Di Usia Senja Ditemani Kucing Betina,Sebatang Kara Desima di Pondok Reot

PARIAMAN, METRO – Mengenang Adam Manuri yang meninggal dunia 30 tahun nan lampau, mata Dasima berkaca, tampak berat air kerinduan membenam di kedua kelopak matanya. Dasima adalah istri yang ditinggal mati oleh Adam Manuri. Usia perempuan sebatang kara itu sudah 89 tahun, tinggal di pondok reot nan katanya rumah itu.
Di Desa Sungai Rambai, Pariaman Utara, Kota Pariaman, POSMETRO temui gubuk sekira berukuran 5 x 3 meter persegi. Pertemuan dengan Dasima berawal dari sana. Dasima ke luar dari pintu gubuk itu sembari menopang tubuh bungkuknya dengan tongkat kayu. Dianya tersenyum menyambut kedatangan POSMETRO.
“Sudah 30 tahun amak tinggal di sini,” ungkap Dasima usai sapaan kenal mengenal saat sore itu, Selasa (11/11).
Sebelumnya, Amak Dasima tinggal di Duri, Riau bersama suaminya. Kepulangan Dasima ke Pariaman lantaran suami tercinta meninggal dan di makamkan di sekitar rumahnya. “Suami meninggal dan dikuburkan di sini, makanya Amak pulang kampung dan tidak balik ke Duri sampai sekarang,” jelas Dasima.
Menyoal kesepian nan sebatang kara mungkin Amak Dasima adalah pelakon utamanya. Betapa tidak, di usia senja dia “melipat” hari hanya ditemani kucing betina peliharaannya yang berwarna kuning.
“Sendiri saja setiap hari, kucing ini yang menemani Amak. Kalau untuk makan Amak sehari-hari, sering tetangga yang kasih,” ungkapnya.
Usai mengungkapkan perihal itu, Dasima perlahan bangkit dari duduk. Dia bertopang pada tongkatnya dan tertatih menuju kandang ayam di sebelah gubuknya. Tubuh bungkuk itu perlu waktu dua menit menuju kandang ayam yang hanya berjarak sekitar 4 meter. “Hampir lupa Amak kasih makan ayam,” kata Dasima.
Sembari itu, ia mengatakan soal mata pencarian. Untung bagi dirinya yang di sekitar pekarangan rumah tumbuh beberapa batang pohon kelapa.
“Aa dari buah kelapa Amak cari uang belanja. Sekali tiga bulan Amak jual kelapa. Dengan hasil itulah amak bisa beli kebutuhan sehari-hari,” sebut Dasima.
Ketika malam tiba dan mata enggan terlelap, tak banyak yang bisa dilakukan Dasima. Dikatakannya tak ada hiburan atau suara-suara teman bicara malam hari. Jangankan televisi atau radio, listrik saja tidak ada di gubuknya. “Mana ada tv atau yang lain, listrik saja ndak masuk. Amak pakai lampu Dama atau senter saja. Kamar mandi dan kakus pun tak ada,” kata dia.
Untuk air minum, Dasima merebus air hujan yang ditampung dari cucuran atap. Dimasaknya sendiri dan beras dari bantuan warga ditanak di samping rumah.
“Itulah hidup Amak. Banyak harapan Amak tuk dibantu oleh pemerintah. Yang paling butuh air bersih dan kamar mandi,” kata dia.
Selama ini Dasima tak memiliki kamar mandi, jangan itu, untuk kakus saja dia gunakan “kakus terbang”. Seumur hidupnya, baru satu kali menerima bantuan dari Dinas Sosial Kota Pariaman.
“Baru satu kali Amak dapat bantuan dari Dinas Sosial. Kata orang yang beri bantuan, Amak akan dibantu sekali enam bulan,” sebut Amak yang tak punya anak tersebut.
Kisah hidup Dasima memang tidak menjadi harapan setiap orang. Seperti cerita yang rapuh dan kesepian, namun tidak bagi Dasima. Bahkan warga sekitar tau, Dasima adalah sosok yang kuat dan sabar menjalani hidup. Dasima tetap begitu, senyuman nya tetap menghiasi raut tubuh nan bertopang tongkat itu. (**)

Exit mobile version