tidak akan terjadi,” terang Zulfian.
Karena itu, guna menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan, pemerintah kabupaten terus melakukan sosialisasi pada seluruh. Sasaran utama adalah siswa sekolah. Melaporkan dan melakukan pendampingan terhadap korban bersama Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Sebab, sesuai tugas pokok dan fungsinya, P2TP2A melaksanakan sebagian tugas pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pelayanan secara cepat. Tepat dan terpadu dalam pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak dari tindak kekerasan, diskriminasi dan perdagangan orang.
“Kendati demikian, trendnya menurun sejak 2017, dari 170 kasus, menjadi 162 kasus pada 2018,” tutup Zulfian. (rio)