SOLSEL, METRO – Executive Vice Presiden (EVP) PT Supreme Energy Muaro Laboh (SEML) Priyandaru Effendi, menyebutkan, bahwa Comercial Operation Date (COD) listrik dari Panas Bumi di Pekonina itu ke PLN akan dimulai pertengahan Desember tahun ini.
“Pertengahan Desember paling lambat kami sudah lancar menyalurkan ke PLN. Saat ini baru pada tahap uji coba, semoga apa yang direncanakan terlaksana,”ujarnya di sela kunjungan Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) FX Sutijastoto saat meninjau proyek panas bumi di Solsel, Selas kemaren. PT SEML adalah perusahaan yang mengelola panas bumi di Solsel.
Dijelaskan, sebelum COD, pada 8 Oktober depan akan dilakukan trailer error, yaitu penyaluran listrik dari pembangkit Panas Bumi ke Gardu Induk Sungai Rumbai. Setidaknya, paling telat pertengahan Desember sudah tercapai penjualan secara komersial atau COD dengan PLN. Dimana sudah tecapai penjualan secara komersial yang berkesinambungan.
“Intinya, pada pertengahan Desember itu, sudah terjadi komersial yang berkesinambungan dan lancar menyalurkan listrik ke Gardu Induk Sungai Rumbai,” ungkapnya.
Terkait rencana pengembangan listrik dari panas bumi tahap dua di PT SEML, menurut Priyandaru, ada sedikit masalah komersial dengan PLN yang harus diselesaikan. “Permasalahan komersil itu secepatnya akan kami selesaikan dengan PLN sehingga tahap dua bisa segera digarap,”jelasnya.
Dijelaskan, untuk pengembangan tahap dua akan kembali dilakukan pengeboran dan pembangunan.
“Ya.. untuk pengembangan tahap dua, awal tahun depan sudah bisa dimulai, target kita komplitnya di akhir tahun 2024,”tukasnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong PT SEML untuk bisa melakukan pelaksanaan pengembangan tahap dua.
“Tentunya kami mendorong agar pengembangan proyek panas bumi di Solsel oleh PT SEML bisa memasuki tahap dua secepatnya,” kata Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) FX Sutijastotosaat meninjau proyek panas bumi PT SEML, Selasa.
Potensi panas bumi di Indonesia yang termanfaatkan baru 2.000 megawatt dari potensi 29.000 megawatt. Untuk memancing minat para investor berinvestasi di panas bumi, saat ini pemerintah membiayai eksplorasi panas bumi baru dilelang ke pengembang untuk melanjutkan.
“Seperti Eksplorasi yang sudah dilakukan di Wesan Nusa Tenggara Timur, lali di Jailolo Halmahera Barat, dan Maluku Utara dimana pengeborannya dibiayai pemerintah setelah itu baru dilelang ke pengembang,”jelasnya.
Menurutnya, pemerintah bahkan akan menyediakan datanya sampai driling sebelum diserahkan kepada pengembang. Pemerintah juga menyediakan dana kompetitif yang bisa menanggung sebagian risiko eksplorasi panas bumi.
“Dengan kurangnya risiko oleh pengembang, akan membuat investasi panas bumi menarik bagi pengembang,”akunya.
Selain itu untuk menarik minat investor, pihaknya akan mengupayakan kebijakan yang mendorong panas bumi, dan ini sedang dibahas dengan Kementerian Keuangan. “Kebijakan insentif panas bumi juga sedang dibahas dengan Kementerian Keuangan,”sebutnya.
Dimana untuk perizinan semuanya sudah dipermudah dan disederhanakan serta sekarang bisa dilakukan secara daring atau online.
“Pemerintah sudah mempermudah untuk investasi panas bumi, dimana memberikan perizinan yang dipermudah dan bisa dilakukan secara online,”jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Barat Hery Martinus sangat mendukung upaya PT SEML untuk pengembangan tahapan dua.
“Supreme Enwrgy merupakan perusahaan panas bumi yang telah sukses di Sumatera Barat, Bahkan Indonesia. Tentunya kami dari pemerintah sangat mendorong untuk pelaksanaan pengembangan tahap dua,”tuturnya.
Sumatera Barat memiliki potensi panas bumi 1.600 megawatt, dan itu sudah dimulai, seperti di Solsel dengan PT SEML dengan potensi 220 megawatt dan sudah berhasil terkelola 80 megawatt.
Adapun yang sudah dikelola yaitu panas bumi di Gunung Talang oleh PT Hitay Daya Energy sebesar 20 megawatt, lalu di Bonjol, Pasaman sebesar 60 megawatt. “Potensi panas bumi Bonjol dengan kapasitas 60 megawatt sudah selesai dilelang, dan pengembangnya PT Medco, sekarang mereka sudah mulai survei awal,”sebutnya saat mendampingi Dirjen EBTKE FX Sutijastoto di Solsel.
Untuk pengembangan energi panas bumi di Sumbar, pengembang bisa belajar dari PT Supreme Energy dimana mereka sudah bisa mengidentifikasi masalah. Misalnya penolakan oleh masyarakat bisa diselesaikan secara baik, penolakan terjadi karena pemahaman mereka belum tepat serta pendekatan sosial yang tidak tepat.
Untuk itu, sebelum PT Medco memulai hal teknis, sebaiknya lakukan pendekatan dulu ke masyarakat.
“Keberhasilan Supreme Energi bisa jadi contoh bagi investor lain di Sumbar, yakni bagaimana melakukan pendekatan sosial yang baik,”katanya.
Pendekatan sosial yang dilakukan harus sesuai dengan kebiasaan masyarakat sekitar dan itu bisa dilakukan dengan memberdayakan potensi di daerah itu. Dia menyebutkan, untuk pengelolaan panas bumi Bonjol di Pasaman, pihaknya akan mengundang PT Supreme Energi untuk berbagi pengalaman bagaimana mereka sejak 2008 sudah mengidentifikasi masalah sosial dan membuat strategi penyelesaiannya.(afr)
Komentar